Pagi itu truk militer kembali datang dengan membawa barang dari para donatur. Sebelum melanjutkan pencarian ke daerah selatan Sasuke beserta rekannya yang lain turut menurunkan barang-barang yang memenuhi badan dari truk hijau tersebut. Menaruh dan meletakkannya pada posko milik pemerintah untuk nanti bisa dibagikan secara merata kepada korban.
Terdapat belasan kardus berukuran besar, setengah diantaranya adalah sandang untuk para pengungsi dan korban. Dalam bencana seperti ini, keperluan sandang hampir sama dibutuhkannya seperti keperluan pangan. Maka donasi dari para donatur tidak pernah berhenti berdatangan sejak dua hari yang lalu.
Tepat ketika meletakkan satu buah kardus berukuran besar dengan Gaara, ponsel dalam saku celana loreng Sasuke bergetar. Tangannya segera menggapai, dan saat itu juga ia mengangkatnya.
"Ya?"
Tidak ada salam atau pun basa-basi, Sasuke langsung bertanya dengan satu kata seperti biasanya ketika teman lelakinya itu menghubungi. Ada apa gerangan pagi-pagi seperti ini?
"Sas."
Suara yang menyahut ternyata bukan suara yang ia pikirkan, melainkan suara serak dari Chiyo yang entah mengapa begitu dirindukannya.
"Mbah? Kenapa?"
"Kamu udah makan?"
Kasih sayang seorang nenek memang lebih besar dan nyata untuknya daripada kasih sayang orangtua. Chiyo selalu mengkhawatirkan dirinya dan bertanya keadaanya lebih sering daripada orangtuanya sendiri. Sasuke merasakan perbedaan itu sendiri, bahkan ketika ia masih tinggal dengan orangtuanya dahulu.
"Belum. Sebentar lagi, aku masih harus menurunkan barang dari donatur. Kenapa emang mbah?"
Sasuke memundurkan langkah saat tubuhnya menghalangi jalan rekan yang lain yang hendak membawa sebuah paket kardus.
"Gapapa. Mbah lagi makan disini sama Suigetsu, trus keinget kamu."
"Enak tuh, kayaknya." Ucap Sasuke dengan senyuman.
Ia memberikan kode kepada Gaara untuk pergi dari sana yang segera disambut dengan anggukkan kepada.
"Pasti lah. Ketagihan deh lo kalo nyoba masakan gue."
Sasuke tertawa ringan menanggapi kalimat Suigetsu. "Kalo bohong tau tempat kenapa sih."
"Dih, mbah, gak percaya."
"Iya, Sas, mbah tadi dibantu Suigetsu."
"Masih gak percaya?"
"Awas mbah, entar sakit perut." Sahut Sasuke seraya berjalan keluar posko.
"Yee ... Belom nyobain aja lo masakan gue."
"Bisa dia bisa. Keren loh sas, potong sayurannya aja sampe sekecil potongan cabe."
"Bukannya mbah yang suruh begitu?"
"Mbah nyuruhnya sedeng. Tapi kamu malah kekecilan potongnya."
"Emang ini kecil, sedeng ah. Mbah kan aku tanya abis itu, 'mbah segini bukan gedenya?' Trus mbah jawab 'iya'."
Sasuke hanya diam mendengar perdebatan antara Chiyo dan Suigetsu.
"Kamu gak nanya."
"Dih mbah. Orang aku nanya sampe berkali-kali. Lupa kali mbah ya."
Ekspresi wajah Suigetsu terbayang dalam kepala Sasuke saat mendengar kalimat itu.
"Ahaha ...."
KAMU SEDANG MEMBACA
Baby Breath
FanfictionSuatu hari bencana tsunami melanda Kota Kirigakure. Sakura memutuskan untuk membantu dengan mengikutsertakan diri menjadi relawan. Namun dalam perjalanan mengabdikan diri pada negara, luka lama yang belum benar-benar sembuh kembali terbuka. Hatinya...