Happy reading..💓💓
Rasanya udah berbulan-bulan sejak perpisahanku dengan Yodha. I've learned so many things.
Kupikir aku bakal patah hati dan menangisi Yodha berminggu-minggu. I cry. I did. A lot. Sepulangnya dari cafe hari itu, setelah aku meyusutkan air mata, Yodha mengajakku berkeliling kota sejenak, well, bener banget kalo ada yang bilang kalo Jogja tersusun atas hujan, kenangan dan mantan. Aku resmi menambahkan kata mantan sekarang.
Percaya atau tidak, saat menyetiri kami pagi itu, aku melihat Yodha yang melamun dan kacau, aku merasa tidak seperti korban yang diputusin pas lagi sayang-sayangnya. Walaupun aku tidak lebih baik, somehow aku merasa dia lebih berantakan.
Aku memaksa mengantarnya ke bandara dan dia meminta izin memelukku terakhir kali, jadi kami berpelukan lama seperti Rangga dan Cinta. Haha. Hanya saja kami cuma Yodha dan Karina. Air mataku membanjiri jaket jeans yang dipakainya. Aku menghidu aroma parfum yang bercampur keringatnya terakhir kali.
"Take care Karina," ucapnya serak ketika melepaskanku.
Aku mengangguk pelan, "Kamu juga."
That's it. Dia berjalan tanpa menengok lagi. Aku menatap punggungnya yang lebar dan seolah merasa dia hanya meninggalkanku LDR seperti biasa hanya saja tanpa lambaian tangan.
Setelah masuk ke dalam mobil, baru terasa kenyataan menghantamku. Bahwa sekarang hubungan kami benar-benar berakhir. Aku kembali menangis sejadi-jadinya sampai sesenggukan dan pulang ke rumah yang untungnya dekat dengan bandara setelah lebih tenang. Aku tidur nyaris seharian.
Tapi setelah itu, aku berhenti menangis. Hatiku memang sakit, tapi aku hanya merasa..kosong. Hampa.
I've told you, I've learned so many things.
Aku baru sadar kalo selama ini mama dan papa menyayangi Yodha. Mereka ikut menyesal hubungan kami harus berakhir. Begitu juga Anya. Kupikir dia selama ini mendukung hubungan kami berakhir. Tapi ternyata sebaliknya.
Iya, selayaknya sahabat, dia memang misuh-misuh ketika kubilang Yodha memilih pergi. But in the end, dia bilang bahwa selama ini dia memang sadar kalo Yodha menyayangiku dengan tulus dan berbalik menyalahkanku yang nggak peka dan insecure seperti biasa. Kamvret emang. Hello, hubungan kami berakhir salah satunya juga karena mulut embernya dia. But she never left. Walaupun menyebalkan, dia selalu ada di sampingku.
Fase berdarah-darahku berlalu bersama waktu. Aku menyibukkan diri, mengambil shift malam seperti dulu, karena ketika aku mengalungkan kalung favoritku sepanjang masa yaitu stetoskop, aku bisa melupakan segala masalahku dan fokus pada pasien-pasien dan kasus-kasus penyakit baru di rumah sakit. Percayalah, dibanding makan enak dan salon, kesibukan justru obat patah hati paling ampuh.
💓💓💓💓💓💓
"Ngelamun teruuuus aja," ujar Mas Naja mengagetkanku. Dia menyodorkan kopi, "Suer ini dari aku bukan dari dokter Angga," cengirnya jahil dengan kedua tangan membentuk huruf V.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tentang Kita
ChickLitBagi seorang Karina Lakshita, Yodha adalah dunianya. Satu-satunya laki-laki yang dia jatuhi cinta sedalam-dalamnya. Bagi seorang Ranu Yodha Windraya, Rendervouz, band beraliran pop jazz yang sedang naik daun ini adalah segalanya. Bagi seorang Prad...