"Siang ini kita makan apa ya?" Suara Ino terdengar saat mereka memasuki posko logistik.
Sekarang pukul satu. Kegiatan trauma healing yang dilaksanakan sejak tadi pagi baru saja selesai. Sakura dan Ino kebagian untuk bersih-bersih tempat. Itu sebabnya mereka kembali paling akhir ke posko.
Sakura menghela napasnya keudara. Menaruh kertas-kertas hasil lukisan anak-anak tadi ke atas meja. Hendak menjawab pertanyaan random yang dilontarkan oleh Ino. "Kalau mau makan kamu duluan aja, aku ada perlu sebentar sama ketua Tsunade."
"Ehh?" Ino menoleh seketika. Ia sedikit merunduk untuk mengambil botol minum dalam tasnya. "Ada apa? Gak biasanya?"
"Soal praktik rumah sakit nanti." Sakura mengangkat kedua bahunya. "Untuk kelas profesi aku mau coba ajuin ke Rumah Sakit Jiwa Hatake. Baru mau konsul dulu sih. Siapa tau dapet izin."
Kepala Ino mengangguk paham. "Oke."
"Kamu, untuk kelas profesi, masih di puskesmas kemarin?"
"Yap." Sahut Ino cepat. "Masih dirapatin lagi kalau soal rumah warga pastinya."
Kini giliran kepala Sakura yang mengangguk. Selepas merapihkan barang kesebuah kotak besar yang ada disana, Sakura segera berdiri dari posisi berjongkoknya. Ponsel dalam saku rompi yang tadi bergetar diambilnya. Mengecek isi notifikasi yang baru saja didapat.
Selesai membaca pesan tersebut. Sakura mengangkat kepalanya, menatap Ino. Sebelah tangannya menyentuh lengan atas Ino yang kini tengah merunduk juga menatap ponsel. "Aku duluan ya, udah ditanyain."
Ino mengangguk cepat. "Iya, iya, silahkan."
Setelah mendapat persetujuan, Sakura segera berangkat. Ia bergerak menuju posko medis milik kopena. Tsunade bertugas disana. Tepatnya menjadi kepala untuk tim medis.
Mengedarkan pandangan, Sakura menemukan titik tempat dimana Tsunade berada. Maka dengan gerakan spontan langkahnya menghampiri dan membungkuk untuk memberi salam.
"Bu. Gak lagi sibuk, kan?"
Tsunade mengangkat sebelah tangannya keudara. "Gak, kok. Sini, duduk sini."
Sakura menuruti perintah Tsunade. Ia mendudukkan tubuhnya pada sebuah kursi plastik yang kosong. Suasana posko masih ramai seperti biasa. Ia bahkan melihat beberapa rekannya yang lain yang tengah menghampiri pengungsi yang mendapatkan terapi medis, termasuk Naruto dan Jugo.
Sakura menyampaikan pendapatnya pada Tsunade. Mengenai niatnya untuk membawa mahasiswa profesi untuk melakukan praktik lapangan di Rumah Sakit Jiwa terbesar sana. Karena ini merupakan untuk kali pertama ia melakukan kerjasama ini terhadap mahasiswa profesi bimbingannya. Walau dirasa kurang pantas untuk meminta pendapat disituasi seperti ini.
Sakura menyebutkan keuntungan bila kali ini mereka memasukkan mahasiswa kesana. Meskipun memang kali pertama, ia sedikit berharap bahwa awal mula kerjasama ini nanti akan berjalan dengan baik hingga seterusnya. Setelah mendapat beberapa masukan, akhirnya pertemuan itu berakhir. Sakura kembali membungkuk untuk sekadar pamit menuju posko logistik lagi. Ia juga bertegur sapa dengan Naruto yang baru saja kembali dari kegiatannya.
Memasuki kembali posko tempat istirahatnya, Sakura berniat untuk duduk sebentar. Perutnya masih belum terlalu lapar. Malah yang ada matanya yang terasa sangat berat. Ia memainkan ponsel pada salah satu meja yang ada disana. Membalas pesan-pesan yang masuk dari mahasiswa.
Namun tiba-tiba ia teringat akan satu hal. Ia ingat bila Neji ingin membicarakan suatu hal kepadanya. Mengingat lelaki itu tiba-tiba menghubunginya kemarin malam, sepertinya itu hal yang penting.
Sakura segera mencari kontak Neji yang tertimbun oleh pesan-pesan yang masuk. Membuka ruang obrolan yang menampilkan sebuah pesan belum terbaca. Sekitar pukul empat terakhir kali lelaki itu mengirim pesan, yang berisikan,
KAMU SEDANG MEMBACA
Baby Breath
FanfictionSuatu hari bencana tsunami melanda Kota Kirigakure. Sakura memutuskan untuk membantu dengan mengikutsertakan diri menjadi relawan. Namun dalam perjalanan mengabdikan diri pada negara, luka lama yang belum benar-benar sembuh kembali terbuka. Hatinya...