"Lo udah makan?" Tanya Raska seraya membawa langkahnya mendekat kearah Revan.
"Gue gak laper"
"Udah malem, lo ngapain diem disini?" Tanya Raska seraya mengamati keadaan sekitar. Waktu bahkan sudah menunjukkan pukul sepuluh malam, sedangkan toko sudah di tutup beberapa menit yang lalu.
"Gapapa, lo sendiri ngapain kesini? Bokap lo mana?"
"Gue nyariin lo, Ree"
"Nyariin gue?"
"Mau pulang sekarang?" Tanya Raska yang langsung di jawab anggukan tipis oleh Revan. Tapi sebelum benar - benar pergi, sosoknya sempat mengalihkan atensinya kearah angkasa.
"Kenapa?"
"Langitnya mendung, bahkan gue gak bisa liat bintang dari sini" balas Revan lengkap dengan nada kecewanya. Mengabaikan jika saat ini sosok Raska hanya bisa mengulum senyum tipisnya.
"Sama kaya lo, Ree. Bahkan dari tadi lo gak ada senyum sedikitpun"
"Hah?"
"Lo mikirin apa lagi?" Tanya Raska yang sukses membuat Revan kembali termenung. Ia bahkan tidak mengerti dengan dirinya sendiri, entah kenapa Revan merasa jika sedari tadi perasaannya tidak tenang.
Berkali - kali nama Darren muncul dalam pikirannya. Bahkan jika boleh jujur, Revan sangat merindukan sosok tersebut. Tapi ia sadar, setidaknya untuk saat ini ia tidak ingin egois. Jika kebahagian mereka adalah kepergiannya, lalu untuk apa Revan bertahan?
"Ree?"
"Gue gak papa"
"Bohong, gue tau kalau sekarang lo lagi gak baik - baik aja, Ree"
Revan tersenyum, seharusnya ia tidak lupa jika saat ini dirinya memiliki Raska. Satu - satunya sosok yang paling mengerti dirinya. Jadi percuma jika Revan mengatakan dirinya baik - baik saja, karena pada akhirnya Raska dapat menebaknya dengan mudah.
"Lo tau ga? Sikap lo yang kaya gini justru ngingetin gue sama sahabat - sahabat gue" lirih Revan tanpa mengalihkan atensinya sedikitpun kearah Raska.
"Sahabat?" Tanya Raska yang langsung dijawab anggukan pelan oleh Revan.
"Vano sama Adrian. Percaya atau engga, dulu gue cuma punya mereka. Disaat semua orang ngebenci gue, mereka justru pasang badan buat ngelindungin gue" ujar Revan seraya mengingat kembali bagaimana kedekatan mereka dulu.
"Lo mau ketemu mereka?"
"Emang boleh?"
Raska terkekeh pelan menanggapinya, "Kalau lo lupa, gue bahkan rela ngelakuin apapun asal lo bahagia"
"Lo ikut ya?"
"Gue?" Tanya Raska yang langsung dijawab anggukan oleh Revan.
"Lo ikut ya, nanti gue kenalin ke mereka"
"Tapi gue takut kalau mereka gak bisa nerima gue" ujar Raska, sedangkan Revan? Laki - laki tersebut hanya bisa mengulum senyum tipisnya. Tangannya bahkan terangkat untuk menepuk pelan pundak Raska.
"Mereka bahkan gak punya alasan untuk gak nerima orang sebaik lo, Ras. Ikut gue ya?"
"Tap—"
"Ikut gue ya?" Tanya Revan sekali lagi. Sosoknya bahkan menatap penuh harap kearah Raska.
"Iya gue ikut" ujar Raska pada akhirnya. Revan tersenyum tipis sebelum akhirnya berhambur kepelukan sosok di hadapannya.
"Sekarang kita pulang ya? Papa udah nungguin" ajak Raska yang langsung dijawab anggukan oleh Revan. Keduanya tampak beranjak dari duduknya sebelum akhirnya membawa langkahnya pergi dari sana.
"Om udah nunggu dari tadi?" Tanya Revan tepat setelah netranya tidak sengaja melihat sosok Fahri sedang berdiri di depan kap mobilnya.
"Gak kok, om baru aja keluar dari toko" balas Fahri lengkap dengan senyum hangatnya.
"Yaudah kalau gitu kita pulang sekarang ya pa?" Raska mulai ikut menimpali.
"Kalian yakin mau pulang naik motor? Cuacanya lagi mendung loh. Mending naik mobil, terus motornya kalian taruh disini aja" ujar Fahri yang langsung dijawab gelengan cepat oleh Revan. Raska yang mengerti akan ketakutan Revan langsung membuka suara.
"Kita naik motor aja, pa. Revan masih trauma naik mobil" balas Raska yang sukses membuat Fahri mengusak pelan kedua rambut putranya.
"Yaudah kalau gitu kalian hati - hati ya"
"Siap laksanakan pa"
"Iya om"
***
Sedangkan disisi lain, kini sosok Darren baru saja keluar dari rumah sakit sekitar dua jam yang lalu. Tapi, bukannya langsung pulang— laki - laki tersebut justru membawa langkahnya menuju sebuah taman. Lebih tepatnya taman yang dulu sering ia kunjungi bersama Revan.
Dengan ditemani ayahnya, Darren terlihat menikmati keadaan sekita dalam diam. Mengabaikan jika saat ini cuaca mungkin bisa di bilang tidak baik - baik saja. Langit mendung, dan sebentar lagi mungkin akan turun hujan.
"Darr, kita pulang ya? Bentar lagi hujan, papa gak mau kalau kamu sakit lagi" Wira kembali mengingatkan, sedangkan Darren? Laki - laki tersebut lebih memilih untuk abai. Karena yang sekarang ada di pikirannya hanya Revan.
Sebentar lagi hujan, Darren bahkan tidak tau dimana Revan sekarang. Apakah laki - laki tersebut sudah makan, dan apakah laki - laki tersebut baik - baik saja.
"Lo dimana sekarang, Ree? Bentar lagi hujan" lirih Darren pelan, kali ini dirinya benar - benar khawatir mengingat jika Revan sangat membenci hujan.
"Kita pulang ya?" Ajak Wira yang sukses membuat Darren mengalihkan atensinya kearah Wira sebelum akhirnya mengangguk pelan sebagai jawaban.
Tapi, baru saja mereka akan membawa langkahnya pergi. Tiba - tiba Darren tidak sengaja melihat keberadaan sosok yang sedari tadi ia pikirkan. Bahkan disini, bukan hanya Darren yang melihat— melainkan Wira juga.
"Revannn—" teriak Darren yang sukses membuat sosok yang saat ini berada tidak jauh darinya sontak mengalihkan atensinya.
—Revan—
KAMU SEDANG MEMBACA
R E V A N
Teen Fiction"Kalau jalan tu pake mata, ngerti kata hati-hati ga sih?" -Darrendra Aldebaran "Ya gimana mau hati hati, orang mata gue aja lo tutupin gini" -Revan Aldebaran Start ; 07 Januari 2021 Finish ; 14 April 2021