"Makasih ya, Bu. Maaf mengganggu waktunya."
Kedua mahasiswa itu membungkuk. Sakura menyambutnya dengan senyum.
"Iya sama-sama." Sahut Sakura. "Jauh gak rumah saya?"
"Lumayan lah, Bu."
Sakura tertawa ringan. "Kapan-kapan main lagi ya."
"Iya, Bu, siap."
"Kami pamit dulu ya, Bu."
Sakura mengantar sampai depan. Hujan masih setia membasahi bumi. Kedua mahasiswa itu memakai baju pelindung hujan.
"Hati-hati, ya. Jangan ngebut, licin." teriak Sakura berusaha mengalahkan suara hujan yang jatuh diatas atap halaman rumahnya.
Ketika motor mahasiswa itu menjauh dari sana, Sakura kembali masuk ke dalam.
Ia mendudukkan tubuhnya di sofa, memeluk lembut bantal persegi disana. Pikirannya masih melayang. Telinganya masih mendengar suara kalimat yang Neji lontarkan. Itulah yang sangat ia takuti ketika bertemu teman lama.
Ia tidak ingin membuka kenangan itu. Memikirkannya pun ia tidak ingin. Sudah cukup. Masa lalu hanyalah masa lalu.
Bagaimana kabarnya? Sakura bahkan tidak tahu dimana orang itu sekarang. Ia juga sudah tidak ingin mengetahuinya.
"Kamu makan sama siapa?"
Kepala Sakura terangkat. Mebuki mengikuti jejaknya menduduki sofa ruangan itu.
"Temen sekolah, Neji."
"Neji? Kayak gak asing."
Mebuki memperbaiki duduknya menghadap Sakura. Wajahnya terlihat berseri. Seakan-akan ia sangat menyukai pembicaraan kali ini.
"Kamu ketemuan, apa gimana? Kok bisa makan bareng?"
Setahu Mebuki, Sakura keluar untuk membeli keperluan katsuyu. Ia tidak tahu kalau ternyata Sakura sedang menemui temannya.
"Gak sengaja ketemu di Petshop. Karena udah lama gak ngobrol, jadi dia ngajak makan siang."
Entah mengapa Mebuki merasa sangat senang mendengarnya.
"Neji sendiri?"
Mebuki hanya ingin memastikan, dan ketika Sakura menganggukkan kepala ia melebarkan senyum dibibirnya.
Namun tidak bertahan lama. Ia melihat ada sesuatu yang mengganjal dari ekspresi Sakura. Sepertinya raut wajah anaknya sedikit berbeda dari pagi tadi.
"Kenapa?"
Sakura tidak menjawab. Tidak ada ekspresi diwajah anak satu-satunya itu. Dugaan Mebuki ternyata benar.
"Apa terjadi sesuatu?"
Mengapa bisa-bisanya ia merasa bahagia tadi?
"Gak bu. Aku cuma ...." Sakura menggantungkan kalimatnya.
Mebuki merasa sedikit bersalah. Apakah benar jika ia terlalu mengharapkan Sakura bisa kembali menjalin hubungan?
"Hhhh ...." Sakura menghela napasnya panjang. Ia menatap Mebuki yang sedari tadi memperhatikannya. "Aku cuma ngerasa capek aja." Ucapnya.
"Capek kenapa?" Sahut Mebuki. "Apa kamu yakin, mau ikut besok?"
Bukan. Bukan seperti itu. Sakura bukan lelah secara fisik, melainkan batin. Ia lelah menutupi perasaanya pada orang-orang.
"Iya bu."
Katsuyu yang baru saja datang melompat keatas pangkuan Sakura. Ia melipat kakinya disana. Matanya terpejam saat tangan Sakura mengelus tubuhnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Baby Breath
FanfictionSuatu hari bencana tsunami melanda Kota Kirigakure. Sakura memutuskan untuk membantu dengan mengikutsertakan diri menjadi relawan. Namun dalam perjalanan mengabdikan diri pada negara, luka lama yang belum benar-benar sembuh kembali terbuka. Hatinya...