Bab Tiga Puluh Delapan - Mendewasakan Hati

28.2K 3.1K 276
                                    

Happy reading

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Happy reading..💓💓

Aku akhirnya kalah dan berjalan keluar resto mencari Yodha. Apa dia sakit perut lagi? Salah makan? Gastroenteritis?

Aku duduk di kursi di area depan toilet, semoga ini toilet yang benar. Sepertinya sih ini toilet terdekat dari restoran tadi. Cukup lama aku menimbang menghubungi Yodha atau menunggu disini saja. Akhirnya Yodha muncul juga dari toilet. Holy shit. Masih dengan pakaian tadi pagi ketika mengantarkan kami, tapi kelihatan malah semakin ganteng dengan tambahan jaket jeans belel di luar kemeja flanelnya dan sneakers. Dengan rambut yang tanpa gel, he looks effortlessly cute. Mungkin mulutku menganga saat melihatnya.

Senyumnya merekah senada dengan dagunya saat melihatku bengong di bangku dekat toilet. Beberapa orang meliriknya dan berbisik atau hanya melihat sekilas. Aku udah mulai nggak kaget seandainya setelah ini dia diajak untuk berfoto bersama.

"Udah selesai makan? Mau kemana lagi?" tanyanya berdiri menjulang di depanku.

Alih-alih menjawab aku malah bertanya, "Kamu diare lagi?"

Yodha tersenyum simpul, "Enggak. Agak kedinginan aja barusan, makanya mendadak sakit perut."

"Nggak enak badan? Nggak dingin loh ini," jawabku jujur. Aku yang sedari pagi masih mengenakan blus garis-garis vertikal dan rok pensil, tentu saja kegerahan dan pengen mandi rasanya.

"Mau flu aja paling. Ketularan Pras sama Ditya kayaknya," jawab Yodha ringan mengusap hidungnya.

Ketularan Ditya? Apa mereka habis berciuman? Aku menghela napas dan mensugesti diri sendiri bahwa semua akan baik-baik saja.

"Pulang aja ke hotel. Aku mau beres-beres. Besok pagi langsung check out," jawabku ringkas. Aku malas berdebat.

"Karina," Yodha mencengkeram lenganku, "Tungguin."

Aku mempercepat langkah, Yodha menjajariku, "Parkirannya bukan arah sini," katanya geli.

Spontan aku menengok, antara malu dan kesal bercampur jadi satu. Ini aku lagi PMS apa gimana, rasanya aku nggak sanggup menahan emosiku yang naik turun berantakan. Yodha menarikku menuju gerai kopi dan memesankan unsweetened ice latte. Aku udah pernah cerita kan. Dia itu tau bagaimana menaklukkanku yang murahan sama ice latte. Dia menyodorkan ice latte, yang langsung kusambut dengan tergesa. Ketika kafein masuk ke aliran darahku, aku mulai bisa berpikir jernih.

"Yuk, balik sekarang. Aku mau beresin barang-barang," ajakku. Aku membawa es latteku dan Yodha hanya mengikutiku tanpa berkata apa-apa, "Parkirnya dimana?"

Yodha membawaku ke arah yang berbeda tadi. Kami berjalan dalam diam hingga ke mobil HRV coklat plat AD milik Yodha. Aku memakai seatbelt dan sesekali menyeruput latte yang kupegang erat di tanganku Aku melirik Yodha yang menyetir dengan tenang. Gantengnya, dengan wajah serius dan lengan kokoh memegang kemudi. Fokus Karin, fokus. He's not yours anymore.

Tentang KitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang