Sudut Jogjakarta, 2014
Aku menengadahkan kepala menatap langit malam ini. Cerah dengan taburan beberapa bintang. Bahkan muncul pula bulan sabit ditengah awan. Semoga cuaca cukup bersahabat denganku malam ini setelah semua kesialan akrab denganku hari ini.
"Ban kamu bocor?" sapa seorang laki-laki berambut ikal berjaket coklat berhenti dan turun dari motornya.
Aku mengangguk pasrah, "Tau tempat tambal ban deket sini nggak mas?"
Mas-mas jaket coklat itu melirik jam tangannya, "Biasanya di depan situ ada sih, cuma jam segini malem, aku nggak tau masih buka nggak ya."
Kemudian dia memarkir motornya, menyerahkan kunci motornya padaku, memintaku gantian mengendarainya sedangkan dia ganti menuntun motorku. Aku terkejut atas perlakuannya. Anak sultan dari mana ini. Gimana kalo motornya kubawa lari dan kabur. Kami bahkan nggak kenal sama sekali.
Malem ini memang seluruh jatah apes kuambil. Udah besok harus praktikum, catetan ketinggalan di kos Anya, jadi aku dari kampus langsung ke kos Anya di deket kampus, sementara rumahku jauh banget dari kampus. Masih di area RS tempat kami ko ass kelak, ban motorku bocor. Ditambah batre ponsel yang habis, lengkap sudah rasanya jatah borongan kesialanku hari ini.
Setelah sampe di tempat tambal ban, baru aku bisa melihat wajah mas mas tadi di depanku. Manis dengan rambut sedikit ikal dan dagu belah yang sekilas menambah keramahan wajahnya. Dia mengambil dua teh botol dingin dari box minuman dingin di dekat tempat tambal ban kemudian membukanya dan menyodorkan padaku.
"Nih mbak, lain kali balik dari kampus jangan malem-malem banget mbak. Ronda atau kuliah sih mbaknya?" katanya ramah.
"Duh, makasih banget mas udah ditolongin," jawabku menerima teh botol dingin yang langsung kutenggak karena memang aku kehausan.
"Udah jalan berapa lama tadi? Haus banget kayaknya," guraunya melihatku yang langsung menghabiskan teh botol dingin dalam sekejap.
Aku tersenyum malu, "Lumayan mas."
Dia kembali tersenyum hangat dan dagunya terbelah dengan sempurna. Manis banget. Bikin diabetes.
"Dari kampus mbak?" tanyanya lagi, "Udah malem banget loh ini."
Aku melirik jam tangan di lengan kiriku. Jam sepuluh malam. Bayangan mama dan Mas Rendy, kakak semata wayangku, bakal marah-marah dan drama sudah terbayang di pikiranku.
"Dari kos temen mas," jawabku pendek.
Mas mas jaket coklat yang belum aku tau namanya itu mengangguk-angguk, "Lupa waktu ya. Aku juga sih suka lupa waktu kalo lagi ngumpul sama temen-temen," sahutnya meringis sambil menunduk. Membuat beberapa helai rambut ikalnya jatuh.
Laki-laki di depanku ini benar-benar menemaniku sampe ban motorku selesai di tambal. Obrolan kami mengalir lancar. Padahal aku bukan tipe orang yang mudah untuk mengobrol pada pertemuan pertama. Tapi mas-mas jaket coklat ini pintar sekali memancing obrolan dan membuatku merasa nyaman ngobrol bersamanya.
"Panggil aja Yodha," dia mengulurkan tangannya mengajakku bersalaman ketika kami akan berpisah setelah ban motorku selesai ditambal, "Udah ngobrol macem-macem, sampe lupa nanya nama."
"Karina," aku menyambut uluran tangannya.
Kupikir itu hanya akan menjadi perkenalan biasa saja. Perkenalan yang kemudian kita akan lupa bahwa kita pernah saling kenal. Tapi aku salah. Walaupun kadang aku berharap sebaliknya. Berharap tidak pernah mengenal Yodha sama sekali.
💓💓💓💓💓💓
Song : Yogyakarta
Aku datang dengan cerita baru..semoga menikmati ya..❤️
KAMU SEDANG MEMBACA
Tentang Kita
ChickLitBagi seorang Karina Lakshita, Yodha adalah dunianya. Satu-satunya laki-laki yang dia jatuhi cinta sedalam-dalamnya. Bagi seorang Ranu Yodha Windraya, Rendervouz, band beraliran pop jazz yang sedang naik daun ini adalah segalanya. Bagi seorang Prad...