01. Sebuah Janji

40.1K 1.9K 109
                                    

R e v a n    A l d e b a r a n

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

R e v a n    A l d e b a r a n

D a r r e n d r a   A l d e b a r a n

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

D a r r e n d r a   A l d e b a r a n

BUAT YANG BARU GABUNG, JANGAN LUPA BUAT FOLLOW DULU YA❗️

***

"Kata orang, kalau kita lagi bahagia tu jangan lupa buat pamer" ujar Revan seraya mengangkat ponselnya keudara.

"Pamer sama alay tu beda tipis"

"Lo ngatain gue alay?"

"Dan lo ngerasa?"

"Tanpa lo kasih tau pun gue udah tau kalau  barusan lo nyindir gue" sungut Revan seraya mempoutkan bibirnya kesal. Sedangkan sosok yang kini sedang berdiri di hadapannya hanya bisa memutar bola matanya malas.

Darrendra Aldebaran, atau yang kerap di sapa Darren tersebut merupakan satu satunya saudara yang Revan miliki. Meskipun sifatnya cenderung cuek, tapi Revan berani jamin jika Darren sangat menyayanginya. Tidak peduli dengan kata kata kasar yang sering terlontar, ataupun tindakan anarkis yang selalu sukses membuat badannya sakit— karena pada dasarnya, semua hanyalah perihal cara.

"Gausah sok-sok an ngambek. Mending sekarang lo makan tuh bakso. Lo pikir gue mau lo ajak kesini cuma buat nemenin lo buat story? Engga"

"Iya iya, gue makan. Ga usah melotot juga keles. Serem amat" ujar Revan sebelum akhirnya memilih melanjutkan aksi makannya. Mengabaikan jika saat ini sosok Darren hanya bisa memutar bola matanya malas.

"Oh iya Darr, gue mau ngomong"

"Hm"

"Gue mau ngomong"

"Hm"

"Darren, gue mau ngomong!"

"Yaudah sih tinggal ngomong aja, gausah banyak bacot" kesal Darren seraya menyorot tajam kearah Revan. Sedangkan Revan? Seolah olah abai, laki laki tersebut hanya bisa menunjukkan cengiran khasnya.

"Kalau ngomong sama orang tuh, usahakan liat matanya. Biar sopan, itung-itung belajar menghargai"

"To the point, lo mau ngomong apa?" Tanya Darren, kali ini sosok tersebut sampai menghentikan aksi makannya. Sedangkan netranya ia alihkan kearah sosok di hadapannya.

"Gue cuma mau bilang, kalau gue—"

"Gue?" Darren mengernyit pelan, masih belum paham dengan apa yang Revan maksud.

"Gue—"

"Gue apaan?"

"Gue cuma mau bilang kalau gue—"

"Kalau ngomong tuh yang jelas, lidah lo masih utuh kan?" Kesal Darren yang sukses membuat Revan menunjukkan cengiran khas andalannya.

"Gue cuma mau bilang kalau dari tadi gue nahan kentut heheee" Revan terkekeh kecil seraya menggaruk tengkuknya yang tak gatal. Merasa garing sekaligus malu sendiri, karena lawakannya sama sekali tidak mempan untuk menggoda seorang Darrendra Aldebaran.

"Ga jelas"

"Ga lucu ya?"

"Gausah bacot, mending sekarang lo habisin makanannya. Habis itu langsung pulang"

Setidaknya kata-kata tersebut sukses membuat Revan terpaksa menurut. Karena percaya atau tidak, marahnya seorang Darren bukanlah pertanda baik untuknya.

***

Waktu sudah menunjukkan pukul tujuh malam, sedangkan baik Revan maupun Darren terlihat asik dengan dunianya masing masing. Revan dengan gitar kesayangannya, sedangkan Darren dengan vidio games di ponselnya.

"Tumben lo diem, kesambet?" Ujar Darren tiba - tiba. Atensinya ia arahkan kearah Revan yang terlihat asik memetik gitarnya.

"Muka lo serem, jadinya gue gabrani ganggu. Gamau kena tonjok" sahut Revan santai, mengabaikan jika saat ini sosok Darren hanya bisa memutar bola matanya malas.

"Gausah bohong, akting lo jelek"

"Gue lagi sariawan" ujar Revan yang sukses membuat Darren terkekeh sinis.

"Apa susahnya buat jujur sih? Lo ga percaya sama gue?" Tanya Darren yang langsung di jawab gelengan cepat oleh Revan.

"Bukannya gamau cerita, tapi gue gatau harus cerita darimana" jujur Revan, sedangkan Darren terlihat mengulum senyum tipisnya.

"Lagi ada masalah?"

"Dikittt"

"Tentang?"

Revan menghela nafas pelan, netranya ia alihkan kearah sang kakak sebelum akhirnya tersenyum tipis.

"Awalnya gue mau bohong sama lo, tapi gajadi. Lo tau karena apa?"

"Apa?"

"Karena gue tau kalau ngebohongin lo sama aja kaya gue nyari mati" ujar Revan seraya terkekeh pelan.

"Sekarang lo punya waktu buat ceritain semuanya, dan gue harap ga ada satu kebohonganpun yang coba lo sembunyiin dari gue!"

"Papaa" lirih Revan pelan, sedangkan Darren? Seolah mengerti, laki laki tersebut langsung saja membawa Revan kedalam dekapannya.

"Papa ga ngapa-ngapain lo kan?"

"Salah ga sih kalau gue bilang capek, Darr?"

"Lo capek?"

"Kalaupun ada kata yang bisa mengungkapkan lebih dari kata capek, mungkin gue udah bilang itu sekarang" lirih Revan pelan lengkap dengan senyuman tipisnya.

"Gue boleh minta satuhal sama lo?" Tanya Darren seraya mengusak pelan rambut adikknya

"Apapun, asal itu buat lo Darr"

Darren tersenyum sebelum akhirnya menepuk pelan pundak adikknya. "Gue cuma mau bilang satu hal sama lo. Mau secapek apapun lo sekarang, gue mohon— jangan pernah berpikir buat nyerah Van"

"Kenapa?"

"Lo segalanya buat gue, dan gue ga bisa bayangin gimana gue nantinya kalau ga ada lo Van"

"Lo juga segalanya buat gue, Darr"

"Jadi lo mau janji satu hal sama gue?"

"Apa?"

"Jangan pernah nyerah sama keadaan"

"Gue ga bakal nyerah, kalau bukan lo sendiri yang nyuruh gue buat nyerah"

—Revan—

R E V A NTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang