"Minum lah."
Dua buah obat yang teramat kecil diberikan oleh Temari kepada Shikamaru. Lelaki itu menanggapinya, namun bukannya meminum, ia malah balik bertanya.
"Apa ini?"
"Obat gatal dan peradangan. Sudah saya bilang saya pernah mengalaminya. Di daerah pantai seperti ini banyak tanaman beracun, saya membawanya untuk berjaga-jaga."
Temari kembali mengeluarkan sebuah obat dari dalam tas kecilnya. Tetapi bukan obat minum melainkan salep untuk dioleskan di lengan Shikamaru. Sedang Shikamaru sendiri, perlahan meminum obat yang diberikan padanya barusan. Setengah aqua botol habis dalam sekali tenggakannya. Shikamaru tidak haus, hanya saja ia tidak suka meminum obat. Walau obat tadi sangat kecil dan tidak terasa, tetapi sugesti sudah menanamkan kata pahit pada pikirannya.
"Ini, salep. Pakailah tipis-tipis tiga kali sehari. Tapi sebelumnya bersihkan dulu lengan kamu dengan air mengalir."
"Salep apa?"
"Sudah pasti salep untuk meredakan peradangan lengan kamu."Temari memutar bola mata malas. Apa perlu harus selalu dijelaskan seperti ini? Sudah jelas lelaki itu sedang mengalami alergi akibat tanaman beracun, tidak mungkin obat yang diberikan untuk mengobati penyakit yang lain.
"Terima kasih."
"Apa itu ucapan yang tulus dan ikhlas?"
"Mba mendengarnya bagaimana?"Shikamaru sedikit mencondongkan tubuhnya, berkata tepat didepan wajah Temari.
Hal itu membuat Temari terkejut, karena pikirnya, Shikamaru ingin melakukan hal aneh. Hampir saja tangan Temari melayang di wajah Shikamaru kalau lelaki itu tidak segera kembali pada posisinya.
Namun alih-alih menjawab, Temari malah bangkit dari duduk. Ia menghindar. Mengapa rasanya jadi sangat canggung?
"Terima kasih juga buat makanannya."
Gerakkan Temari untuk menutup tas kecilnya berhenti, ia menatap heran Shikamaru didepannya yang memasang sebuah senyum.
Melihat kebingungan Temari, Shikamaru akhirnya melanjutkan ucapannya. "Makanan yang mba kasih ke Gaara rasanya enak."
Masih menatap heran, Temari beralih menaruh kedua tangannya pada pinggang.
"Gaara?"
Shikamaru mengangguk sekali.
"Kamu teman Gaara?"
Shikamaru mengangguk lagi. Lalu kemudian ia berdiri, dan perlahan bergerak menjauhi Temari yang masih pada posisinya.
"Sekali lagi terima kasih obatnya." Namun sebelum benar-benar menghilang dari pandangan Temari, Shikamaru mengangkat tangannya tinggi-tinggi.
Shikamaru pikir, Temari tidak begitu buruk. Wanita itu tidak begitu 'seram' seperti yang dideskripsikan adiknya. Malah Shikamaru beranggapan kalau Temari memiliki hati yang hangat. Tentu saja, melihat bagaimana cara wanita itu memperlakukannya membuat Shikamaru terkesan. Mereka tidak saling kenal. Seperti yang dipikirkannya tadi. Paling mungkin jika bertemu mereka akan selalu salah paham seperti yang sudah terjadi. Tetapi respon terhadapnya barusan ternyata mampu menghapus nilai-nilai jelek Temari dimatanya.
Spontan langkah Shikamaru terhenti ketika selintas pikiran hadir begitu saja. "Lupa minta nomernya."
Kepalanya sedikit menoleh. Menimbang ingin kembali ke posko tadi lagi atau tidak. Jika ia nekat untuk kembali, apa yang akan dipikirkan Temari? Pun ditambah ia langsung meminta nomer teleponnya begitu saja. Berkenalan nama saja belum. Sudah jelas yang akan Shikamaru dapatkan adalah ocehan panjang lebarnya.
Mengurungkan niat, akhirnya Shikamaru melanjutkan langkah. Tetapi getaran di saku kembali memaksanya untuk berhenti. Ia merogoh kantung dan mengambil ponsel yang terhimpit disisi kanan celananya. Melihat nama Zabuza dilayar, Shikamaru mengerutkan kening.
KAMU SEDANG MEMBACA
Baby Breath
FanfictionSuatu hari bencana tsunami melanda Kota Kirigakure. Sakura memutuskan untuk membantu dengan mengikutsertakan diri menjadi relawan. Namun dalam perjalanan mengabdikan diri pada negara, luka lama yang belum benar-benar sembuh kembali terbuka. Hatinya...