41. Revan Yang Ceria

4.3K 598 25
                                    

"Rumah om gede juga ya"

"Percuma gede kalau om selalu ngerasa kesepian"

"Om tinggal sendiri?" Tanya Revan yang langsung di jawab anggukan pelan oleh Hardi.

"Istri sama anak om tinggal di Bandung"

"LDR dong om"

"Yagitulah, tapi gapapa sih karena tiap bulannya mereka selalu nyempetin buat dateng ke Jakarta"

"Anak om cewek?"

"Kenapa? Jangan bilang kamu mau ngebet anak om?"

"Berarti anak om cewek?"

"Cowok sihh" balas Fahri lengkap dengan kekehannya. Mengabaikan jika saat ini sosok Revan hanya bisa memutar bola matanya malas.

"Kalau cowok ngapain juga om bilang kalau aku bakal gebet anak om"

"Siapa tau kan"

"Aku masih sehat, maaf"

Fahri terkekeh, tangannya bahkan terangkat untuk mengusak pelan rambut Revan. "Kamu mirip banget sama Raska, gak ada beda sedikitpun"

"Anak om namanya Raska?"

Fahri mengangguk, "Bahkan kalau di lihat - lihat kayaknya dia seumuran kamu"

"Ohhhh"

"Kamu masih sekolah?"

"Masih om, tapi kayaknya aku bakal cuti dulu deh. Seenggaknya sampai semuanya membaik"

"Om salut sama kamu, Rev"

"Namanya juga hidup om, kaya gimanapun alurnya kita cuma bisa jalanin aja kan?" Ujar Revan yang sukses membuat Fahri tersenyum tipis.

"Kamu lanjut aja sekolahnya, nanti om bantuin"

"Ga deh om, aku gak mau ngerepotin om terus - terusan. Di kasik kerja sama tempat tinggal aja udah untung buat aku"

"Tapi sekolah itu penting, Revan"

"Tapi aku kan harus kerja, om"

"Kamu bisa kerja sepulang dari sekolah"

"Om serius?"

"Meskipun kita baru kenal, tapi om udah nganggep kamu kayak anak om sendiri Revan" ujar Fahri yang sukses membuat Revan mengulum senyum tipisnya.

Bolehkah saat ini ia mengatakan jika dirinya bahagia? Ia bahkan tidak pernah menyadari jika dirinya akan bertemu sosok sebaik Fahri. Disaat keluarganya justru tidak pernah menganggapnya ada, Fahri justru melakukan hal yang sebaliknya.

Revan tersenyum sebelum akhirnya berhambur kepelukan Fahri. Tidak peduli dengan respon sosok tersebut nantnya, yang jelas untuk saat ini Revan hanya ingin memeluk sosok tersebut. Setidaknya, selain Vano dan juga Adrian— kini ia memiliki sosok Fahri yang tulus menerima keberadaannya.

"Makasi ya om"

"Makasi?"

"Seenggaknya karena om aku bisa ngerasain kasih sayang seorang ayah" ujar Revan yang sukses membuat Fahri tersenyum tipis. Tangannya bahkan terlihat membalas pelukan Revan.

"Kalau kamu mau, kamu bisa anggap saya ayah kamu"

"Kadang aku berpikir kalau di dunia ini udah gak ada lagi orang baik. Dan sekarang tuhan buat aku sadar, kalau gak semua orang itu jahat"

"Contohnya Om" lanjut Revan lengkap dengan senyum tulusnya. Sedangkan Fahri? Laki - laki tersebut hanya bisa tersenyum tipis sebelum akhirnya mengusap pelan rambut Revan.

"Mending sekarang kamu mandi, habis itu temenin om makan"

"Aku makan juga?"

"Menurut kamu?" Tanya Fahri yang sukses membuat Revan menggaruk tengkuknya tak gatal. Bukan apa - apa, dirinya hanya merasa tidak enak jika merepotkan Fahri terlalu banyak. Sedangkan Fahri, seolah mengerti sosoknya langsung menepuk pelan pundak Revan.

"Jangan sungkan, anggep aja rumah sendiri"

"Tap—"

"Gausah banyak tapi - tapian"

"Tap—"

"Revan, kalau kamu belum tau di belakang rumah om ada kandang buaya loh"

"Terus kenapa om?"

"Kalau kamu ngomong tapi lagi, jangan salahin kalau om bakal masukin kamu kesana" ujar Fahri yang sukses membuat Revan meneguk kasar lidahnya.

"Jangan lah om, gini - gini aku juga gak mau mati muda"

"Nurut makannya"

"Okedeh Revan nurut aja, daripada jadi santapan buaya kan?" Balas Revan lengkap dengan cengiran khasnya.

"Kalau gitu masuk kamar gih, bersih - bersih habis itu temenin om makan"

"Masuk kamar ya Om?"

"Yakali om nyuruh kamu masuk kandang buaya, Rev"

"Bukan itu masalahnya"

"Terus?" Tanya Fahri lengkap dengan kernyitan di alisnya. Sedangkan Revan? Laki - laki tersebut hanya bisa menghela nafas pelannya.

"Om mah, belum juga tua - tua banget tapi udah pikun kayak kakek - kakek" ledek Revan lengkap dengan tawa kecilnya. Mengabaikan jika saat ini sosok Fahri hanya bisa menggaruk tengkuknya yang tak gatal.

"Om kan belum ngasih tau kamar aku dimana" lanjut Revan yang sukses membuat Fahri menyadari kesalahannya.

"Kamu kenapa gak bilang?"

"Kan udah om"

"Yaudah sini ikut saya"

"Kemana om?"

"Kuburan, ya kamar kamu lah Revan"

"Haha, lawakannya boleh juga om. Belajar dimana?"

"Kalau kamu gak tau, saya itu kembarannya Sule"

"Ganteng dong om?"

"Oh jelas, tapi tetep aja gantengan Om"

"Bisa gitu ya om?"

"Nanya terus perasaan, capek om jawabnya"

"Katanya sih kalau kita malu bertanya bakal sesat di jalan om"

"Kata siapa?"

"Kata temen temennya temen saya om" balas Revan lengkap dengan nada santainya. Sedangkan Fahri? Laki - laki tersebut terlihat menggelengkan kepalanya heran.

"Ini kamar kamu"

"Kamar aku?"

"Iya, dirumah om emang ada beberapa kamar kosong. Jadi kamu bisa tempatin kok"

"Tunggu aku gajian ya om, nanti pasti aku bayar uang sewanya"

"Gratis Rev, gak usah bayar"

"Ah om mah gak asik, apa - apa gratis. Kalau gitu saya kan jadi keenakan"

Fahri terkekeh, seumur hidupnya ia tidak pernah menemui sosok seceria Revan. Jadi tidak heran jika Fahri langsung menyayangi Revan tanpa kata tapi—

"Buruan mandi, om tunggu di bawah"

"Ayey kapten"

—Revan—

R E V A NTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang