Pukul dini hari lapangan Institut Kesehatan Byakugou terlihat ramai. Terdapat tiga mobil yang terparkir disana. Salah satunya adalah milik Naruto yang kini baru saja keluar setelah memarkirkan tepat disisi pohon beringin yang sedikit rimbun. Naruto menggendong tas dalam punggungnya, dan menarik koper pada sebelah tangannya. Ia menghampiri Sakura yang kini tengah memasukkan koper sama seperti miliknya kedalam mobil lain.
"Naruto, apa semua sudah sampai?"
Suara Tsunade muncul dari sisi Naruto. Lelaki itu menolehkan kepalanya, dan disusul dengan tubuhnya yang perlahan menghadap Ketua Jurusan Institut Kesehatan Byakugou itu.
"Kurang tau, Bu. Saya belum lama sampai."
"Jadwal yang akan berangkat pagi ini saya, kamu, Sakura, Hinata, Ino, dan ... satu lagi siapa?"
"Kagura Karatachi, mahasiswa."
"Oh, oke. Anak itu sudah sampai?"
"Belum, eh itu sepertinya bu." Naruto menunjuk dengan matanya pada seseorang yang tengah berjalan kearah lapangan. Tsunade serta merta mengikuti arah pandang lelaki itu.
"Hayuk, buru, masukkan barang-barang kamu di mobil." Ucap Tsunade seraya memperpendek jaraknya dengan mahasiswa tersebut.
Disaat yang bersamaan sebuah mobil kembali datang. Ino adalah penumpang dalam mobil Xenia hitam itu. Seorang lelaki keluar membukakan pintu untuk Ino. Itu Sai, suami dari Ino Yamanaka.
"Dua minggu cuma sebentar, kan? Ah, kenapa aku jadi bimbang begini." Ino menghela napasnya. Ia menatap Sai yang tengah membawa keluar barang miliknya.
"Iya sayang, tenang aja. Aku gapapa kok. Sekarang kamu fokus aja sama niat kamu."
Sai menaruh koper Ino diatas lapangan yang disinari lampu putih.
"Jaga diri baik-baik. Satu yang paling penting, jangan lupa untuk makan." sebelah tangannya mengelus wajah Ino.
"Maaf, aku jadi gak bisa layanin kamu dua minggu ini." Ino menurunkan ekspresinya.
Setelah menjalani kehidupan berumah tangga, melayani kebutuhan Sai seperti menyiapkan makanan, pakaian, atau hal lain adalah salah satu kegiatan yang sangat ia sukai. Namun dalam dua minggu ini ia tidak akan bisa melakukan hal yang menyenangkan hatinya itu.
"Ya ampun, gapapa. Kamu kok jadi gini? Kemarin melas-melas minta ikut, giliran diizinin malah begini. Aku gapapa. Sebelum sama kamu juga aku kan tinggal sendiri."
Bukan. Bukan seperti itu kegelisahan yang Ino maksud. Ia menatap mata Sai yang ada dihadapannya.
"Yaudah, ayo. Udah ditungguin." Sai mulai menarik koper milik Ino.
Sedangkan Sakura disibukkan dengan ponselnya. Tsunade menyuruh untuk menghubungi siapapun yang belum datang. Karena jadwal keberangkatan mereka sudah hampir mencapai batasnya. Belum perjalanan menuju bandara yang memakan waktu sekitar satu jam. Hanya Hinata saja yang belum terlihat batang hidungnya sedari tadi.
Sakura menempelkan layar pada daun telinga, namun yang didapat adalah suara yang lain. Ponsel Hinata sedang tidak aktif. Mau bagaimana pun cara untuk menghubunginya tetap saja percuma bila ponselnya tidak menyala.
Sakura teringat akan sesuatu. Ia segera mencari kontak seseorang yang mungkin bisa menghubungkannya dengan Hinata. Setelah suara sambungan ketiga, sebuah suara menyapanya.
"Assalamualaikum. Halo? Neji?"
"Iya? Waalaikumsalam."
"Ini Sakura."
"Iya Sak, ada apa?"
"Maaf ya ganggu gelap-gelap gini."
"Gapapa, santai aja."
KAMU SEDANG MEMBACA
Baby Breath
FanfictionSuatu hari bencana tsunami melanda Kota Kirigakure. Sakura memutuskan untuk membantu dengan mengikutsertakan diri menjadi relawan. Namun dalam perjalanan mengabdikan diri pada negara, luka lama yang belum benar-benar sembuh kembali terbuka. Hatinya...