61. Tetap Bertahan

4.5K 479 22
                                    

Revan mengerjapkan matanya pelan sebelum akhirnya memilih untuk mengalihkan atensinya kearah Darren. Laki - laki tersebut bahkan terlihat masih nyaman dalam tidurnya, mengabaikan jika saat ini sosok Revan tengah mengamatinya dalam diam.

Revan tersenyum, tangannya terangkat untuk mengusap pelan rambut sang kakak. Tapi siapa sangka jika ulahnya sukses membuat Darren terbangun dari tidurnya. "Lo udah sadar?" Tanya Darren lengkap dengan suara khas bangun tidurnya.

"Kenapa tidur disitu? Leher lo pasti sakit" bukannya menjawab, Revan justru balik bertanya.

"Gue nungguin lo" balas Darren yang sukses membuat Revan menghela nafas pelan. Saat ini keduanya masih berada dirumah sakit, mengingat jika saat ini Revan masih memerlukan perawatan khusus pasca selesai operasi.

"Sini naik" ujar Revan yang sukses membuat Darren mengernyitkan alisnya bingung.

"Maksud lo?"

Revan menepuk tempat kosong disisinya sebelum akhirnya tersenyum tipis, "Tidur di sebelah gue"

"Engga - engga, yang ada gue ganggu istirahat lo ntar"

"Lebih ganggu lagi kalau lo tiduran disana. Lo buat gue kepikiran, Darr"

"Kalau gitu gue gak tidur lagi" ujar Darren masih dengan penolakannya. Ia hanya tidak ingin membuat Revan tidak nyaman karena ulahnya.

"Gue tau lo kecapekan, Darr. Mata lo item, lo juga butuh istirahat" Revan memperingati, tangannya bahkan terangkat untuk menarik sosok Darren.

"Tap—"

"Peluk gue, Darr"

"Ree? Lo serius?"

"Gue rasa gue bakal lebih nyaman kalau lo nemenin gue tidur, Darr" ujar Revan yang sukses membuat Darren menghela nafas pelan.

"Sejak kapan lo jadi manja gini, hm?" Tanya Darren seraya mengusak pelan rambut adiknya. Mengabaikan jika saat ini sosok Revan hanya bisa menunjukkan cengiran khasnya.

Percaya atau tidak, saat ini Revan benar - benar merindukan momen ini. Kebersamaannya bersama Darren bahkan bisa ia hitung menggunakan jari, jadi tak jarang jika setiap momen yang mereka lewati sangat berharga baginya.

Darren tersenyum sebelum akhirnya menarik Revan kedalam rengkuhannya. Sesekali tangannya ia gunakan untuk mengusak pelan rambut adiknya. Sedangkan Revan? Laki - laki tersebut terlihat menikmati setiap perlakuan manis Darren untuknya.

"Darr"

"Hm?"

"Kalau gue gak sakit, apa lo bakal sebaik ini juga sama gue?" Tanya Revan seraya mendongakkan kepalanya kearah Darren.

Darren mengernyit bingung sebelum akhirnya memilih menoel hidung Revan menggunakan tangannya, "Kenapa nanya gitu?"

"Gue bahkan rela sakit terus asal bisa sedeket ini sama lo, Darr" ujar Revan yang sukses membuat Darren melepaskan rengkuhannya. Revan mengernyit bingung, sedangkan Darren? Laki - laki tersebut hanya bisa menghela nafasnya pelan.

"Lo gak perlu sakit buat deket sama gue, Ree—"

"Cepet sembuh, gue gak suka liat lo sakit kaya gini, Ree" lanjut Darren sebelum akhirnya menarik Revan kedalam rengkuhannya. Air matanya bahkan jatuh tanpa bisa ia cegah, karena jujur— Darren bahkan masih bisa merasakan penyesalannya.

Revan mengulum senyum tipisnya, tangannya terangkat untuk menghapus jejak air mata di wajah kakaknya. "Jangan nangis, muka lo jelek kalau lagi nangis"

Darren terkekeh, seharusnya ia tidak lupa jika Revan bisa melakukan apa saja untuk mengembalikan moodnya. "Ngaco"

"Semuanya udah baik - baik aja, Darr. Jadi gak ada yang harus lo tangisin lagi" ujar Revan lengkap dengan senyuman tipisnya. Mengabaikan jika saat ini sosok Darren hanya bisa mengamati wajahnya dalam diam.

Kadang Darren tidak habis pikir, kenapa ia bisa membenci sosok sebaik Revan? Laki - laki tersebut bahkan tidak pernah memilki masalah dengannya. Tapi lihat? Apa yang selama ini sudah Darren lakukan? Alih - alih menjaganya, Darren justru membuat Revan menderita.

"Darr"

"Hmm?"

"Jangan pernah tinggalin gue lagi, ya? Gue bahkan gak yakin masih bisa bertahan atau engga kalau misalnya lo milih buat pergi lagi, Darr"  ujar Revan seraya mengalihkan atensinya kearah Darren. Netranya bahkan tak segan untuk mengamati bagaimana manik coklat tersebut menatapnya.

Darren tersenyum, tangannya bahkan terangkat untuk membenahi tatanan rambut adiknya, "Gue udah pernah hampir kehilangan lo, Ree. Dan sekarang? Gue gak mau ngulangin kesalahan yang sama. Gue gak bakal ninggalin lo, tapi sebaliknya— karena mulai sekarang gue bakal selalu ada disisi lo"

"Dimana ada Revan? Disitu juga ada Darren" lanjut Darren yang entah kenapa sukses membuat Revan mengulum senyum tipisnya. Air matanya bahkan jatuh tanpa bisa ia cegah.

"Boleh gak sih gue bilang kalau gue beruntung banget punya lo, Darr?" Tanya Revan seraya menatap sendu kearah kakaknya.

Darren menggeleng, sedangkan Revan hanya mengernyit bingung sebagai jawaban. "Bukan lo yang beruntung, tapi gue, Ree. Gue beruntung banget bisa punya adik kaya lo. Gue juga bersyukur kalau faktanya kita emang sedarah"

"Jangan tinggalin gue, Ree"

"Apapun yang terjadi nanti, gue harap lo bertahan. Jangan pernah nyerah sama keadaan"

Revan tersenyum, "Gue gak bakal nyerah,—"

"Seenggaknya sebelum lo sendiri yang nyuruh gue nyerah, Darr" lanjut Revan lengkap dengan nada sendunya.

—Revan—

R E V A NTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang