Fifty One

233 15 2
                                    

Entah sudah mimpi apa Sakura kemarin malam, sebab hari ini Sasuke datang ke rumahnya. Mereka memang sudah membuat janji ingin bertemu di hari minggu. Tetapi tidak dirumahnya seperti ini. Sakura pikir Sasuke tidak tahu alamat rumahnya, maka ia mengatakan untuk berjumpa di minimarket dekat sekolah saja. Tetapi belum sampai Sakura mengirim pesan akan berangkat menuju tempat janjian, Sasuke sudah tiba didepan rumahnya.

Tentu itu sebuah masalah. Pasalnya ayahnya sedang ada di rumah. Sakura yakin pasti banyak pertanyaan yang akan dilontarkan ayahnya kepada Sasuke. Mengingat begitu random kelakukan sang ayah.

Benar saja ketika Sakura keluar untuk menjemput Sasuke, sang ayah malah mengikutinya juga. Mana bisa Sakura langsung pergi begitu saja. Jelas Sasuke ditarik menuju ruang tamu oleh sang ayah. Sakura sempat khawatir ayahnya menyingung persoalan kakak Sasuke. Karena Sakura sangat tahu, Sasuke paling sensitif berbicara mengenai hal itu. Tetapi tidak. Sakura sempat bersyukur karena akhirnya ia dan Sasuke akan segera pergi. Namun sang ayah malah mengeluarkan papan shogi dari dalam rumah.

"Akhirnya ayah punya teman main juga."

Begitu lah perkataan Kizashi saat meletakkan papan kotak-kotak di atas meja. Tidak menghiraukan wajah memerah Sakura karena menahan malu dan kesal dalam satu waktu.

Satu jam habis hanya untuk permainan itu. Meski Sakura sudah melangsir ke kamar, namun belum juga ayahnya menyudahi permainan. Sakura sudah rapih sejak tadi. Ia tidak mau polesannya luntur karena berkeringat menunggu mereka bermain. Meski ia hanya memakai bedak saja, tapi jenuh juga menunggunya. Ketika melihat Sasuke berhasil memenangkan permainan, Sakura langsung berdiri dari duduknya di kursi panjang di sana.

"Sudah. Boleh kami pergi, ayah?"

Baru Sakura hendak mengambil tangan Sasuke, ayahnya menahan.

"Tunggu. Sekali lagi."

"Ayaahh ... Sasuke kesini kan mau pergi sama aku. Bukan main sama ayah."

"Sekali lagi."

"Sekali atau dua kali lagi juga sama aja. Ayah tetep kalah."

Tatapan didapati Sakura oleh Kizashi. "Ayah bukan kalah. Tapi mengalah."

Sakura memutar bola mata sebal. Sasuke hanya diam melihat perdebatan alot ayah dan anak itu. Sasuke tidak tahu harus bereaksi seperti apa. Tetapi diam-diam dalam hati ia menyesal tidak menuruti perkataan Sakura untuk bertemu di minimarket dekat sekolah saja.

"Ayo, Sas. Satu putaran lagi."

"Ayah."

Semua menoleh pada suara yang datang dari dalam. Tidak terkecuali dengan Sasuke.

"Ibuuu ...."

"Ayah udah. Mereka mau pergi. Nanti kesiangan."

Kizashi menghembuskan napasnya pelan. Dilihatnya Sakura dan Sasuke secara bergantian.

"Jangan lama-lama." Mata Kizashi beralih pada Sasuke dihadapannya. "Inget omongan saya tadi."

Anggukan singkat Sasuke menyudahi permainan itu. Akhirnya Sakura dapat bernapas lega karena bisa mengeluarkan Sasuke dari genggaman ayahnya.

Bukan Sakura tidak suka. Hanya saja Sakura sangat tahu bagaimana sifat ayahnya. Kizashi tidak akan berhenti bila keinginannya belum tercapai, yaitu memenangkan permainan. Sebab egonya sangat tinggi, persis seperti Sakura.

"Maaf ya."

Hanya itu yang bisa Sakura katakan diatas semua kejadian ini. Mereka sudah dijalan. Saat ini menunjukkan pukul sebelas siang. Sangat beruntung karena cuaca tidak terlalu terik.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 18 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Baby BreathTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang