Happy reading..💓💓
"Dokter Karin, sini deh," dokter Angga memanggilku bersemangat di depan nursing room di departemen anak.
Aku yang lagi visit salah satu pasien menggantikan salah satu dokter yang izin sakit, mendekat. Aku mengernyitkan kening dan menghampirinya.
"Gimana dok?" tanyaku padanya. Dia berdiri dan tampak berbincang serius bersama dokter spesialis anak, dokter Mediana.
"Dokter Medi lagi cari gantinya untuk acara simposium di UI. Harusnya aku sama dokter Medi yang pergi. Tapi dokter Medi mendadak nggak bisa, suaminya lagi sakit. Aku nawarin kamu yang gantiin. Mau nggak?" tanya dokter Angga bersemangat.
Hah? UI? Semesta lagi bersahabat banget sama aku. Kemarin aku lagi cari-cari jadwal cuti buat mulai survey kesana. Dan merecoki mas Rendy tentu saja.
"Iya dokter Karin. Maaf ya, soalnya beneran saya nggak bisa pergi. Mendadak juga. Kalo dokter Karin bersedia, saya nanti yang minta izin ke Prof Arif," kata dokter Mediana menjelaskan, "Simposiumnya tentang pediatric surgery. Kata dokter Angga, dokter Karin lagi siap-siap mau ambil pediatric juga. Sekalian belajar loh dok," bujuk dokter Mediana, "Soalnya dokter anak yang lain saya hubungi sedang padat dan banyak pasien semua. Dokter Karin tau sendirilah, rumah sakit lagi penuh-penuhnya sekarang, banyak dokter juga ikutan sakit."
Aku melirik Angga, melihatku ragu, dia menarikku dan memberi kode pada dokter Mediana untuk memberi waktu kami berdua berbincang.
"Ikut aja Rin, kan bisa sekalian survey ke UI," bujuk Angga, "Ntar kutemenin. Aku kenalin temen-temenku."
Aku mendesah dan berbisik, "Aku sih pengen banget dok. Tapi aku nggak pede. Dokter spesialis semua isinya bukan?"
Aku dan segala ketidak percaya diri ku. Aku benci ketika mendadak merasa tak percaya diri seperti ini. Aku menarik napas panjang dan memejamkan mata.
Dokter Angga meletakkan tangannya di bahuku dan memintaku menatapnya, "Look at me. Ada aku disana. Rumah sakit yang kasih kamu tugas, berarti mereka kasih kamu kepercayaan Karin. Don't be stupid like this," ujar dokter Angga tegas, "Pikirkan masa depan Rin. Mimpi dan hidup kamu bukan disini. Anggaplah ini tuh jalan kamu buat ke salemba. Kamu kayak mayat hidup kalo terus memaksa disini. Come on, teruskan hidupmu Rin, chase him back. Mumpung ada aku nemenin keliling UI dan RSCM. Minimal ada temen nyasar," ujarnya tersenyum lembut membuatku lebih santai.
Dokter Angga selalu memahamiku tanpa aku mengatakan apapun. Jakarta. Mengejar mimpi. Menghadapi Yodha.
Aku mengangguk, air mataku hampir menetes melihat ketulusan dokter Angga, "I owe you everything dokter Pradipa Anggara. Tapi ini bukan tentang Yodha kok."
Dokter Angga tertawa gemas dan menyentil keningku, "Bohong aja terus. Lebay. Siap-siap, kita berangkat besok sore."
Aku mengangguk ragu, tapi sebersit senyum tak bisa kutahan. Benar kata dokter Angga dan Anya, hidupku harus terus berjalan. Aku akan mengambil spesialis di UI. Aku harus berani melangkah meninggalkan kenyamanan di rumah. Dengan atau tanpa Yodha disana. Ada rasa yang kembali harus kutuntaskan di Jakarta.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tentang Kita
ChickLitBagi seorang Karina Lakshita, Yodha adalah dunianya. Satu-satunya laki-laki yang dia jatuhi cinta sedalam-dalamnya. Bagi seorang Ranu Yodha Windraya, Rendervouz, band beraliran pop jazz yang sedang naik daun ini adalah segalanya. Bagi seorang Prad...