Thirty Eight

413 37 2
                                    

Kamis pagi hari itu terasa sangat berat untuk dilalui oleh Izumi. Selesai bersiap untuk melakukan pekerjaan yang bertahun-tahun ini dijalani ia bergegas menuju bandara. Meskipun didampingi oleh orang yang ia cintai tidak menutupi rasa takutnya seperti sedia kala.

Ia berpisah dengan Itachi selepas sampai. Sepatu tanpa haknya melangkah pada lantai bandara yang terasa amat dingin. Izumi merapatkan jaket yang membaluti tubuh. Menarik koper yang hanya berisikan beberapa pakaian. Ia segera bergerak menuju konter check in untuk pemeriksaan berkas keberangkatan. Waktu keberangkatannya masih tersisa dua jam lagi.

Sambil menunggu berkasnya diperiksa, atensi Izumi mengedar. Mencari orang suruhan yang akan memberikannya tas berisikan uang. Meski sudah berkali-kali melakukan ini, Izumi masih tetap gugup. Walau tahu para petugas bandara juga berpihak kepada mereka, tidak menutupi rasa takut yang dirasa Izumi sekarang.

Bandara selalu dipenuhi oleh banyak orang. Hal itu yang membuat Izumi waspada setiap keberangkatan melakukan pekerjaan ini. Barangkali diantara mereka terdapat petugas kepolisian yang tengah menyamar untuk menangkap orang sepertinya. Bukan tidak mungkin hal itu akan terjadi. Jika suatu saat ia tertangkap basah, melarikan diri sudah tidak ada artinya.

Pemeriksaan berkas sudah selesai dan saat ini Izumi hanya tinggal menuju loket penyerahan bagasi untuk menaruh kopernya. Melangkah pelan dengan pandangan tetap mengedar. Berusaha mencari orang suruhan lelaki tua itu.

Biasanya mereka akan menunjukkan diri lebih dulu. Entah sebagai petugas keamanan, petugas kebersihan, atau petugas bandara itu sendiri. Namun sudah sekitar sepuluh menit Izumi berjalan belum ada tanda-tanda ia melihat orang suruhan itu.

Oh, mungkin sepertinya ia harus mengoreksi. Dalam jarak lima meter, Izumi menangkap seorang pria. Orang itu memakai jas hitam lengkap dengan dasi bergarisnya. Tatapannya mengarah lurus menatap Izumi. Sama seperti sedia kala. Jadi, kali ini, orang dengan pakaian rapih bak pekerja kantor yang menjadi suruhannya.

Lelaki itu berpura-pura menabrak Izumi dan menjatuhkan berkas ditangannya. Izumi sudah tidak terkejut lagi. Lelaki itu segera berjongkok untuk mengambil kertas yang tercecer dalam map palstik hijaunya. Kejadian seperti ini klise sekali bagi Izumi. Perlahan, ia ikut menurunkan tubuh membantu orang tersebut.

"Ada tas hitam pada bagasi kabin diatas kursimu, dan sudah kami daftarkan atas namamu. Lakukan semuanya seperti biasa. Ingatlah untuk tidak membuat orang curiga."

Sebaris kalimat itu diberikan oleh lelaki berjas setelah mereka sama-sama berjongkok. Lelaki itu kemudian bangun dan segera membungkuk beberapa kali, berpura untuk meminta maaf pada Izumi.

"Sekali lagi saya minta maaf." Lelaki itu membungkuk untuk terakhir kalinya.

"Ya, tidak apa-apa. Lain kali hati-hatilah." Sahut Izumi dengan suara pelan dan senyum yang dipaksakan.
.
.
.
Naruto pikir ia sudah mengetahui semua tentang Sakura selama ini. Kedekatan mereka dikantor sepertinya masih belum menembus batas kepercayaan Sakura kepadanya. Hal itu terbukti dari percakapan dengan Zabuza semalam. Tentu Naruto sangat terkejut mendengarnya. Mengetahui kebenaran tentang hubungan Sakura dan lelaki itu tidak tahu mengapa membuatnya sedikit kecewa.

Entah Naruto kecewa karena ekspektasinya terlalu tinggi terhadap wanita itu, atau karena ketertutupannya selama ini. Naruto tidak tahu. Namun yang pasti hal itu membuat pikiran Naruto berkecamuk hingga detik ini.

Posko medis sedang sedikit tenang. Korban bencana sudah mulai pulih sedikit demi sedikit. Bahkan beberapa diantaranya memilih keluar untuk tinggal bersama yang lain dirumah penampungan dekat sana. Berkumpul dengan orang terdekat adalah obat terampuh untuk segala bentuk penyakit.

"Oyy ...."

Naruto terkaget ketika mendapati tepukan pada pundak. Kepalanya menoleh dan menemukan Jugo yang perlahan duduk mengikuti jejaknya.

Baby BreathTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang