60. Berakhir

5.1K 511 23
                                    

"Papa udah pulang"

"Iya gue tau"

"Hmm"

"Lo gak ada niat ngusir gue kan?" Tanya Darren seraya mengalihkan atensinya kearah Revan.

"Kalau iya pun, lo juga gak bakal pergi kan?" Balas Revan yang sukses membuat Darren mempoutkan bibirnya lucu.

"Jadi lo beneran mau ngusir gue?"

"Tadinya sih, tapi gajadii" balas Revan enteng. Mengabaikan jika saat ini Darren hanya bisa mengernyitkan alisnya bingung.

"Kenapa?"

"Gue baru inget kalau lo gak punya rumah di Bandung" balas Revan yang sukses membuat Darren mengulum senyum tipisnya.

"Gue mungkin gatau udah berapa kali gue bilang ini sama lo. Tapi jujur, gue bahkan masih ngerasa bersalah banget sama lo, Ree" lirih Darren seraya menatap sendu kearah adiknya. Sedangkan Revan? Laki - laki itu hanya bisa tersenyum sebelum akhirnya meraih tangan Darren.

"Lo tau kalau gue paling gak bisa marah sama lo, Darr. Jadi please berhenti bilang kalau ini semua salah lo"

"Tap—"

"Kita udah lama gak ketemu, lo yakin cuma mau bahas ini doang? Karena jujur, gue udah capek dengernya" ujar Revan yang sukses membuat Darren mengulum senyum tipisnya.

"Gue kangen lo, Ree"

"Jangan kangen, berat lo gak akan kuat"

"Gue seriusss"

Revan terkekeh sebelum akhirnya mengangguk pelan sebagai jawaban, "Gue juga kangen lo"

"Lo tau ga? Gue ngerasa kalau gue satu - satunya orang terbodoh di dunia ini, Ree. Gue hampir aja kehilangan lo, tapi gue bersyukur kalau tuhan masih ngijinin gue buat memperbaiki semuanya" Lirih Darren yang sukses membuat Revan terkekeh. Ia bahkan tidak tau bagaimana perasaannya saat ini. Seharusnya ia senang bukan? Tapi kenapa rasanya ia justru berbeda?.

"Gue belum sembuh, Darr. Dan gue bahkan gatau bisa sembuh atau engga" balas Revan lengkap dengan senyuman tipisnya.

"Gue gak mau tau, lo harus sembuh Ree"

"Kita punya keinginan, tapi semesta punya kenyataan. Dan gue? Gue bahkan gatau gimana takdir gue nantinya, Darr"

"Apapun yang terjadi nanti, gue janji kalau gue gak bakal ninggalin lo, Ree"

"Kalau gue yang ninggalin lo, gimana?" Tanya Revan yang sukses membuat Darren terdiam cukup lama. Sosoknya masih berusaha untuk mengerti dengan apa yang baru saja Revan katakan.

"Gue gak bakal biarin itu semua terjadi, Ree"

Revan tersenyum, netranya menatap sendu kearah Darren. "Kalau bukan karena Raska, gue mungkin udah gak ada sekarang"

"Lo deket banget ya sama Raska?"

"Gue bahkan gabisa ngungkapinnya pake kata - kata, Darr. Raska itu beda"

"Apa kasih sayang lo sama Raska jauh lebih besar daripada sama gue?"

"Kenapa nanya gitu?"

"Mau tau aja"

Revan mengangguk, "Gue gatau, yang jelas gue sayang banget sama kalian. Kalaupun bisa, gue bahkan gamau kehilangan salah satu dari kalian"

"Kalau papa?"

"Gue mungkin masih kecewa sama papa. Tapi untuk saat ini gue masih berusaha buat ngertiin semua. Papa ngelakuin semuanya pasti ada alasannya kan? Meskipun kelewatan tapi gapapa. Seenggaknya ada hikmah yang bisa gue petik dari sana" balas Revan lengkap dengan senyuman tulusnya.

"Tapi tadi kenapa lo cuek banget sama papa?"

Revan terkekeh, "Sebenernya gue seneng, Darr. Tapi entah kenapa rasanya canggung banget. Lo tau kan kalau ini adalah hari yang paling gue tunggu dari dulu? Jadi bohong kalau misalnya gue bilang gak seneng sama sekali"

"Papa udah berubah, Ree"

"Iya gue tau"

"Papa bahkan rela donorin darahnya buat lo"

"Iya gue tau"

"Setelah lo tau semuanya, apa lo gak ada niat buat balik kerumah lagi?" Tanya Darren yang sukses membuat Revan menghela nafas pelan. Karena jujur, dirinya bahkan belum berpikir sejauh itu. Ia pulang, tapi disisi lain dirinya juga tidak mungkin meninggalkan Raska. Bukankah mereka sudah berjanji untuk saling bersama?.

"Gue belum kepikiran sampai sana, Darr"

"Lo boleh pulang kok, Ree" ujar Raska yang sukses membuat Revan seketika mengalihkan atensinya. Raska tersenyum sebelum akhirnya membawa langkahnya mendekat, tangannya bahkan terangkat untuk mengusak pelan rambut Revan.

"Gue udah janji kalau gue gak bakal ninggalin lo, Ras"

"Kata siapa lo bakal ninggalin gue?"

"Maksud lo?"

"Gue bisa sering - sering main kerumah lo, dan kita juga bakal satu sekolah nantinya. Jadi secara gak langsung kita bakal tetep sama - sama nantinya" balas Raska lengkap dengan senyuman tipisnya. Meskipun tidak rela, setidaknya untuk saat ini Raska tak boleh egois. Revan berhak bahagia bersama keluarganya.

"Tap—"

"Ree, bukannya ini emang keinginan lo dari dulu? Kalau bisa jangan di sia - siain"

"Thank's Ras, gue gak bakal pernah lupain kebaikan lo" ujar Revan sebelum akhirnya berhambur kepelukan Raska.  Mengabaikan jika saat ini sosok Darren hanya bisa mengulum senyum tipisnya.

Raska orang yang baik.

"Gue beruntung punya kalian" ujar Revan seraya mengalihkan atensinya kearah Raska dan juga Darren secara bergantian.

"Kita juga beruntung punya lo, Ree" balas Darren dan juga Raska kompak. Ketiganya kembali berpelukan, lengkap dengan senyum kebahagiaan yang kini terbit di bibir mereka masing - masing.

Sedangkan disisi lain, sosok Wira dan juga Fahri hanya bisa mengulum senyum tipisnya. Tidak bisa di pungkiri jika saat ini mereka juga tak kalah bahagianya.

"Saya harap semuanya bakal baik - baik aja"

"Untuk selanjutnya, Revan hanya perlu kemoterapi rutin"

"Apa kamu yakin jika Revan bisa sembuh hanya dengan kemoterapi?"

"72%"

Revan

R E V A NTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang