Forty Five

154 15 7
                                    

"Lo tau dari mana?"

Sasuke menghentikan langkah. Ekspresinya tampak terusik. Mungkin jika ada orang yang melihat, mereka akan beranggapan bahwa Sasuke tengah marah. Jelas sekali dari kerutan dikedua alisnya.

"Apanya?"

Entah hanya perasaan Sasuke, atau memang Neji telah berubah. Lama tidak berbincang sepertinya membuat Neji menjengkelkan. Sasuke tahu bahwa Neji hanya basa-basi saja. 

"Kalo Sakura disini."
"Oh, dari sepupu gue."

Sepupu?

"Dia rekan kerja Sakura. Mereka menjadi relawan disana."

Sasuke mendengarnya sambil lalu. Pantas Neji tahu dimana keberadaan Sakura. Sasuke pikir, Neji selalu berhubungan dengan Sakura selama ini. Melihat nama kontak Neji yang saat itu berada dalam notifikasi ponsel Sakura. Tetapi meski begitu, kenyataan tersebut masih belum membuat hati Sasuke lega. Entah karena apa.

"Memang Sakura gak cerita?"

Tepat. Inilah pertanyaan yang sangat Sasuke hindari. Pembahasan yang entah mengapa membuat Sasuke resah. Sasuke merasa bingung mau menjawab bagaimana.

Apakah ia harus berterus terang bahwa mereka sudah berpisah? Bagaimana tanggapan Neji kalau tahu mereka sudah tidak bersama lagi? Terlebih, Sasuke tidak pernah membicarakan masalah ini kepada sahabat sekolahnya dulu itu. Apakah Neji akan kecewa sebab tidak diberitahu?

Mulut Sasuke sudah terbuka untuk menjawab pertanyaan Neji. Namun satu tepukan dipundak menghentikannya. Sasuke menoleh dan mendapati Sara dengan senyuman. Sekali lagi, sepertinya Tuhan memang belum mau Sasuke mengungkapkannya kepada Neji.

"Jadi bener kamu, Sas."

Sasuke sedikit mengangguk seakan menanggapi perkataan Sara dihadapannya. Lalu kemudian, ia kembali memusatkan perhatian pada sambungan ditelinga.

"Ji, bentar ya. Gue ada urusan dulu. Nanti kalo udah senggang gue telepon lagi."
"Oh, oke. Gue tunggu ya."

Tanpa menjawab kembali, Sasuke memutuskan sambungan itu.

"Aku dari tadi pengen nyapa, tapi takut salah orang. Eh ternyata memang kamu."

Sasuke menanggapi perkataan Sara sambil lalu. Tatapannya tampak kosong dan memandang sembarang arah. Tidak. Sasuke tidak malu dengan perceraiannya. Hanya saja, Sasuke tidak suka bila ada yang membahas hal itu lagi. Biarlah yang lalu menjadi masa lalu dan tidak perlu diungkit kembali.

"Sas."

Sasuke sedikit terkejut ketika lengannya dipegang oleh Sara. Ia ikut memerhatikan balutan perban pada lengannya seperti Sara. Saat ini Sasuke hanya memakai kaos dongker dengan lengan pendek. Maka dari itu lukanya terpampang jelas dan siapapun dapat melihatnya.

"Luka kamu gimana? Udah diganti perban lagi? Terakhir kapan?"
"Dua hari lalu."

Spontan Sasuke menjawab. Terakhir kali yang mengganti perban adalah Naruto, rekan Sakura. Sasuke tahu siapa nama lelaki itu, meski mereka tidak saling berkenalan, tetapi ia sedikit mencuri dengar percakapan Naruto dan Zabuza saat mereka di pulau nagi.

"Ganti sendiri?"
"Bukan. Dengan orang lain."

Wajah Sara berubah. Sara masih merasa bersalah, karena menyebabkan Sasuke mendapat luka itu.

"Ikut aku."

Tanpa menunggu jawaban Sasuke, Sara menarik tangan Sasuke kearah gedung shelter. Awalnya Sasuke hendak menolak, namun melihat tarikan tangan Sara padanya membuat niat tersebut batal dan mengudara. Sasuke membiarkan Sara menuntunnya sampai pada lantai satu gedung shelter. Disini tampak sepi, maksudnya sudah tidak seramai saat ia pertama kali melihatnya.

Baby BreathTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang