Dipikir bagaimana pun, Sasuke merasa menyesal karena sempat terbawa oleh emosi. Seharusnya, ia tidak perlu terpancing. Apalagi sampai menyakiti Sakura seperti itu. Meski Sakura tidak seratus persen salah. Namun apa yang Sakura katakan juga tidak benar. Kurangnya komunikasi adalah masalah diantara mereka.
Sasuke merasa kecewa, tentu ia juga marah atas kepergian putrinya yang sangat tiba-tiba. Seorang ayah mana yang tidak sedih ketika anaknya pergi untuk selamanya? Sungguh, Sasuke bersumpah tidak ada hal yang lebih menyakitkan daripada hal tersebut.
Tetapi, baru Sasuke sadari bahwa mungkin ia juga salah dalam hal ini. Sasuke salah karena mengambil langkah dengan menjauhi masalah berdasar dalil mencari ketenangan. Padahal bukan hanya dirinya, Sakura pun juga membutuhkan hal tersebut. Tidak ada manusia yang akan baik-baik saja saat ditinggalkan, dan Sasuke mengakui kesalahan fatalnya itu. Ditambah kurangnya intensitas bertemu antara dirinya dan Sakura yang menyebabkan kerenggangan. Hingga pada akhirnya semua hancur sampai detik ini.
"Ada apa?"
Dikeheningan langkah kaki mereka, suara Zabuza terdengar. Ya, mereka sudah kembali dari tempat Miroku. Karena fajar sebentar lagi tiba, maka mereka harus segera mengangkat kaki dari pulau ini.
Sasuke sedang tidak berselera untuk berbicara. Ia masih tercengang akan pertengkarannya kembali dengan Sakura tadi.
"Kakak tau kamu bertemu Sakura."
Sudah pasti Zabuza akan membahas hal itu. Sasuke paham benar. Dari tempatnya Sasuke melirik kearah Shikamaru yang berjalan lebih dulu disebelah Zabuza. Senternya mengarah kedepan, menunjuk jalan. Tapi Sasuke yakin bahwa Shikamaru juga menyimak perkataan Zabuza kepadanya.
Sasuke tidak mempermasalahkan hal itu. Shikamaru tahu keadaannya, bagaimana hubungan mereka dan perceraian yang sangat tidak disangka itu. Shikamaru mengikuti semua kisah hidup Sasuke. Hanya saja, Sasuke sedang malas membahas hal tersebut dihadapan orang lain lagi. Lebih tepatnya, Sasuke malas menceritakan kembali apa yang sudah terjadi tadi. Sasuke hanya ingin segera pulang dari pulau ini, dan melupakan semuanya.
"Terjadi sesuatu kan? Dia pergi begitu aja."
Masih bergeming dengan mulut terkatup, Sasuke enggan menjawab kembali perkataan Zabuza.
Hembusan napas panjang terdengar. Zabuza lah yang melakukannya. Entah ia bereaksi atas kebisuan Sasuke, atau tentang topik pembicaraan saat ini. Tapi mendengar kelanjutan dari penuturan Zabuza, Sasuke mematahkan pemikiran pertamanya.
"Berurusan dengan wanita memang gak ada habisnya. Dia pasti masih mengungkit bukan?"
"Aku gak ingin membahas itu lagi."
Sepertinya memang Sasuke harus menanggapi Zabuza. Jikalau tidak, pasti lelaki yang sudah dianggap sebagai kakaknya itu terus mengoceh sampai perjalanan ini usai.
"Seperti dia yang paling tersakiti saja."
Dapat Sasuke dengar bahwa Zabuza mendecih. Tampak sangat kesal dan benci dengan Sakura. Sasuke tidak tahu apa yang membuatnya seperti itu, tetapi Sasuke beranggapan bahwa itu mungkin terlalu berlebihan. Bukan hanya Sakura, Sasuke menyadari bahwa dirinya juga salah disini.
"Tenang. Kakak punya banyak kenalan." Tangan Zabuza merangkul pundak Sasuke. "Setelah ini selesai, kakak akan mengatur kencan untuk kamu."
Mereka saling menatap satu sama lain. Tampak Sasuke sedikit tidak suka dari raut wajahnya. Hal itu juga dilontarkan dengan kalimat singkatnya.
"Gak perlu."
"Oh, ayolah. Masa kamu gak mau kalah dengan Sakura? Dia aja sudah bisa melupakan kamu. Seharusnya kamu juga harus melupakan dia. Kamu itu harus buktikan, kalau perpisahan kalian sama sekali tidak membuat kamu menderita."
KAMU SEDANG MEMBACA
Baby Breath
FanfictionSuatu hari bencana tsunami melanda Kota Kirigakure. Sakura memutuskan untuk membantu dengan mengikutsertakan diri menjadi relawan. Namun dalam perjalanan mengabdikan diri pada negara, luka lama yang belum benar-benar sembuh kembali terbuka. Hatinya...