Bab Delapan Belas - There's No Love Like a Sibling

20.7K 2.6K 27
                                    

💓💓💓

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

💓💓💓

Aku membuka mata dengan wajah Yodha yang hanya berjarak beberapa senti dari wajahku. Hembusan nafasnya bahkan sampe terasa di wajahku.

"Eh, bangun Karina," ujar Yodha terkesiap dan memundurkan wajahnya. Mukanya tampak malu.

Aku masih terkejut dengan kejadian barusan. Sebelum aku sempat bertanya, Yodha sudah berlalu dari hadapanku dengan terburu-buru dan masuk ke kamar mandi.

Tak lama Yodha sudah muncul dengan wajah yang lebih segar dan mengambil sarung dan sajadah.  Aku masih mengumpulkan nyawa di depan TV ketika Yodha menghampiriku masih dengan memakai sarung sehabis sholat shubuh yang kesiangan ini.

Belum sempurna nyawaku terkumpul, aku terkejut sekali lagi dengan kemunculan Mas Rendy yang mengucek mata ketika keluar dari kamar. Berarti dia melihat aku dan Yodha tidur bersama di ruang tengah. Wajahku spontan memerah.

"Sholat dulu sana," Yodha segera mengusirku.

Aku mengangguk dan masuk ke kamar Yodha. Ya ampun, gimana ini. Habis ini aku yakin pasti di damprat Mas Rendy. Bisa-bisanya kami tertidur bersama lagi untuk yang kedua kali dan kali ini di depan TV setelah bertengkar semalam. Benar kata orang, pertengkaran membuat hubungan semakin mesra. Ya tapi nggak gini juga kali.

Benar kan, aku masih belum melepas mukena ketika Mas Rendy merebahkan tubuhnya di tempat tidur Yodha di kamar yang kutempati. Dia menguap kemudian memeluk guling. Aku melipat mukena dan bergabung di sampingnya.

Mas Rendy mengusap kepalaku, "Adeknya mas Rendy udah besar ya sekarang."

Aku melihat matanya, kemarahan yang kupikir bakal muncul di sana, tidak kutemukan. Mas Rendy hanya mengusap kepalaku perlahan.

"Aku sama Yodha ketiduran mas. Semalem aku nggak bisa tidur di kamar. Yodha malah udah tidur. Aku nyari Mas Ren di kamar nggak ada. Jadi aku bangunin Yodha, buat nemenin bikin coklat panas," aku menjelaskan.

Mas Rendy masih mengusap-usap pucuk kepalaku.

"Trus kita berantem mas. Aku nggak suka dia deket-deket sama Ditya," aku melanjutkan.

"Ditya? Yang model shampoo itu?" tanya Mas Rendy menaikkan alisnya.

Aku mengangguk, "Dia suka sama Yodha dan Yodha tau, tapi mereka temenan. Sebenernya udah bukan masanya ya pilih aku atau temenmu. Tapi liat Ditya yang nempel Yodha kemana-mana, bikin aku gerah juga."

Mas Rendy terkekeh, "Adekku udah mulai posesif ya. Tapi canggih juga ya gitaris kesayanganmu itu, yang naksir nggak main-main gitu. Ditya Ariestyanti. Gue aja mau dek."

Aku memukul lengannya, "Buat Mas Rendy aja. Biar dia nggak gangguin Yodha lagi."

Mas Rendy terbahak, "Ogahlah kalo lepehannya Yodha." Wajahnya berubah serius, "Trus gimana ceritanya bisa ketiduran bareng lagi? Malem sebelumnya ketiduran bareng di kamar. Tadi malem di ruang tengah," ujar Mas Rendy. Kesan tengil di wajahnya menghilang seluruhnya berganti ekspresi tak bisa dibantah.

Tentang KitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang