Forty Two

236 19 2
                                    

"Sekali lagi kakak minta maaf karena udah bicara tinggi tadi."

Suara Naruto terdengar kala isakan Sakura perlahan berhenti. Saat ini posisi mereka masih ditengah perjalanan menuju tempat mereka istirahat seperti biasa. Walau sudah tidak berada di sekeliling pepohonan yang menjulang tinggi, namun kegelapan masih menyelimuti jika saja senter Sakura tidak menyala.

"Aku yang seharusnya minta maaf, karena kakak malah jadi nemenin aku sekarang."

Naruto menipis jarak diantara mereka. Duduk disebuah batu yang posisinya lebih rendah dari batang kayu yang diduduki oleh Sakura.

"Apa ada yang bisa kakak bantu?"

Sakura menggeleng pelan. Matanya menatap manik biru Naruto yang setia mengarah kepadanya. Tidak ada seorang pun yang dapat membantunya dari masalah ini. Bahkan dirinya sendiri pun masih sulit untuk mengendalikan perasaan yang jauh terpendam dilubuk hatinya.

"Apa ini karena lelaki itu?"

Tatapab Sakura menghindar. Sudah jelas, pasti karena lelaki berwajah jutek tersebut. Naruto mengubah arah pandangan menjadi lurus menatap tanah menurun yang begitu gelap.

"Kalo dia nyakitin kamu lagi, bilang sama kakak. Kalo dia terus mengganggu kamu selama disini, bilang sama kakak. Sorry, bukannya kakak mau ikut campur. Hanya saja, gak menutup kemungkinan seorang lelaki bisa berbuat macam-macam dalam kesempatan kayak gini, walau dia itu mantan suami kamu sekalipun."

Alangkah terkejutnya Sakura saat mendengar penuturan Naruto. Spontanitas kepalanya langsung mengarah pada lelaki tersebut. Bagaimana bisa Naruto tahu bahwa Sasuke adalah mantan suaminya? Bukankah Ino bilang ia tidak mengatakan apapun kepada Naruto perihal Sasuke?

"Kak--"

"Ya, kakak udah tau. Dia mantan kamu. Jangan tanya dari mana kakak tau karena hal itu udah gak penting lagi saat ini."

Jelas Naruto salah. Jelas karena Naruto sudah tahu bahwa Sasuke adalah mantan suaminya, ini menjadi hal yang penting. Dari mana? Justru pertanyaan seperti itulah yang seharusnya Sakura tanyakan. Karena tidak ada siapapun yang tahu disini selain Ino, dan orang-orang disekitar Sasuke.

Oh, tidak, apakah ... Zabuza?

"Kakak gak tau tepat atau gak bicara ini sama kamu diatas kejadian yang terjadi sama kamu barusan. Tapi kakak udah gak bisa menahannya lagi."

Ada sedikit jeda sebelum Naruto kembali mengeluarkan suaranya lagi. Kali ini, disertai posisi tubuhnya yang berpusat pada Sakura.

"Ngeliat kamu nangis kayak tadi rasanya buat hati kakak juga ikut sakit. Karena kakak sayang kamu. Kakak sayang kamu dari dulu. Dari saat kita bertemu pertama kali di kantor. Bukan cuma sebagai teman, tapi lebih dari itu."
.
.
.
"Maaf sudah membuat kalian repot karena malam-malam kesini."

Tetua Miroku akhirnya membuka percakapan setelah berhasil menaruh beberapa camilan berbahan dasar singkong yang ditanamnya sendiri di samping rumah. Menatap satu persatu tiga pasang mata dalam keremangan cahaya dihalaman tersebut.

"Perjalanan menuju sini sulit kah?"

Miroku sadar, mengingat perlu perjuangan lebih untuk mencapai tempat ini, bukan tidak mungkin mereka yang telah diundangnya mengalami masalah dalam perjalanan.

"Syukurnya tidak."

Zabuza menjawab disertai senyuman.

"Mungkin hanya saat ini, kesempatan yang saya punya untuk berterima kasih kepada kalian semua. Mengingat waktu kita bertemu yang sangat terbatas."

Miroku menjeda kalimatnya, "pasti gak mudah untuk mencapai pulau ini. Apalagi mengingat bahwa pulau ini sudah tidak teraba oleh manusia lain, selain warga asli pulau sendiri.

Baby BreathTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang