Suara jarum jam berdetak keras memenuhi ruang gelap itu. Satu-satunya cahaya yang terlihat hanyalah pantulan dari cahaya lampu jalan yang menerobos masuk melalui jendela. Gorden yang menutupinya bergerak dan melambai. Angin kencang dari atas kusen meniupnya hingga melayang diudara.
Mata itu terbuka. Gesekan daun yang menyentuh jendela membuatnya terbangun dari tidurnya. Namun ia abaikan dan kembali memejamkan mata dengan posisi yang berbeda.
Satu menit setelahnya, lagi-lagi suara gesekan kembali mengusik. Kali ini terdengar seperti suara ketukan ringan. Ia terpaksa kembali membuka mata, dan memeriksa.
Gorden yang berkibar itu disingkap, pohon yang menjulang didepan rumahnya terlihat bergoyang. Angin bertiup kencang dan menerbangkannya.
Matanya masih terasa sepat, ia ingin kembali tidur, namun ia merasa haus, ia butuh minum. Tenggorokkannya terasa begitu kering.
Kakinya melangkah untuk keluar. Tangannya bersiap menekan gagang pintu. Namun dalam hitungan detik rasa sesak kembali menyapanya saat pintu itu terbuka. Ia telah berdiri didalam ruangan yang sangat dikenalinya.
Rasa sakit kembali menusuk tepat di jantungnya. Deru napas memburu. Oksigen disekitarnya seakan habis dan menipis. Suara-suara yang sangat tidak asing kembali menyapanya.
Ia menatap tangan yang dipenuhi oleh darah. Tubuhnya melemas, tangannya bergetar, air matanya turun dan mengalir tanpa henti. Ia terjatuh disana. Tulangnya sudah tidak kuat untuk menopang tubuh. Ruang di dadanya terpenuhi oleh rasa sesak. Ia ingin berteriak, namun tidak bisa. Suaranya tidak bisa terdengar bahkan oleh telinganya sendiri.
Suara yang mengusik, bunyi alat yang memekakkan telinga membuatnya kembali menjerit tanpa suara. Ia berusaha bangkit, ia ingin pergi, namun sia-sia. Semakin ia berlari semakin terdengar suara dan bunyi yang membuat rasa sesak didadanya bertambah berat.
Ia berteriak, terus berteriak, menutupi telinganya yang terus mendengar suara-suara menyesakkan itu.
Hingga sepintas cahaya terlihat, dan ia termakan olehnya.
"Berhenti!!!"
Sakura membuka matanya. Deru napasnya sedikit memburu. Seluruh tubuhnya dipenuhi oleh keringat. Dadanya terasa sesak dan berat.
Ia sedikit bingung dengan apa yang terjadi olehnya. Namun rasa yang menyelinap didalam dadanya mendesak air matanya untuk turun.
Sakura tidak mengerti, namun tangisannya tetap memecah. Diruang gelap dan sunyi itu ia membiarkan matanya berbicara.
.
.
.
Langit cukup temaram pagi ini. Meski waktu sudah menunjukkan pukul sebelas tidak ada cahaya matahari yang terlihat barang sekejap pun.Sakura memarkirkan mobilnya disalah satu toko. Seharusnya dihari libur seperti ini, ia bermanja dengan tempat tidur, namun lagi-lagi keperluan Katsuyu harus segera dipenuhi.
Makanannya habis, mau tidak mau Sakura harus merelakan waktu istirahatnya untuk membeli pangan Katsuyu di Toko Petshop dekat kantor. Mungkin sekalian membeli sabun, pasir, serta parfum untuk stok nanti.
Kakinya memasuki lebih dalam Petshop tersebut. Dengan langkah yang pasti ia bergerak kesisi kanan Petshop, dimana rak makanan tersusun rapih disana. Ia mengambil dua bungkus makanan kering berisi 1 kg ditambah empat kaleng makanan basah. Semua dimasukkan kedalam keranjang belanjaannya.
Kemudian kakinya kembali bergerak. Ia menuju rak sabun, dan mengambilnya satu. Tidak lupa dengan parfum agar bulu Katsuyu senantiasa harum.
Saat langkahnya menuju kesebelah kiri Petshop ia kembali dipertemukan oleh seseorang. Teman lamanya, Neji. Sakura segera menghampiri. Ia menyenggol lengan lelaki itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Baby Breath
FanfictionSuatu hari bencana tsunami melanda Kota Kirigakure. Sakura memutuskan untuk membantu dengan mengikutsertakan diri menjadi relawan. Namun dalam perjalanan mengabdikan diri pada negara, luka lama yang belum benar-benar sembuh kembali terbuka. Hatinya...