19. Penyerangan

5.1K 609 16
                                    

Waktu telah menunjukkan pukul enam pagi, sedangkan sosok Revan masih setia bergulat dengan dunia mimpinya. Entah ini efek terlalu kelelahan atau memang Revan yang sengaja tak ingin sekolah.

Tapi kali ini ada yang aneh, jika biasanya Revan akan bangun sendiri, hari ini justru ada Darren yang entah sejak kapan sudah berdiri disisi tempat tidur adiknya.

Darren menghela nafas pelan sebelum akhirnya memilih menyikap gorden di kamar Revan, berusaha memberi celah pada sinar matahari agar bisa mengusik tidur adiknya. Dan terbukti— beberapa detik setelahnya Revan terbangun.

"Darren? Lo ngapain disini?" Tanya Revan lengkap dengan gaya khas bangun tidurnya.

"Jam segini baru bangun, mau jadi apa?"

Revan berdecak sebelum beralih ke posisi duduknya, kedua tangannya ia angkat ke udara untuk meregangkan otot - otot di tubuhnya.

"Ayam aja yang tiap hari bangun pagi, tetep aja tuh jadi ayam" ujar Revan lengkap dengan nada polosnya, mengabaikan jika saat ini sosok Darren hanya bisa menghela nafas malasnya.

"Buruan bangun, itupun kalau lo gak mau gue tinggal"

"Emang lo mau berangkat sama gue?"

"Buruan bangun, jangan sampai gue berubah pikiran" ujar Darren yang sukses membuat Revan langsung beranjak dari kasurnya. Bahkan saking bersemangatnya Revan sampai terjatuh akibat kakinya yang masih terbelit selimut. Revan meringis pelan sebelum akhirnya menunjukkan cengiran khasnya.

"Kaki lo luka"

"Gapapa, luka dikit gak bakal buat gue mati"

"Makannya lain kali tu hati - hati, gak usah ceroboh"

"Namanya juga kesenengan, Darr. Kapan coba gue bisa berangkat sama lo lagi" balas Revan sebelum akhirnya membawa langkahnya yang sedikit tertatih menuju kamar mandi.

"Segitu semangatnya lo bisa berangkat sama gue, Re?" Batin Darren seraya mengamati kepeergian adiknya.

***

Darren menuruni anak tangga rumahnya dengan begitu santai, kedua langkahnya ia bawa menuju dapur sebelum akhirnya berhenti tepat di depan kulkas. Darren nampak berpikir sebelum akhirnya mengeluarkan dua buah yougurt dari dalam sana.

"Papa udah berangkat?" Tanya Revan yang sukses membuat Darren mengalihkan atensinya kearah sumber suara.

"Udah"

"Mau berangkat sekarang?"

"Sarapan dulu" ujar Darren seraya melempar yougurt yang tadi ia ambil kearah Revan, sedangkan Revan? Laki - laki tersebut dengan sigap menangkapnya.

"Minum kaya ginian mana kenyang, Darr"

"Kalau gak mau ya gak usah di makan"

"Kata siapa gak mau? Gue mau kok" balas Revan sebelum akhirnya meneguk yougurt tersebut hingga tandas. Darren tersenyum tipis, sebelum akhirnya lebih dulu membawa langkahnya menuju garasi.

"Kita berangkat pakek mobil?" Tanya Revan tepat setelah netranya melihat jika Darren tengah memanaskan mobilnya.

"Iya"

"Tumben banget"

"Gak usah banyak tanya, bisa?"

Revan mempoutkan bibirnya kesal, entah kenapa dirinya selalu salah di mata Darren. Padahal kan dia cuma nanya, tapi malah di marahin.

"Buruan masuk"

"Iya - iya" jawab Revan sebelum akhirnya memasuki mobil dengan latar putih tersebut.

Darren melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang, mengingat jika waktu masih cukup pagi untuk mereka sampai di sekolah. Keduanya bahkan menikmati suasana yang tercipta, setidaknya sebelum anak buah Vito menghadang jalan mereka.

"Vito?"

"Lo tunggu disini"

"Lo mau ngapain?" Tanya Revan sedikit khawatir.

"Gak usah banyak tanya, cukup dengerin apa kata gue"

"Nggak, gue gak mau"

"Bisa gak sih sehari aja lo gak usah keras kepala?"

"Menurut lo aja, Darr. Mana mungkin gue bisa tenang kalau lo milih ngadepin mereka sendiri"

"Target mereka itu lo bangsat. Jadi tolong, dengerin apa kata gue. Jangan keluar dari mobil"

"Tapi gue gak selemah itu, Darr"

"Revan tolong!!"

"Oke, gue gak bakal keluar dari mobil"

"Thank''s"

"Jaga diri" Darren mengangguk pelan sebagai jawaban sebelum akhirnya beranjak keluar dari dalam mobil.

"Mau apa lo?" Tanya Darren seraya menatap tajam sosok di hadapannya.

"Gue rasa lo gak cukup bodoh buat ngertiin semuanya" balas Vito lengkap dengan seringaian tajamnnya.

"Sedikit aja lo sentuh dia, lo berhadapan sama gue!"

"Uuuu tatuttt" ledek Vito yang sukses mengundang gelak tawa teman - temannya, sedangkan Darren? Laki - laki tersebut terlihat mengepalkan kedua tangannya.

"Revan ada di mobil kan?" Tanya Vito seraya membawa langkahnya mendekat. Tidak peduli jika Darren telah memperingatinya sedari tadi.
Vito terkekeh pelan, ternyata bermain - main dengan Darren cukup menyenangkan.

"Vito, sekali lagi gue peringatin. Jangan sentuh dia, atau lo bakal nyesel seumur hidup"

"Why? Sejak kapan lo peduli sama dia? Seharusnya lo seneng kalau ada orang yang mau ngebantu lo buat nyingkirin di—"

"Tutup mulut lo, bangsat!"

"Ups, gue salah ngomong ya?" Tanya Vito yang sukses membuat Darren mati - matian menahan amarahnya.

"Sikattt!" Vito memberi komando, tanpa mengulur waktu lebih lama lagi seluruh anak buah Vito langsung mengerumuni Darren.

"Pengecut banget lo, cupuu beraninya keroyokan" Darren mendecih sinis.

"Lo semua urus dia, dan buat lo berdua? Bawa Revan kesini" Vito kembali memberikan intruksi.

Diposisinya, Darren baru saja ingin mencegah namun semuanya harus terhalang oleh anak buah Vito. Kali ini fokusnya tampak teralihkan, ia benar - benar khawatir jika Vito sampai melukai adiknya.

—Revan—

R E V A NTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang