Revan baru saja ingin membawa langkahnya menuju dapur, namun ia urungkan kembali— setidaknya tepat setelah netranya tidak sengaja menangkap keberadaan sosok yang sedikit mencurigakan.
Revan mengernyitkan alisnya bingung, langkahnya ia bawa mendekat secara perlahan, sedangkan di tangan kanannya sudah siaga dengan satu buah centong. Setidaknya untuk berjaga - jaga jika sosok tersebut adalah maling.
Revan masih mengamati dalam diam, sedangkan sosok tersebut tengah berjalan pelan seraya mengamati keadaan sekitar. Dan sepertinya dugaan Revan kali ini benar, sosok tersebut memang memiliki niat untuk mencuri dirumahnya.
"Liat aja lo maling, gue gak bakal biarin lo maling di rumah om pelit" ujarnya sebelum akhirnya berlari kearah sosok tersebut.
"Ciatttttttttttttttttt" layaknya kesetanan, Revan terlihat memukuli sosok tersebut menggunakan centong. Tidak peduli jika saat ini sosok tersebut tengah mengaduh kesakitan.
Sedangkan disisi lain, sosok Fahri yang tadinya sedang berada di halaman belakang langsung membawa langkahnya menuju ruang tengah. Takut - takut jika rumahnya benar - benar kemalingan.
"Rasain nihhh" ujar Revan seraya menduduki sosok tersebut. Sedangkan tangannya masih setia memukul kepala sosok tersebut menggunakan centong.
"Siapa yang maling, anjing" ujar sosok tersebut seraya mendorong Revan agar menjauh dari tubuhnya.
"Ya siapa lagi kalau bukan lo"
"Gue? Maling? Gila lo"
"Maling ngaku penjara penuh!!" Ujar Revan tak mau kalah. Mengabaikan jika saat ini sosok tersebut tengah menatap malas kearahnya.
"Tapi gue bukan maling centong" ujar sosok tersebut yang sukses membuat Revan mengalihkan atensinya kearah centong di genggamannya.
"Enak aja lo ngatain gue centong" protes Revan tak terima.
"Lah siapa suruh ngatain gue maling? Segala mukul pakek centong lagi. Lo pikir kepala gue bakso" gerutu sosok tersebut yang sukses membuat Revan menggaruk tengkuknya yang tak gatal.
"Bukan salah gue dong, lagian siapa suruh lo jalan mendep - mendep kek tuyul gitu?"
"Ya suka - suka gue lah, rumah - rumah gue. Dan lo? Lo ngapain dirumah gue?" Ujar sosok tersebut yang sukses membuat Revan tertawa lepas.
"Eh tuyul, kalau mimpi tu gak usah ketinggian. Gara - gara lo gagal nyolong sekarang lo malah ngaku - ngaku kalau ini rumah lo? Lucu sumpah" balas Revan lengkap dengan tawanya. Sedangkan sosok tersebut hanya bisa menjatuhkan rahangnya tidak percaya.
"Revan ini ada apa sih? Perasaan ribut bang—"
"Raska?" Ujar Fahri tepat setelah netranya tidak sengaja menangkap keberadaan putranya.
"Wait - wait, tadi om bilang apa? Raska? Jangan bilang si tuyul ini anak om?" Ujar Revan yang sukses membuat sosok tersebut membulatkan matanya lebar.
"Sumpah ini kalian kenapa ribut tengah malem sih? Besok pagi kan bisa. Malu sama tetangga oii" ujar Fahri seraya mengacak ramburnya frustasi.
"Ya maap om, lagian siapa suruh dia jalannya mendep - mendep kek maling" ujar Revan seraya mempoutkan bibirnya kesal. Mengabaikan jika saat ini sosok Raska hanya bisa menatap tajam kearahnya.
"Asal lo tau ya? Niat gue mau buat kejutan buat papa jadi gagal gara - gara ulah lo. Udah gitu segala pake mukul gue pake centong lagi" protes Raska tak terima, sedangkan Revan? Laki - laki tersebut hanya bisa terkekeh kecil menanggapinya.
Fahri menghela nafas pelan sebelum akhirnya menggelengkan kepalanya heran. Tidak habis pikir jika pertemuan keduanya akan berakhir seperti ini. "Minta maaf sekarang"
"Aku? Minta maaf? Sama dia? Engga pa makasi. Gini - gini kepala aku masih sakit gara - gara kena centong"
"Aku juga gak mau minta maaf om, lagian aku juga gak tau dia anak om. Mana gayanya kayak maling gini lagi. Om udah yakin kalau dia emang anak om?" Ujar Revan yang sukses membuat Raska melotot tak terima. Mengabaikan jika saat ini sosok Fahri hanya bisa menggeleng pelan lengkap dengan tawanya.
Sudah Fahri katakan sebelumnya, jika baik Revan maupun Raska memang memiliki kepribadian yang sama. Mulai dari sifat keras kepala, emosional, bahkan sampai cara mereka berbicara pun sama. Jadi setidaknya untuk saat ini Fahri hanya bisa berdoa, harap - harap jika keduanya tidak akan membuat rumahnya seperti kapal pecah.
"Raska Revan, papa bilang kalian minta maaf sekarang"
"Tap—"
"Minta maaf!"
Revan menghela nafas pelan, sebelum akhirnya lebih dulu menjulurkan tangannya. "Sorry"
"Sorry juga"
"Kalau gini kan bagus" ujar Fahri lengkap dengan senyumannya. Mengabaikan jika saat ini, baik Revan maupun Raska hanya bisa memutar bola matanya malas.
"Papa hutang penjelasan sama aku"
"Dan kamu juga hutang penjelasan sama papa"
"Si centong ini siapa? Dan kenapa dia bisa ada disini?"
"Dan kamu? Kenapa gak bilang kalau mau pulang?"
"Gue Revan, bukan centong" balas Revan seraya mempoutkan bibirnya lucu. Enak saja, mentang - mentang anak om Fahri, Raska bisa seenaknya memanggilnya centong begitu? Hohoooo tidak semudah itu perguso.
"Ceritanya panjang, nanti papa jelasin pelan - pelan" ujar Fahri yang sukses membuat Revan dan juga Raska kompak menghela nafas pelan.
"Awas aja kalau lo mukul gue pake centong lagi"
"Kalau gak mau di pukul ya jangan kayak maling"
"Siapa yang mau maling sih?"
"Kan gue baru bilang kayak, belum juga malingnya"
"Tapi lo udah mukul gue pake centong, secara gak langsung lo ngatain gue maling"
"Eh tuyul se—"
"Ini kalian berdua kenapa sih? Gak ada topik lain selain centong sama tuyul apa? Sumpah papa pusing dengernya"
"GAK ADA"
—Revan—
KAMU SEDANG MEMBACA
R E V A N
Teen Fiction"Kalau jalan tu pake mata, ngerti kata hati-hati ga sih?" -Darrendra Aldebaran "Ya gimana mau hati hati, orang mata gue aja lo tutupin gini" -Revan Aldebaran Start ; 07 Januari 2021 Finish ; 14 April 2021