Twenty

391 52 0
                                    

Sasuke kembali melirik arloji yang melingkar dipergelangan tangannya. Lalu memandang bergantian pintu goa yang begitu gelap. Sudah lebih dari satu jam ia berdiri seperti ini. Menunggu dengan gelisah seseorang yang sangat dinantikannya. Namun sampai sekarang, masih belum juga terlihat bayangannya.

Sasuke khawatir, Inari tidak bisa menemukan siapa orang yang dimaksud. Dan hal yang paling membuatnya resah, bagaimana kalau orang itu menolak untuk ikut? Sasuke melangkah dengan gusar kearah Shikamaru. Seharusnya, ia tadi mengatakan sendiri saja. Padahal mereka berbincang lama tadi.

"Sebenarnya siapa orang yang lo maksud?"

"Seorang relawan palang merah."

"Lo sendiri kenal?"

"Kalau gue gak kenal, gak bakal gue mengikutsertakan dia."

"Terus kenapa gak lo sendiri aja yang bilang? Kenapa malah nyuruh bocah laki-laki itu? Lo percaya sama dia? Seharusnya tadi lo aja yang nyamperin relawan itu."

"Iya, gue tau gue salah. Oke, sekarang gue akan kesana."

Sasuke berbalik. Ia berjalan cepat menuju pintu goa. Namun tanpa diduga, seseorang yang sedang ditunggunya datang. Sasuke sempat bernapas lega, tapi hanya untuk beberapa saat saja sebelum ia juga melihat siapa orang yang mengekor dibelakang anak lelaki itu. Mata Sasuke membulat seketika.

"Sasuke?"

"Sakura?"

Suara mereka terdengar secara bersamaan.

"Sakura ... kenapa ...?" Detik itu juga Sasuke mengalihkan pandangan kearah Inari. Ia meminta penjelasan melalui tatapannya. Namun anak itu malah menghindar dengan memutuskan kontak mata.

"Jadi, jadi ini rencana kamu?"

Sasuke beralih lagi menatap Sakura. Alisnya tertaut dalam, tidak mengerti dengan apa yang Sakura katakan.

"Jadi anak ini suruhan kamu?"

Sasuke menatap bergantian Sakura dan Inari.

"Kamu tega banget Sasuke. Ternyata kamu belum berubah. Kamu masih egois seperti dulu."

"Tunggu Tunggu." Sasuke mengangkat kedua tangannya kedepan dada. "Aku bener-bener gak ngerti apa yang kamu bicarakan. Tapi yang jelas kamu salah. Ini gak seperti yang kamu pikirkan."

"Ini udah larut, anak seusia dia seharusnya udah istirahat dengan orangtuanya. Tapi kamu malah nyuruh dia, berbohong pula, hanya demi keinginan kamu."

"Sakura."

"Aku masih gak ngerti jalan pikiran kamu. Apakah sepenting itu urusan kamu?"

"Ya. Sangat penting."

"Kamu belum berubah." Sakura membalikkan tubuhnya. Ia mulai melangkahkan kakinya, namun tertahan karena genggaman Sasuke.

"Aku pengen kembali."

"Gak. Gak bisa."

"Kenapa? Kenapa aku gak bisa kembali? Apa hak kamu melarang aku kembali?"

Sakura berusaha melepaskan tangannya dari cengkraman Sasuke. Ia bahkan sampai menggunakan tangan satunya untuk melepaskan jemari Sasuke yang mengeras dalam pergelangan tangannya.

"Sakura!"

Mendengar bentakkan Sasuke, Sakura menghentikan pergerakkannya. Napasnya menderu. Hatinya merasa sangat kesal. Tapi ia tidak tahu apa yang membuat hatinya sebegitu kesal seperti ini. Mereka saling menatap satu sama lain.

"Dengerin aku dulu. Ini penting. Ini sangat penting."

Tidak. Intonasi Sasuke berubah menjadi sangat lembut. Dan Sakura masih tidak bisa bila mendengar suara Sasuke yang seperti itu. Ia pun tidak bisa menatap lama-lama mata hitam yang pernah membuatnya jatuh dulu.

Baby BreathTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang