tiga puluh satu

3.1K 245 18
                                    

Teriakan dan tangisan Wonwoo semakin menjadi, ia memegangi perutnya yang begitu sakit. "Hiks.. Mingyu.. Hiks.." Di pikirannya, ia memikirkan tentang janin yang ada di dalam perutnya.

Rowon yang melihat darah keluar dari balik celana Wonwoo kemudian menghampirinya. "Wonwoo, kenapa berdarah?" Tanyanya, padahal ia tak melihat sedikit pun luka pada tubuh Wonwoo.

Ketika ia akan meraih tubuh Wonwoo, tubuhnya sudah terlebih dahulu dihempas oleh Mingyu dengan tendangan, membuatnya tersungkur karena tendangan itu begitu kuat.

Mingyu terduduk, ia meraih tubuh Wonwoo, melihat darah yang sudah mengalir di aspal tersebut. "Wonu? Bertahanlah.." Ia kelewat khawatir, ia mendekap tubuh Wonwoo dengan erat, menoleh ke kanan kiri, mencari jika ada mobil lewat.

"Mingyu sakit... Hiks.. Sakit.." Wonwoo meremat lengan Mingyu kuat-kuat, satu tangannya masih memegangi perutnya. "Bagaimana.. Bagaimana jika.. Mingyu aku takutt.. Hiks.." Ia menenggelamkan wajahnya di pelukan Mingyu.

"Tidak Won, jangan berpikiran seperti itu.. Bertahanlah kumohon.." Mingyu mencoba menenangkan Wonwoo. Tapi dirinya juga kelewat khawatir dan gelisah. Ia kemudian bangkit, menggendong tubuh Wonwoo dan membawanya berlari dari lokasi tersebut. Tapi langkahnya terhenti ketika beberapa orang itu menghalang8 jalannya. Amarah Mingyu menguar, tapi para beta dan alpha itu tak takut dengan aura Mingyu.

Mereka mengarahkan pemukul itu dan dengan cepat Mingyu menunduk di aspal tersebut dengan Wonwoo di bawah dekapannya. Ia mengeratkan pelukannya dan

Bugh

Satu pukulan mengenai punggungnya begitu kuat, bahkan tubuhnya tersentak dan membuat Wonwoo juga tersentak. "Mingyu~ hiks.." Ia mengangis begitu histeris ketika mendengarkan pukulan itu.

Bugh

Satu lagi pukulan mengenai punggungnya dan membuat tubuhnya kembali tersentak. "Tenanglah sayang, aku tidak apa.." Lirihnya masih mendekap tubuh gemetar Wonwoo yang menangis begitu tersedu-sedu.

Rowon yang sedari tadi sudah bangkit dan melihat itu kemudian berjalan mendekat ke arah Mingyu dan Wonwoo, juga anak buahnya. "Berhenti kalian.. Biarkan mereka." Ucapnya dan anak buahnya berhenti begitu saja.

Mingyu mendongak dan menatap tajam Rowon. "Kau akan membayarnya." Lirihnya dan kembali mengangkat tubuhnya, menggendong Wonwoo dan membawanya pergi dari tempat tersebut. Menghiraukan punggung dan tengkuknya yang terkena pukulan tadi. Langkah kakinya tak berhenti.

"Mingyuu... Aku takut.. Hiks.." Ia mengeratkan pegangannya pada pundak Mingyu, tangisannya semakin menjadi. Menenggelamkan wajahnya pada dada Mingyu. Bahkan darah masih menetes di jalanan aspal itu dari balik celana yang ia gunakan.

"Tidak apa sayang, ini bukan salahmu. Sama sekali bukan salahmu." Mingyu masih berusaha untuk berlari hingga ia terhenti setelah melihat mobil polisi yang melaju ke arahnya. Dibelakang, terdapat mobil sekretarisnya.

Polisi tersebut langsung menghampiri orang-orang tadi termasuk Rowon. Sedangkan Mingyu membawa masuk Wonwoo ke mobil sekretarisnya, yang langsung melajukannya dengan kecepatan penuh menuju rumah sakit. Mingyu tak berhenti memeluk Wonwoo di pangkuannya. Entah kenapa hal ini terjadi pada mereka berdua. Baru kemarin mereka mendengar kabar bahagia atas kehamilan Wonwoo, tapi kini, ia merasa akan menangis ketika melihat dan mendengar tangisan Wonwoo yang tak terhenti.

Beberapa menit kemudian, mobil tersebut berhenti tepat di depan rumah sakit, Mingyu segera membawa tubuh Wonwoo yang sudah tak sadarkan diri itu masuk ke dalam. Ia segera mencari dokter dan Wonwoo dibawa ke ruang gawat darurat.

Mingyu terduduk lemas di kursi tunggu depan ruangan tersebut. Ia ingin menangis tapi tak bisa. Ia tak berharap lebih pada janin yang ada di dalam perut Wonwoo, apalagi ketika melihat banyaknya darah yang keluar dan bagaimana Wonwoo yang kesakitan tadi. Ia hanya berharap bahwa Wonwoo selamat. Sedangkan sekretaris Mingyu mencoba menghubungi kedua orang tua Mingyu dan ibu Wonwoo, setelah mendapat perintah dari Mingyu.

my real-alphaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang