Bab Dua - Love Struck

31.5K 3.3K 29
                                    

"Kariiin, adeeeek

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Kariiin, adeeeek.." panggil mama dari bawah. Aku hanya berguling meletakkan novelku. Kalo aku nggak segera turun, sebentar lagi mama pasti akan bergegas naik dan mengajakku main drama. Mama kalian di rumah juga drama queen gitu nggak sih?

Padahal ini hari Sabtu. Apa sih yang diharapkan selain bermalas-malasan karena kebetulan hari ini libur? Aku rasanya ingin hibernasi seperti Ice Bear di We Bare Bears. Energiku seakan tersedot saat weekday. Apalagi ditambah patah hati memikirkan nasib hubunganku sama Yodha yang hilalnya makin nggak jelas ini. Aku menghela napas panjang.

"Iyaa ma, bentar deh," sahutku menyerah dan bergegas menuruni tangga rumahku, "Kenapa sih ma?"

"Cih, anak gadis jam segini belum mandi," sapa sebuah suara yang sudah lama tidak kudengar.

"Mas Reeen," aku berteriak memeluknya. Mas Rendy, kakak semata wayangku. Kami hanya dua bersaudara, dia bekerja di Jakarta. Aku dekat sekali dengan kakakku ini.

Mas Rendy merentangkan tangan, membuatku dengan leluasa memeluknya dan tersenyum lebar, "Apa kabar dokter cantik?"

"Kok nggak bilang mau pulang sih? Kan bisa aku jemput. Mobilku baru dong mas," sahutku pamer. Hanya kepada mas Rendy aku bisa berbicara panjang dan lebar. Kami jarang bertengkar. Dia selalu memanjakanku.

Mas Rendy mengacak rambutku dengan sayang, "Aku udah liat tadi, nanti malem traktir ya, syukuran mobil baru."

Aku dan mas Rendy terpaut dua tahun, jadi ya usianya sekitar 27 tahun sekarang. Dulu ketika dia masih tinggal di rumah, hampir setiap hari aku nebeng sama dia. Aku bisa sih naik motor atau nyetir mobil, tapi paling enak cuma bonceng sama tinggal minta jemput. Hahaha, aku menganggapnya previlege sebagai adik perempuan satu-satunya. Biasanya dia memang nggak pernah menolak. Kalo memang bener-bener nggak bisa, baru dia bilang nggak bisa.

Aku sangat menyayanginya. Bahkan saat awal-awal dia pindah ke Jakarta, aku cukup mellow. Aku kehilangan sekali. Tapi kata mama, "Bagus Rendy nggak di rumah. Biar kamu nggak manja Rin."

Padahal aku tau, mama juga kehilangan mas Rendy, setiap hari aku mendapati mama menelpon mas Rendy. Gengsinya mama aja yang tinggi. Jadi sok-sokan aku yang kehilangan. Padahal mama juga sama aja.

Jadi sesiangan ini, aku tiduran di atas kasur lebar di kamarnya, sesekali meliriknya dari novel yang sedang kubaca. Mas Rendy duduk di lantai, bersandar di kasur, menghayati memetik gitarnya, "Kamu masih pacaran sama gitaris itu dek?"

Aku menjatuhkan buku di wajahku, menutup mataku dengan buku, "Nggak tau mas. Kalo dua minggu udah nggak ada kabar sama sekali masih bisa dibilang pacaran nggak sih mas?"

Mas Rendy terkekeh dan balik bertanya, "Sibuk jadi artis ya dia?"

Aku mengedikkan bahu malas, "Tauk tuh. Hilang ditelan bumi," jawabku kemudian mengalihkan obrolan, "Mas Ren masih sama mbak Gita?"

Tentang KitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang