Forty Eight

178 16 3
                                    

"Ini bukan kesalahan, Ra. Gue beneran sayang sama lo, lebih dari sekedar temen."

Sakura membeku. Untuk sepersekian detik ia seperti lupa bagaimana cara untuk bernapas. Ditambah hangatnya tubuh Sasuke yang mendekap, Sakura serasa tidak tahu harus merespon bagaimana. Apa ini nyata? Apakah orang dihadapannya ini nyata? Sasuke, seorang lelaki yang berhasil mengambil separuh hatinya, mengatakan sepenggal kata yang tidak mampu Sakura cerna.

Napas Sakura sedikit memburu. Reflek manusiawi dari debaran dalam dadanya akibat Sasuke. Ia sangat bersyukur disini gelap. Kalau tidak, wajahnya pasti terlihat sangat aneh.

Disaat Sasuke melepaskan pelukan, disaat itu pula Sakura baru tersadar bahwa ia masih berdiri diatas bumi. Ia mengerjapkan mata beberapa kali tanpa sadar.

"Ra."

Sakura hanya bergumam. Ia beralih pandang menatap Sasuke dalam keremangan.

Tolong seseorang sadarkan Sakura saat ini juga! Jika memang Sakura telah bermimpi, tolong siapapun bangunkan dirinya.

"Gue duluan."

Ketika kata itu terucap, disaat itu pula langkahnya berlanjut. Tanpa menatap Sasuke lagi, Sakura berlalu begitu saja. Tidak. Bukan maksud Sakura mengabaikan, hanya saja, ia merasa malu. Sakura amat sangat malu.

Disisi lain Sasuke pun hanya tertawa kecil melihat tingkah Sakura. Sasuke tahu pernyataannya sangat tidak bisa disangka. Sasuke memahami reaksi dari Sakura atas pernyataan cintanya yang sangat tiba-tiba. Ia hanya memandang kepergian Sakura dengan senyuman tulus yang hanya bisa ia berikan kepada orang terdekatnya.
.
.
.
Matahari sudah terbit. Sakura tahu itu. Dering alarm pun sudah berbunyi sejak satu jam yang lalu. Namun tidak ada niat sedikit pun dari Sakura untuk segera bangun. Ditambah selimut yang masih membaluti seluruh tubuhnya, Sakura seperti tidak peduli sudah pukul berapa saat ini.

Ponsel Sakura bergetar. Sakura tahu itu dari siapa. Sejak semalam, ia belum menyentuh sedikit pun benda pipih itu. Membuat pesan yang masuk teronggok begitu saja pada notifikasi.

Sakura tidak berani. Sakura takut berharap terlalu tinggi. Ia tidak ingin kejadian kemarin terulang kembali. Bagaimana jika perkataan Sasuke tadi malam hanya main-main? Bukankah Sakura akan terjatuh untuk kedua kalinya?

Masih mengasingkan diri dibawah selimut, Sakura kembali memejamkan matanya. Sakura sedikit terkejut dengan suara yang kembali terdengar. Bukan, ini bukan suara notifikasi ponselnya, melainkan suara dari ibunya.

"Ya ampun jam segini masih selimutan?"

Sakura segera menyingkirkan selimut. Menatap takut ibunya seperti melihat sosok hantu. Sejak kapan ibunya masuk? Kenapa tidak ada suara decitan pintu?

"Udah jam berapa ini?"

Pukul enam dua puluh. Sakura tahu, karena ia sudah bangun sejak dua jam yang lalu.

"Kamu gak sekolah?"

Jika Sakura sekolah, ia pasti akan bertemu Sasuke. Jika ia bertemu Sasuke, apa yang harus dilakukannya?

"Aku gak enak badan."

Sakura memutar posisi menghadap samping. Ia tidak ingin sekolah. Oh tidak, mungkin tepatnya ia hanya tidak ingin melihat Sasuke.

"Jangan bohong. Badan kamu gak panas. Kamu udah kelas tiga, sebentar lagi lulus. Gimana kalo ketinggalan pelajaran?"

Sakura tidak mempunyai pilihan lain.

Baby BreathTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang