"Aku udah menceritakan semuanya sama kakak. Sekarang, biar aku pergi dulu. Kakak tunggu aja di posko, nanti pagi akan aku kasih tau kabarnya lagi."
Lima menit telah berlalu. Selama itu Sakura masih bernegosiasi kepada Naruto mengenai masalah ini. Sakura sudah menceritakan semua, termasuk apa yang telah dilakukannya kemarin malam hingga membuatnya menghilang dari posko. Tentu atas izin dari Sasuke. Tetapi Naruto masih tetap memaksa untuk ikut. Kenyataan mengenai pulau nagi masih sulit untuk diterimanya. Sama hal seperti Sakura kemarin.
"Gak, dek. Kakak harus liat sendiri dengan mata kepala kakak." Pungkas Naruto, berdiri dari duduknya diatas batu besar yang berada lima langkah dari pintu masuk goa. Sekeras apapun Sakura menyuruhnya untuk menunggu, Naruto tidak akan menyetujuinya dengan begitu saja.
"Semua ini masih diluar akal sehat kakak."
"Ya, kak. Ini memang kenyataan. Tapi sayangnya aku gak bisa bawa kakak kesana juga." Sakura mengikuti jejak Naruto yang berdiri disisi kiri.
"Kakak harus ikut. Gimana pun caranya, kakak harus melihat sendiri."
"Tapi kak--"
"Sakura. Terlepas dari kenyataan Pulau Nagi yang masih berpenghuni, kamu itu seorang perempuan. Kamu pergi kesana, bersama orang yang gak kamu kenal. Gimana bisa kakak membiarkan hal itu?"
"Mereka bukan orang asing." Sahut Sakura cepat. Walaupun diluar tampak seperti itu, kenyataannya Sasuke tidak lagi asing baginya.
"Kamu kenal mereka? Mereka teman kamu?"
Kenapa semua jadi merembet seperti ini? Kenapa jadi dirinya yang dibahas disini?
"Oke." Sahut Sakura ingin mengakhiri perdebatan yang telah melewati arah. Hari sudah semakin malam. Jika hal ini terus berlanjut, waktu mereka akan habis dengan percuma.
"Kakak tunggu disini dulu. Aku akan coba bilang sama mereka." Sakura berjalan meninggalkan Naruto. Sedangkan lelaki itu hanya menatap punggung Sakura dengan kedua tangan dipinggang.
Sakura melangkah mendekat pada Sasuke. Lelaki yang kini mengenakan jaket parasut dongker itu berada dipinggir pantai, berdiri berdampingan dengan Shikamaru. Sakura tahu Sasuke pasti akan menolak, mengingat kejadian awal tadi ketika ia ingin memberitahukan kebenaran pada Naruto saja Sasuke marah besar. Tetapi, Naruto tetap bersikeras, dan bila dilihat dari segi keuntungan sepertinya tidak ada salahnya kalau Naruto ikut. Toh Naruto bisa membantunya untuk merawat korban disana.
Selangkah lagi Sakura sampai ditempat Sasuke. Ia mengepalkan kedua tangannya dalam saku hoodie yang dipakai. Berhenti, lalu berbicara. Tidak, Sakura tidak ingin menyebut namanya. "Bisa kita bicara sebentar?"
Sasuke menoleh. Shikamaru pun ikut menghadap kearahnya. "Bagaimana kalau temanku ikut?" Tanya Sakura.
"Lagipula ia bisa membantu kita untuk merawat korban disana." Lanjutnya lagi dengan cepat.
Selama sepuluh detik tidak ada sahutan apapun dari Sasuke. Melihat itu, Shikamaru sedikit mengeluarkan pendapatnya. "Benar. Semakin banyak tenaga medis, akan semakin baik."
"Biarkan lelaki itu ikut, kapten. Tidak ada salahnya--"
"Ya." Sasuke memotong perkataan Shikamaru dengan satu kata itu. Ia kembali memutar tubuh, namun sebelum melangkah ia mengucapkan sesuatu. "Cepat, kalian hanya membuang waktu."
Shikamaru sedikit tersenyum pada Sakura dan merunduk untuk undur diri dari sana. Ia mengikuti jejak Sasuke yang kini tengah menuju perahu mereka.
Sakura menatap punggung Sasuke dengan perasaan aneh. Ia merasa bersalah karena hal ini. Kalau saja ia hati-hati, kalau saja ia lebih bisa menjaga sikap, pasti semua tidak akan seperti ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Baby Breath
FanfictionSuatu hari bencana tsunami melanda Kota Kirigakure. Sakura memutuskan untuk membantu dengan mengikutsertakan diri menjadi relawan. Namun dalam perjalanan mengabdikan diri pada negara, luka lama yang belum benar-benar sembuh kembali terbuka. Hatinya...