dua belas

4.1K 342 5
                                    

Keesokan harinya, Wonwoo yang tersadar di ruangan rumah sakit tak mau sedikit pun untuk menemui Mingyu. Bahkan ia juga enggan untuk bertemu dengan ibunya. Ada perasaan bersalah yang begitu besar di lubuk hatinya.

Semalam ia tak mendengarkan ibunya untuk tetap tinggal dan malah berakhir ia yang ditandai —meskipun prosesnya belum selesai, oleh kakak kelasnya dulu di SMA yang selalu menyalahkannya menjadi real-omega.

Malam tadi ia hanya berniat untuk segera kembali ke rumah suaminya dan meminum obatnya, tidak tahu akan berakhir seperti ini. Sejak kesadarannya pula, ia merasakan keanehan pada tubuhnya, apalagi bagian leher yang selalu saja panas. Dokter Park sempat menemuinya ketika ia sadar dan memberitahukan bahwa itu efek dari proses penandaan yang belum selesai.

Dokter Park juga menjelaskan hal-hal yang berkaitan dengan penandaan yang terjadi pada Wonwoo. Membuat Wonwoo semakin merasa bersalah ketika mendengar nama Mingyu yang disebut untuk menjaga dan menjauhkan Wonwoo dari Rowon.

Rasa bersalah itu begitu besar di dalam hati Wonwoo. Bagaimana tidak, bahkan Mingyu menjaga tubuhnya agar tak Mingyu sakiti tapi malah ia menyia-nyikan hal tersebut dan membiarkan dirinya ditandai oleh alpha lain. Bahkan ia masih ingat jelas bahwa Mingyu berusaha untuk mengendalikan dirinya agar tak menerkam dan menandai Wonwoo.

Ia benar-benar merasa malu akan hal itu. Dan kini ia tidak tahu apa yang akan terjadi, apakah perasaan Mingyu padanya akan tetap sama atau berubah, dan membuatnya menjadi lebih insecure dengan dirinya sendiri.

"Won, makanlah." Wonwoo menoleh dan menggeleng, ia menghindari suapan dari ibunya itu. Ia tak ingin makan, rasanya pasti benar-benar tak enak.

"Jika kau seperti ini terus, kau tak akan cepat sembuh." lanjut ibunya masih berusaha membujuk Wonwoo untuk memakan bubur yang ada di tangannya.

Tapi tetap saja, Wonwoo menggeleng tak mau. Ia masih memikirkan bagaimana ia akan menghadapi Mingyu nantinya. Terlebih lagi ketika tadi malam ia melihat Mingyu yang begitu marah dan memukuli Rowon. Ia juga masih ingat jelas feromon Mingyu, bukan lagi api, tapi sudah menjadi matahari. Dan itu sangat menakutkan.

"Baiklah jika kau tidak mau." Ibunya menghela napas, meletakkan mangkuk bubur dan sendok tersebut ke atas nakas yang ada di samping ranjang yang digunakan Wonwoo. "Mingyu akan membawamu ke Norwegia dua hari lagi."

Mendengar hal tersebut, Wonwoo membulatkan kedua matanya dan menatap ibunya yang kini meraih tangan putra tunggalnya. "Mingyu bilang, kalian akan menetap selama sebulan di sana. Ia akan menjagamu di sana dan menjauhkanmu dari Rowon."

"Oemma!" Wonwoo terhenti, semakin menatap ibunya yang mulai meneteskan air mata.

"Ini satu-satunya cara Wonwoo, oemma tidak mau kau sampai terluka lagi dan oemma percaya pada Mingyu. Dia bisa menjagamu." balas ibunya dengan mengelus tangan anaknya itu. "Kau harus menemui Mingyu setelah ini dan membicarakannya. Kau juga harus meminta maaf tentunya."

"Tapi, oemma.. Aku tida.."

"Sudahlah, oemma akan memanggil Mingyu untuk masuk. Kalian perlu bicara." Sela ibunya, ia kemudian bangkit dari duduknya dan berjalan keluar dari ruangan tersebut untuk memanggil Mingyu yang terduduk di kursi di depan ruangan tersebut.

Pintu kembali terbuka, menampilkan Mingyu yang tersenyum ke arah Wonwoo. Wonwoo hanya bisa mengalihkan pandangannya dan ujung mata kanannya mengeluarkan air mata. Mingyu berjalan mendekat ke arah Wonwoo dan berdiri di samping ranjang tersebut. Tangannya meraih pundak kiri Wonwoo. 

"Wonu.." Panggilnya dengan suara yang lembut, membuat Wonwoo menoleh dan menatapnya. Wonwoo kemudian bangkit dan langsung memeluk Mingyu dengan tangisan yang semakin menjadi.

my real-alphaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang