"Ada yang mau ketemu kamu, Ree" ujar Fahri yang sukses membuat kedua sosok yang saat ini mengernyitkan alisnya bingung. Terutama Revan, setaunya di Bandung ia bahkan tidak mengenal siapapun selain Fahri dan juga Raska. Lalu siapa yang ingin menemuinya?
"Siapa pa?" Setelah cukup lama terdiam, Revan akhirnya kembali membuka suara.
"Papa dan juga kakak kamu!" Ujar Fahri yang sukses membuat Revan semakin bingung. Beda halnya dengan Raska, karena sekarang? Laki - laki tersebut justru mengulum senyum tipisnya.
"Maksud papa?"
"Gak usah pura - pura oneng, bokap lo sama Darren ada di depan" ujar Raska santai, mengabaikan jika saat ini sosok Revan hanya bisa membulatkan matanya tak percaya.
"Jangan ngadi - ngadi lo. Mana mungkin mereka kesini? Gue tau bang—"
"Revan" potong seseorang yang sukses membuat Revan menghentikan kalimatnya. Suara itu, Revan tidak cukup bodoh untuk tidak mengenali pemilik suara tersebut. Suara yang biasanya meneriaki namanya dengan penuh amarah, kini justru terdengar cukup lembut dan sarat akan kasih sayang. Revan menitikkan air matanya sebelum akhirnya memilih mengalihkan atensinya kearah sumber suara tersebut.
"Papa?"
"Papa dateng nak" serunya lembut, langkahnya ia bawa mendekat diikuti oleh Darren yang saat ini hanya bisa mengamati sosok Revan dalam diam. Entah kenapa lidahnya terasa kelu, ia bahkan merasa tidak pantas dan tidak memiliki tempat lagi dihati Revan saat ini.
Fahri yang sedari tadi mengamati hanya bisa menghela nafas pelan sebelum akhirnya tersenyum tipis. "Yaudah, kalian ngobrolnya bertiga dulu ya. Biar Papa sama Raska tunggu di luar"
"Papa bener, gue tunggu di luar ya?" Raska menimpali, namun baru saja dirinya hendak pergi dari sana, buru - buru Revan menahannya.
Revan menggeleng, tanda jika dirinya tidak ingin ditinggalkan oleh Fahri maupun Raska. Tangannya bahkan menggenggam kuat tangan Raska, tidak peduli jika saat ini tindakannya tidak luput dari pengelihatan Darren.
"Kalian disini aja"
"Tapi kalian perlu bicara bertiga, dan papa? Papa gak punya hak buat ikut campur disini" Fahri berusaha menjelaskan, sedangkan Revan? Laki - laki tersebut memilih untuk tetap keras kepala.
"Kalian udah nganggep aku keluarga kan? Jadi aku mohon, kalian jangan pergi"
"Revann"
"Jangan pergi, atau aku gamau ketemu mereka" ujar Revan seraya mengalihkan atensinya kearah Wira dan juga Darren secara bergantian.
"Ree—"
"Udah gapapa, kalian disini aja" Wira menengahi. Setidaknya untuk saat ini ia cukup memahami kedekatan Revan dengan Fahri dan anaknya.
Fahri menghela nafas pelan sebelum akhirnya tersenyum tipis. Sejujurnya ia merasa tidak enak dengan Wira, tapi disisi lain dirinya juga tidak bisa menolak permintaan Revan.
"Udah seneng lo sekarang?" Tanya Raska seraya mengacak pelan rambut Revan. Sedangkan Revan? Laki - laki tersebut hanya bisa menunjukkan cengiran khasnya.
"Keliatannya kalian cukup deket" Wira mulai membuka topik, karena jujur— saat ini rasanya bahkan sangat canggung.
"Revan udah saya anggep kaya adik saya sendiri, Om" balas Revan lengkap dengan senyuman tipisnya. Mengabaikan jika saat ini sosok Revan tengah mencari posisi nyaman di bahunya.
"Gimana keadaan lo sekarang?" Setelah sekian lama, akhirnya Darren buka suara. Pengelihatannya bahkan tidak luput dari kedekatan Raska dan juga Revan.
"Udah baikan" balas Revan lengkap dengan gaya santainya. Tapi meskipun begitu, terlihat jelas jika saat ini Revan tengah menjaga jarak dari Wira dan juga Darren.
"Papa minta maaf, Ree. Papa ngaku salah sama kamu" Wira menimpali, air matanya bahkan mulai berkaca - kaca. Sedangkan Revan? Laki - laki tersebut justru memilih untuk abai. Karena jujur, dirinya benar - benar lelah dengan yang namanya drama.
"Papa gak usah minta maaf. Papa gak salah, lagipula semuanya udah lewat. Jadi lupain aja, toh aku juga bukan siapa - siapanya papa" balas Revan yang sukses membuat Raska membelalakan matanya. Bagaimana tidak? Bukannya Revan sudah tau semuanya? Lalu untuk apa dirinya harus berpura - pura lagi?.
"Lo anak kandung papa, Ree" Darren berusaha menjelaskan, mengabaikan jika saat ini sosok Wira hanya bisa menundukkan kepalanya.
"Kenapa bisa? Jelas - jelas gue anak dari hasil perselingkuhan mama"
"Semuanya gak bener. Selama ini papa udah bohongin lo. Tapi meskipun gitu, sekarang papa udah nyesel, Ree. Lo maafin kita ya?" Ujar Darren yang sukses membuat Revan terkekeh sinis.
"Yaudah kalau gitu lupain aja. Lagipula gue gak pernah marah sama kalian. Jadi gak usah ngerasa bersalah gitu. Malu diliatin"
"Revan" Fahri berusaha mengingatkan. Ia hanya tidak ingin jika Revan sampai lepas kendali. Sedangkan Revan? Laki - laki tersebut justru mengulum senyum tipisnya, berusaha meyakinkan jika dirinya bisa mengatasi semuanya.
"Ngga, Ree. Gue tau kalau sekarang lo marah sama gue"
"Dulu mama sempet bilang sama gue, mau sejahat apapun orang sama gue, gue jangan sampe ikut jahat. Dan sekarang? Gue lagi nerapin kata - kata mama" balas Revan lengkap dengan nada santainya. Lagi, untuk yang kesekian kalinya Revan harus membohongi perasaannya sendiri. Ia terluka, tapi dipaksa untuk bersikap sedewasa mungkin oleh keadaan.
Seolah - oleh mengerti dengan keadaan yang tercipta saat ini, sosok Raska justru menarik pelan bahu Revan sebelum akhirnya merengkuhnya pelan. Berharap dengan cara tersebut dirinya mampu memberikan sedikit kekuatan untuk sosok tersebut. "Gapapa, tindakan lo udah bener"
Revan tersenyum, sebelum akhirnya mengangguk pelan sebagai jawaban. Setidaknya untuk saat ini, dirinya beruntung memiliki sosok seperti Raska sebagai kakaknya.
—Revan—
KAMU SEDANG MEMBACA
R E V A N
Teen Fiction"Kalau jalan tu pake mata, ngerti kata hati-hati ga sih?" -Darrendra Aldebaran "Ya gimana mau hati hati, orang mata gue aja lo tutupin gini" -Revan Aldebaran Start ; 07 Januari 2021 Finish ; 14 April 2021