sepuluh

4.5K 363 1
                                    

Wonwoo sudah menyelesaikan persiapannya untuk makan malam, ia kemudian memanggil Mingyu di kamarnya dan menyuruh Mingyu untuk turun.

Di meja makan, keadaan terasa canggung, bagi Wonwoo tidak bagi Mingyu. Mingyu berusaha mencairkan suasana tersebut dengan beberapa percakapan yang hanya di tanggapi oleh anggukan atau gelengan dari Wonwoo.

"Kau suka membaca buku kan?" Mingyu kembali membuka percakapan. Wonwoo hanya mengangguk menanggapinya. "Besok kita akan membeli banyak sekali buku untukmu." Lanjutnya, Wonwoo menoleh.

"Bukankah besok kau bekerja?" Tanya Wonwoo, Mingyu tersenyum sebelum menjawab pertanyaan Wonwoo.

"Aku meliburkan diri. Kau tahu ruangan di sebelah kamarku yang tak terpakai kan? Aku akan menjadikannya mini library untukmu. Besok kita beli barang-barangnya." Jelas Mingyu membuat Wonwoo menerjapkan matanya senang, tapi ia juga merasa tak enak hati.

"Sebenarnya, tidak perlu dibuatkan mini library Mingyu, aku.." Balasnya.

Mingyu tersenyum simpul, ia meraih tangan Wonwoo dan mengelusnya, membuat Wonwoo mengerjap dan sedikit merona karena perlakuan tiba-tiba itu. "Tidak apa.. Kau tidak perlu sungkan Wonu.."

Wonwoo belas menatap Mingyu yang duduk di seberangnya. "Terima kasih." Ucapnya sambil menampilkan senyumnya, ia tak mengira bahwa Mingyu begitu peduli sampai mau membuatkan mini library di ruangan yang tak terpakai itu. Wonwoo tak akan bosan jika ia punya buku yang sebanyak yang kini ada di bayangannya. Ia bisa membayangkan bagaimana ia akan membaca buku dengan tenangnya di mini library tersebut. Ia kini tak bisa mengendalikan senyumnya sendiri sampai Mingyu hanya bisa memperhatikannya dan ikut tersenyum akan hal itu.

***

Mingyu dan Wonwoo kini sedang dalam perjalanan menuju ke IKEA Lab yang ada di Gwangjin-Gu untuk membeli beberapa keperluan untuk mini library tersebut. Keduanya masuk dan langsung di suguh dengan berbagai jenis barang yang ada di sana. Mingyu hanya bisa mengikuti Wonwoo yang kini sedang memilih-milik sofa dan meja kecil juga sebuah karpet halus, tak lupa dengan rak buku.

"Ini bagaimana Gyu?" Tanya Wonwoo dengan menoleh ke arah Mingyu yang di sampingnya, sambil menunjuk sebuah rak buku yang berwarna putih dengan tinggi sekitar 250 centimeter.

"Kau menyukainya?" Tanya Mingyu yang diberi anggukan antusias dari Wonwoo. "Kalau kau menyukainya, aku juga." Lanjut Mingyu. Wonwoo menerjapkan matanya dan semburat merah keluar begitu saja di wajahnya, ia hanya tersenyum dan mengalihkan pandangannya terhadap Mingyu, ia tak ingin pingsan karena melihat tatapan juga senyuman Mingyu.

Keduanya kemudian membelinya, mereka berlanjut untuk mencari pelbagai barang yang akan di letakkan di ruangan itu. Mereka juga berlanjut untuk mencari buku-buku yang Wonwoo sukai. Entah berapa jumlahnya, bahkan Mingyu terkadang memasukkan sembarang buku yang ia lihat ke dalam trolley yanh ia dorong. Wonwoo tak tahu karena ia fokus dengan buku-buku yang ia pilih.

Setelah selesai dengan semuanya, keduanya menyewa mobil untuk mengantar kesemua barang tersebut ke rumah Mingyu. Setelah itu keduanya memutuskan untuk makan di salah satu restoran yang tak jauh dari tempat tadi.

Setelah memesan, keduanya duduk di salah satu meja kosong yang ada di dekat jendela besar restoran tersebut, menampilkan jalan raya dan orang-orang yang berjalan di jalan trotoar. Wonwoo memperhatikan keluar, tapi tidak dengan Mingyu. Ia malah memperhatikan wajah Wonwoo yang menurutnya sangat manis. Mungkin jika ia tidak bisa mengendalikan wolfnya, ia sudah berkali-kali menerkam Wonwoo dan menandainya.

Wonwoo yang merasa diperhatikan kemudian menoleh dan menatap Mingyu yang duduk di depannya. Ia mengulum bibirnya lalu menunduk. Akhir-akhir ini setelah ia menikah dengan Mingyu, ia sering sekali merasakan malu dengan wajahnya yang memanas dan memerah. Ia juga merasa bahwa sifat submissivenya yang selalu ia sembunyikan dan ia jaga akan keluar begitu saja jika ia bersama Mingyu.

Ia tahu bahwa menjadi real-omega tidaklah mudah, tapi ia berusaha mengendalikan semuanya, dari feromon, sifat submissive, hingga heat atau luna-nya sendiri. Tapi dengan Mingyu, ia tak terkendali, ia selalu saja mengeluarkannya. Dan terkadang berpikiran bahwa ia ingin sekali di tandai oleh Mingyu. Ia tidak tahu.

"Wonu?" Mendapat panggilan tersebut, Wonwoo kemudian mendongak. Ia menunggu kalimat yang akan Mingyu ucapkan. "Setelah ini, aku akan pergi ke kantor. Sekretarisku mengirim pesan, katanya ada hal darurat." Lanjut Mingyu. Wonwoo yang mendengarnya kemudian menangguk paham dan tersenyum.

Tak berapa lama pesanan mereka pun datang, keduanya kemudian mulai menyantap makanan yang ada di meja tersebut. Dengan diberi beberapa percakapan singkat dari keduanya. Wonwoo juga tak berhenti mengucapkan terima kasih dan bagaimana senangnya dia tentang hari ini.

Selesai dengan makanan tersebut, Mingyu membayar dan keduanya keluar dari restoran tersebut.

"Aku akan mengantarmu dulu." Ucap Mingyu tapi mendapat gelengan dari Wonwoo.

"Aku bisa pulang sendiri, dan bukankah itu keadaan darurat?" Balas Wonwoo.

"Memangnya tidak apa? Aku hanya khawatir jika kau harus pulang sendiri."

"Tidak apa Mingyu, dan, oh, bolehkah aku berkunjung ke rumah orang tuaku sebelum pulang?" Wonwoo mengerjapkan kedua matanya, berharap Mingyu akan mengizinkannya.

Dan tentu saja, Mingyu mengangguk untuk menanggapi Wonwoo. Ia kemudian mendekat ke arah Wonwoo dan mengusak rambut sang submissive. Lalu mengecup singkat keningnya, membuat wajah dan telinga Wonwoo memerah begitu saja dengan kedua bola matanya yang membulat.

Mingyu tersenyum sebelum akhirnya ia masuk ke dalam mobilnya dan menurunkan kaca jendela. "Hati-hati." Ucapnya.

Wonwoo mengangguk, ia berdiri di tempat tersebut bahkan sampai mobil Mingyu melaju pergi. Ia menelan ludahnya kasar, bisa merasakan bagaimana tubuhnya memanas. Selain karena perlakuan Mingyu tadi, ia juga merasakan feromon Mingyu yang begitu kuat. Bahkan lebih kuat dari biasanya.

Ia kemudian menggelengkan kepalanya ribut, ia berjalan menuju rumah orang tuanya, karena memang sudah dekat dari restoran tersebut. Mungkin butuh waktu sekitar tujuh menit untuk berjalan.

*

Dua jam Wonwoo berada di rumah orang tuanya, kini sudah menunjukkan sekitar jam enam sore. Bahkan matahari sudah menyembunyikan dirinya. Sejak tadi sore, suhu tubuhnya tak kunjung menurun. Ia pikir itu karena perlakuan Mingyu yang mencium keningnya, tapi tidak. Panas tubuhnya ia rasakan bertambah kuat ketika ia teringat dengan feromon Mingyu.

Ia tengah terduduk di dalam kamarnya ketika merasakan betapa gelisahnya ia saat ini. Apalagi obat yang sering ia minum jika ia sedang seperti ini ada di rumah Mingyu, tak ia bawa. Ia tahu bahwa ia akan mengalami heat. Karena sudah hampir tiga bulan ia tidak merasakannya. Bahkan kini bertambah dengan perut Wonwoo yang menggelinjang hebat.

Pintu kamar terbuka, menunjukkan ibunya yang kini berjalan ke arah Wonwoo. "Kau harus minta bantuan Mingyu, nak." Ibunya menepuk pundak Wonwoo dan Wonwoo menggeleng untuk menanggapinya.

"Aku.. Aku belum siap oemma."

"Wonwoo, kau sudah berumur, dan jika kau selalu menghindar kau tidak akan selamat. Kau tahu kan bahwa heat yang tidak dileraikan oleh alpha bisa merenggut nyawa?" Wonwoo tahu jelas akan itu, tapi ia tidak yakin. Sejak dulu ia selalu menghindari heat-nya dengan meminum obat, tapi kini, obatnya saja tidak ia bawa.

"Oemma akan menelepon Mingyu." Ibunya kemudian bangkit dari duduknya, tapi pergelangan tangannya di tahan oleh Wonwoo ketika ia berniat keluar dari kamar tersebut.

"Tidak Oemma. Aku akan pulang saja."

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

Sorry for typos, and thanks for reading.

Luv ya💕

my real-alphaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang