Eighteen

372 60 0
                                    

"Sak."

Sakura menoleh pada Tenten yang tengah menutup resleting tas miliknya.

"Kamu kalo mau ke kantin duluan aja. Aku mau ke kelas Neji sebentar, mau balikin ini."

Tenten berdiri dari kursi kayu disisi Sakura. Tanpa menunggu jawaban lagi, perempuan itu langsung bergegas meninggalkan tempat duduknya. Tangannya menggenggam sebuah buku tulis tanpa sampul yang merupakan milik Neji.

Sakura tahu mengembalikan buku hanya menjadi alasan Tenten saja agar bisa menemui Neji dikelas sebelah. Padahal mereka bisa saja berjalan bersamaan ke sana, karena letak kantin dengan kelas lelaki itu hanya dibatasi oleh perpustakaan saja. Tapi Tenten lebih memilih ke sana sendiri tanpa Sakura.

Ia paham, semenjak mereka menjalin hubungan, Tenten memang lebih sering bersama dengan Neji, seakan Sakura terlupakan begitu saja. Bukan, bukannya Sakura tidak menyukai hal itu, tetapi Sakura merasa sedikit tidak nyaman saja. Apa memang seseorang dapat berubah apabila memiliki kekasih seperti halnya Tenten? Sakura tidak mendapat jawaban, karena ia sendiri belum pernah merasakannya.

Sakura belum pernah yang namanya menjalin hubungan. Jangankan menjalin hubungan, dekat dengan yang namanya lelaki saja ia tidak pernah. Satu-satunya lelaki yang Sakura sukai sejak usia 13 tahun hanyalah Sasuke.

Sakura pernah berpikir bahwa saat itu mungkin perasaan tersebut hanyalah rasa suka semata karena ketampanan Sasuke. Tetapi seiring berjalannya waktu, ternyata ia semakin tidak bisa menyangkalnya. Sakura semakin sering memikirkan Sasuke. Bahkan ketika seorang lelaki mulai mendekatinya belum lama ini, Sakura selalu teringat akan Sasuke.

Sempat berharap bahwa lelaki itu adalah Sasuke, maka ia tidak akan berpikir dua kali untuk menerima ajakannya menjalin hubungan. Sayangnya, lagi-lagi kenyataan membangunkannya dari mimpi.

Sasuke. Mendengar namanya saja hati Sakura sudah berdebar.

Sakura berjalan perlahan dikoridor depan kelas. Ia telah berencana hanya akan membeli minuman saja, sebab sedang tidak merasa lapar. Juga, ia tidak ada teman makan disana. Rasanya sangat risih apabila harus makan sendirian.

Langkah Sakura terhenti seketika ketika ia berpapasan dengan Sasuke didepan pintu kelas. Matanya sedikit terkejut, namun dalam sekian detik selanjutkan Sakura tersenyum menyapa lelaki itu. "Sas."

"Ra."

"..."

"Mau ke kantin?"

Sakura tersenyum diiringi dengan anggukkan ringan. "Iya."

"Sendiri? Tenten? Ah iya, tadi sama Neji ya."

"Mereka gak di dalem?"

"Gak, keluar tadi. Gak tau kemana."

Sakura mengangguk paham. Mereka tidak bersuara lagi, dan suasana menjadi sangat canggung. Sakura mendadak bingung harus berbicara apalagi.

"Sas, duluan ya." Sakura tersenyum dengan memperlihatkan barisan giginya. Setelah mendapat anggukkan ia pergi meninggalkan lelaki itu yang kembali melanjutkan jalannya.

Hubungan mereka sedikit membaik semenjak ajakan nonton kala itu. Meskipun tidak sedekat kata 'teman' seperti biasanya. Paling tidak apabila mereka bertemu, atau berpapasan seperti tadi, Sasuke sudah mulai menyapa dirinya. Walaupun terkadang hanya panggilan nama. Tetapi Sakura menyukainya, Sakura sangat suka saat mendengar Sasuke memanggilnya dengan 'Ra'.
.
.
.
"Ten, kamu ada catetan soal ini gak? Duh catetan aku kemana ya?"

Baby BreathTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang