20. Darrendra

5.2K 667 9
                                    

AS YOU WISH, DOUBLE UP!!🍃

Revan tersungkur, tepat setelah anak buah Vito menarik paksa dirinya. Sedangkan tidak jauh dari posisinya, sosok Vito tampak tertawa remeh sebelum akhirnya membawa langkahnya mendekat.

Vito tersenyum, tangannya bahkan terangkat untuk mengusap surai sosok di hadapannya. Tapi sayang, semuanya tidak berlangsung lama— setidaknya tepat setelah tangan kekar tersebut menjambak kuat rambut Revan.

Revan meringis, matanya bahkan terpejam seraya menikmati setiap rasa sakit yang ia terima. Rasa pening mulai menguasi, tapi meskipun begitu sosoknya tidak ingin terlihat lemah untuk sekarang.

Vito kembali berdiri, netranya terlihat mengamati sosok Revan begitu intens. Ia tidak percaya jika Revan adalah adik dari seorang Darrendra Aldebaran.

"Gue punya satu permintaan buat lo, ya— itupun kalau lo masih mau hidup" ujar Vito seraya mencengkram kuat dagu sosok dihadapannya.

"Lo pikir gue peduli?" Balas Revan dengan santainya, tidak peduli jika perkataannya bisa saja membuat amarah Vito semakin memuncak.

Lagipula ia sudah sering mendapat perlakuan serupa, jadi kalaupun ia mati— toh tidak akan ada yang peduli. Apalagi mengingat jika keberadaannya tidak pernah di anggap sama sekali.

"Berani lo ya?"

"Kenapa gue harus takut sama lo? Emang lo siapa? Tuhan? Engga kan? Jadi gue gak punya alasan buat takut sama orang kaya lo!" Balas Revan santai lengkap dengan seringaiannya.

Bugh

Satu pukulan sukses membuat Revan kembali tersungkur, tangannya bahkan terluka karena bergesekan langsung dengan aspal. Revan meringis, tapi meskipun begitu sosoknya masih berusaha untuk segera bangkit.

"Segitu doang kemampuan lo?"

"Lo nantangin gue?" Seakan - akan terpancing, Vito bahkan tidak peduli lagi jika tindakannya mungkin telah melampaui batas.

Sosoknya terlihat menarik kasar kerah baju Revan, membantingnya ketembok dan langsung mengunci pergerakannya. Sedangkan Revan? Laki - laki tersebut hanya bisa tersenyum pelan seraya menikmati setiap rasa sakit yang ia terima.

"Lo tau sekarang lo lagi berhadapan sama siapa?" Tanya Vito penuh penekanan, satu tangannya terangkat untuk menekan kuat dada Revan, sedangkan satu tangannya lagi masih ia gunakan untuk mengunci pergerakan sosok di hadapannya.

"Gue bahkan gak pernah peduli sama sekali, mau lo Alvito, orang hutan, setan, bahkan genderuwo sekalipun gue gak peduli. Gak penting"

"Lo ya—" geram Vito seraya mengangkat tangannya ke udara, sedangkan Revan? Laki - laki tersebut hanya bisa memejamkan matanya pelan. Sudah siap jika wajahnya mungkin akan menjadi pendaratan pertama dari tangan Vito.

Tapi sayang, semuanya tidak seperti yang Revan bayangkan. Karena kini sosok Vito justru jatuh tersungkur di bawahnya. Revan mengernyit sebelum akhirnya tersenyum tipis. Seharusnya ia tidak lupa jika saat ini masih ada sosok yang tengah berjuang untuk menyelamatkannya. Darrendra, kakanya.

"Are u okay?"

"I'm okay, thank u" balas Revan di sisa - sisa kesadarannya.

"Bela diri lo jago juga, anak buah gue aja sampe kalah semua" ujar Vito yang sukses membuat Darren kembali mengalihkan atensinya. Dapat ia lihat jika saat ini sosok Vito tengah berdiri seraya menyeringai pelan kearahnya.

"Kali ini mungkin lo menang, tapi gue ingetin sekali lagi. Setelah ini hidup lo gak bakal aman, terutama buat lo Revan" ujar Vito sebelum akhirnya beranjak pergi dari sana. Meninggalkan Darren yang hanya bisa mengepalkan tangannya kuat - kuat.

"Dahi lo luka, Darr" ujar Revan seraya mengamati wajah lebam kakaknya, tangannya bahkan terangkat untuk menyentuh kening sang kakak.

"Lo baik - baik aja kan?" Tanya Darren seraya menyentuh pundak sang adik, netranya terlihat mengamati wajah Revan yang kian memucat, belum lagi dengan nafasnya yang tidak teratur. Jujur, Darren benar - benar takut saat ini.

"Ree? Lo gak jawab pertanyaan gue. Lo gak papa kan?"

"Gue gak papa, cuma lemes dikit aja"

"Vito ngapain lo tadi?" Tanya Darren yang sukses membuat Revan mengulum senyum tipisnya. Tidak bisa ia pungkiri jika dirinya menyukai sikap Darren saat ini.

"Kenapa senyum?"

"Apa gue harus sakit dulu biar lo peduli sama gue, Darr? Kalau jawabannya iya, no problem. Gak papa gue sakit, asal lo bisa sehangat ini sama gue" ujar Revan lengkap dengan senyum tipisnya.

"Ngomong apa sih, lo?"

"Udah lupain aja, gak penting juga kan?" Ujar Revan lengkap dengan senyuman tipisnya. Seharusnya ia tidak usah berharap terlalu tinggi, seharusnya ia sadar diri jika dirinya bukanlah siapa - siapa.

Darren menghela nafas pelan, tangannya terangkat untuk mengusap pelan surai adiknya. "Gue liat lo di jambak Vito, masih sakit?"

"Lo lihat?"

"Bukan cuma liat, tapi gue juga khawatir"

"Lo khawatir?"

"Kakak mana coba yang gak khawatir, Ree?"

"Gue gak papa kok"

"Bukan masalah gak papanya, tapi gue masih belum terima kalau lo di gituin sama Vito"

"Kalau lo lupa, gue udah sering ngerasain hal lebih dari itu" ujar Revan yang sukses membuat Darren terdiam sejenak.

"Maafin gue"

"Bukan salah lo, kok"

"Seharusnya gue bisa lindungin lo tadi, kalaupun ada yang nyakitin lo—" ujar Darren seraya menggantung kalimatnya, netranya terlihat mengamati manik coklat adiknya.

"Yang boleh cuma gue" lanjutnya yang sukses membuat Revan mengulum senyum tipisnya.

Setidaknya untuk sekarang Revan mengakui sebuah fakta. Darrendra benar - benar misterius, tidak ada yang bisa menebak apa yang di inginkan oleh sosok itu. Kadang sosoknya lembut, kadang sosoknya juga kasar. Tapi meskipun begitu, Revan sangat menyayangi sosok tersebut.

—Revan—

Buat yang jomblo jangan sedih sedih lagi ya☺️

R E V A NTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang