69. Perihal Steak

3.1K 378 25
                                    

Revan membawa langkahnya menuruni anak tangga rumahnya, tangannya ia rentangkan— berusaha mengusir rasa ngantuk yang sedari tadi menyerangnya. Revan bahkan lupa, entah sudah berapa kali ia menguap dari tadi. Salahkan saja Darren, karena jika bukan karena Darren ia mungkin tidak akan tidur selarut itu tadi malam.

Revan bahkan baru mengetahui jika Darren jauh lebih galak daripada guru - gurunya disekolah. Belum lagi tangannya begitu ringan ketika harus menggampar kepalanya. Revan menghela nafas pelan sebelum akhirnya melanjutkan langkahnya.

Revan berdecak, setidaknya tepat setelah netranya menangkap keberadaan Darren di meja makan. Sosok tersebut bahkan terlihat biasa saja, seperti tidak memiliki rasa bersalah sedikitpun.

"Lesu banget tuh muka"

"Gimana ga lesu kalau gue baru aja tidur jam tiga tadi"

"Kamu tidur jam tiga?" Kali ini Wira menimpali, sedangkan Revan? Laki - laki itu hanya bisa mengangguk pelan sebagai jawaban.

"Gara - gara Darren, pa"

Wira terkekeh sebelum akhirnya mengusak lembut rambut putranya, "Duduk dulu"

"Papa tumben belum berangkat" ujar Revan seraya mengambil tempat disamping sang kakak.

"Kebetulan papa ada senggang pagi ini, jadi berangkatnya agak siang" ujar Wira yang langsung dijawab anggukan pelan oleh Revan.

Revan kembali menguap, mengabaikan jika saat ini sosok Darren hanya tertawa kecil menanggapinya.

"Mau berangkat sama gue atau sama papa?"

"Sama lo aja deh"

"Tumben, biasanya juga sama papa" ujar Wira seraya mengalihkan atensinya kearah sang putra.

Revan terkekeh, "Berangkat sama papa jalannya kayak keong! Ngeselin"

"Makannya lain kali berangkat sama gue aja. Tar gue kasih tau gimana rasanya terbang sambil naik motor" ujar Darren lengkap dengan nada sombongnya. Mengabaikan jika saat ini sosok Wira tengah menatap horor kearah putra sulungnya.

Merasa di tatap Darren buru - buru menunjukkan cengiran khasnya, tangannya bahkan terangkat membentuk tanda peace, "kiddiing pa. Lagipula skill aku belum sekeren itu hehe"

"Awas aja kalau macem - macem, nih!!" Ujar Wira seraya mengangkat kepalan tangannya ke udara. Mengabaikan jika saat ini sosok Darren hanya meringis pelan menanggapinya.

"Naik motor sama lo bahaya. Bukannya sampe di tujuan, yang ada gue masuk liang lahat duluan" ujar Revan yang sukses membuat Darren melayangkan pukulan kearahnya. Tidak keras, tapi tetap saja rasanya akan sakit.

Revan mengerucutkan bibirnya, tangannya bahkan terangkat untuk mengelus bekas pukulan kakanya tadi. "Untung lo kakak gue, coba kalau engga?"

"Kalau engga kenapa?"

"Udah gue telfon tuh malaikat maut buat jemput lo!"

"Sialan lo"

"Malah berantem, nih sarapannya dimakan dulu" ujar Wira seraya meletakkan makanan yang baru saja ia buat di meja makan.

"Ini serius kita sarapannya pake steak pa?"

"Orang kaya mah bebas" ujar Wira lengkap dengan nada tengilnya. Tidak peduli jika saat ini kedua putranya tengah menatap malas kearahnya.

"Kemarin temen aku ada yang kaya gitu, eh besoknya berubah jadi tikus" celetuk Revan yang sukses membuat tawa Darren lepas begitu saja. Mengabaikan jika saat ini sosok Wira hanya bisa menjatuhkan rahangnya tidak percaya.

Bagaimana mungkin dirinya bisa memiliki putra setidak tau diri ini? Oh ayolah rasanya Wira ingin sekali mengutuk kedua putranya menjadi cacing.

"Itu steaknya kenapa gak di makan?" Tanya Wira, setidaknya tepat setelah netranya tidak sengaja melihat si bungsu hanya menatapi makanannya dengan bingung.

"Aku lagi mikir"

"Mikir?" Kali ini Darren tampak menimpali.

"Makan steak doanya sama gak sih kaya makan nasi?" Balas Revan dengan polosnya. Mengabaikan jika saat ini, baik Wira maupun Darren hanya bisa menjatuhkan rahangnya tak percaya.

Oh ayolah, disini mereka yang bodoh atau memang Revan yang memiliki gangguan jiwa? Rasanya kesabaran mereka benar - benar di uji langsung jika sedang berhadapan dengan Revan.

"Pa, sejak kapan setan kalau makan baca doa?" Darren kembali menimpali dengan pertanyaan konyolnya. Sedangkan Wira? Laki - laki tersebut hanya bisa mengacak rambutnya frustasi.

Sepertinya ada kesalahan teknis waktu ia dan istrinya menciptakan kedua putranya. Karena alih - alih menjadi anak yang baik hati dan tidak sombong, yang ada justru kebalikannya.

"Mama kalian ngidam apa sih dulu? Papa heran, kok yang lahir malah modelan kaya gini"

"Bukan masalah ngidamnya, Pa. Tapi waktu masukin anu ke anu baca mantranya udah bener belum?"

"Revan!!"

"Maksud aku masukin steak nya ke mulut pa. Kaya gini contohnya" ujar Revan seraya langsung mencontohkan cara makan steak yang baik. Darren yang sedari tadi mengamati hanya bisa menahan tawanya.

"Gak usah aneh - aneh kamu!" Ujar Wira yang sukses membuat Revan menaik turunkan alisnya.

"Makannya papa punya otak tuh jangan di bawa traveling mulu. Pikirannya kemana - mana kan?" Ledek Darren lengkap dengan tawa kecilnya.

"Kaliann ya—"

"Apasih papaku yang ganteng? Kok mukaknya jadi merah gitu? Setau aku muka papa itu kaya bakso, bukan tomat!" Ujar Revan lagi, sedangkan Darren? Laki - laki tersebut bahkan sudah tidak bisa menahan tawanya lagi.

Menggoda Wira merupakan salah satu hal yang paling mereka suka. Apalagi setelah semuanya membaik. Ya, semoga saja nama mereka tidak di masukkan kedalam list anak durhaka oleh ayahnya.

"Yang ketawa siap - siap aja uang jajanya papa potong!" Ujar Wira yang sukses membuat Revan dan juga Darren seketika menghentikan aksi tertawanya. Mengingat jika Wira tidak pernah main - main dengan perkataannya.

"Aku tampan, aku diam" ujar Darren sebelum akhirnya melanjutkan aksi makannya. Saking asiknya menggoda Wira, dirinya bahkan sampai lupa jika steak di hadapannya ternyata jauh lebih menggoda.

"Uang jajan jangan di potong ya, Pa" ujar Revan seraya mengedip - ngedipkan matanya lucu. Berharap dengan cara seperti itu ia dapat meluluhkan ayahnya.

"Hm"

"Okee, aku anggep papa setuju!" Balas Revan lengkap dengan cengiran khasnya. Mengabaikan jika saat ini Wira hanya bisa menggelengkan kepalanya heran.

Meskipun menyebalkan, Wira juga tak bisa bohong jika dirinya beruntung memiliki putra seperti Revan dan juga Darren. Wira sadar semenjak istrinya meninggal, hanya mereka satu - satunya harta yang Wira punya. Jadi percaya atau tidak, dirinya bahkan menyayangi kedua sosok tersebut tanpa kata tapi.

Wira akan menebus semua kesalahannya pada Revan, dengan cara membuat putranya tersebut bahagia.

—Revan—

NOTE :

Buat yang ngerasa ga asing sama bagian ini, true banget. Because ceritanya aku ambil dari cerita aku yang lagi satu. Judulnya troublemaker yang cast nya Zidan sama Zeo.

Tapi udah aku unpublish gara" ganemu alur yang pas. Banyak juga yg demo gara" gasuka ada pelakor wkwk. Jadi gara" insecure aku milih buat unpublish. Dan sekarang? daripada ceritanya kebuang sia - sia, makannya aku masukin kesini :)

R E V A NTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang