Epilog

51.5K 3.6K 252
                                    

Happy reading

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Happy reading..❤️❤️

Yodha's POV

Gue turun panggung dengan keringat yang membasahi seluruh tubuh. Gue menenangkan diri setelah gempuran adrenalin mengalir deras di darah gue. Gue teramat menyukai spotlight ketika di panggung. Luar biasa, beneran bikin candu. Ketika lighting panggung mulai menyorot Val hingga ketika tabuhan drum dari Rio menutup keseluruhan penampilan. Juga ketika para penonton masih bertepuk tangan dan meneriakkan Rendervouz ketika lighting mulai dipadamkan dan kami berjalan menuju backstage. Semua ini bikin gue merasa lebih hidup.

Gue mengganti kaos yang sudah basah oleh keringat dengan kaos baru yang udah disiapin Karina di dalam tas. Seperti panggung, gue juga suka banget suasana dan keriuhan backstage yang bikin gue merasa nyaman. Tapi tetap ada yang selalu gue kangenin. Kehadiran Karina. Nggak ada yang bisa menggantikan melihat dia berdiri di sisi panggung, dengan wajah berbinar-binar bangga menatap gue, siap dengan air mineral dan tissue khusus buat gue. Sejak dia resmi jadi pacar gue bertahun-tahun yang lalu dan selalu setia ngintilin gue manggung di Jogja, gue jadi candu sama kehadirannya di sisi panggung.

"Rokok Pras," gue berkata meminta sebatang pada Prakasa dan bergabung dengannya di sofa. Gue jarang mengantungi rokok lagi sekarang. Karina bikin hidup gue jadi lebih sehat sejak kami menikah. Dia menyiapkan jus hampir setiap pagi, gue hampir nggak pernah terbayang minum jus sayur yang warnanya kayak tinta printer itu. Tapi Karina bikin gue menenggak cairan itu dengan suka rela.

Gue dan Pras hanya diam dan menghembuskan asap rokok perlahan sambil menikmati keriuhan suasana backstage. Banyak orang yang mondar mandir bikin suasana semakin hidup. Crew Rendervouz membereskan perlengkapan. Mbak Fery kulihat berbincang dengan serius dengan seseorang. Val entah dimana. Rio di sudut sedang menelpon seseorang.

Mbak Fery melangkah menghampiri kami, "Good job you guys. Val, luarr biasa seperti biasa. Ranu, suara patah hatinya yang menyayat dapet banget feelnya. Pras, aduh, kamu hebat banget deh, nggak ada selip satu chord pun. Rio apalagi, gebukan drumnya bener-bener mengendalikan ritme lagu. Besok kita off, hari berikutnya kita ada interview di studio. Istirahat cukup, tour panjang menanti kita."

Gue mengangguk dan toss bersama mereka. Apa jadinya Rendervouz tanpa mbak Fery dan timnya.

"Gue duluan. Sina demam. Jana rada panik," kata Rio pamit.

"Hati-hati nyetirnya bro," seru gue melambaikan tangan.

Gue juga ikutan beres-beres dan pamitan. Udah kerasa capek dan ngantuk luar biasa. Padahal ini baru jam dua belas malam. Gue berharap semoga malam ini jalanan udah cukup bersahabat.

Gue menyalakan audio di mobil demi mengusir rasa kantuk. Kantuk karena lelah. Dulu gue jarang banget bawa mobil dan mengandalkan bang Ando untuk antar jemput, tapi belakangan gue lebih suka membawa mobil sendiri. Biar bisa balik cepet dan ketemu Karina yang biasanya masih belajar atau menyiapkan ini itu untuk besok.

Tentang KitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang