29: He Is Mine

277 25 2
                                    

Sudah berpuluh-puluh kali panggilan yang Elsa tujukan ke nomor Dava. Tapi tetap saja Dava tidak mengangkat atau sekedar membalas chat dari Elsa. Sepertinya Dava memang ketiduran. Padahal mereka baru saja saling berkirim kabar sekitar 2 jam yang lalu, Dava mengatakan akan mengantar Elsa kuliah. Tapi pada sampai detik ini tidak ada tanda-tanda Dava niat untuk membalas chat nya.

Elsa berdiri di trotoar paling dekat dengan gerbang perumahan. Di rumah hanya ada sepeda lipat milik Viona. Sementara mobil dibawa mama nya ke Bogor dan motor dibawa Viona ke sekolah.

Rasa kantuk membuat Elsa memejamkan matanya, bus akan datang sekitar 10 menit lagi. Mungkin cukup waktu untuk Elsa tidur sekejap guna menghilangkan rasa kantuk pada matanya. Lagipula saat bus menekan klakson, maka akan memekikkan telinga Elsa nantinya.

Di sisi lain, Dava masih terjebak di tengah kemacetan bersama dengan kendaraan-kendaraan yang lain. Dava mengumpat dirinya sendiri yang tidak memilih jalan kecil sejak tadi. Kini saat dirinya terjebak macet, baru otaknya mau berjalan.

Karena terburu-buru berangkat menjemput Elsa, dan hanya ada mobil di rumahnya. Maka Dava melupakan ponselnya yang tergeletak di atas ranjang. Dava yakin jika Elsa pasti sudah mencak-mencak dan bahkan mengatai Dava dalam hatinya. Menunggu tapi tidak ada jawaban yang diberikan sama sekali.

Selang beberapa waktu mobil hitam milik Dava sudah terbebas dari kemacetan, hampir sampai di lokasi perumahan Elsa. Dava menekan sein kiri namun di batalkan nya lantaran melihat sosok Elsa di halte berjarak 50 meter dari gerbang perumahan. Lalu Dava mengarahkan mobilnya ke arah tempat menunggu kendaraan umum itu.

Dava tersenyum tipis saat melihat Elsa memejamkan matanya.

Mungkin tertidur, pikir Dava.

Dava turun dari mobilnya dengan suara yang begitu di minimalkan berharap Elsa tidak terbangun karena kedatagannya. Saat kepala Elsa hendak terjatuh ke kiri, Dava dengan sigap memasangkan bahunya. Elsa menggeliat sebentar kemudian menguap dan memejamkan matanya semakin rapat. Jelas terlihat jika Elsa kecapekan dan nampak kurang tidur.

"Gimana kalau aku nggak datang? Pasti udah jatuh ke bawah" gumam Dava.

Kebetulan Dava sedikit hafal dengan jadwal kuliah Elsa untuk hari ini. Di mulai sekitar satu jam lagi. Waktu yang cukup untuk Dava menemani Elsa saat ini.

"Nggak perlu cantik, yang penting baik" ucap Dava sembari merangkul bahu Elsa.

Untuk kesekian kalinya Dava melihat Elsa tertidur dengan posisi duduk. Terlihat anggun dan tanpa beban sama sekali. Dava senang bisa berjarak sedekat ini dengan Elsa.

Jarak 16 menit setelah itu Elsa mengerjapkan matanya berulang kali lalu memegang lehernya yang terasa pegal lantaran terlalu lama miring. Elsa terperanjat kaget saat melihat Dava ada di sebelahnya, dan menatapnya tanpa dosa. Malah Dava tersenyum begitu tipis namun tetap terlihat.

Elsa mendorong tubuh Dava menjauh "Bus nya mana?" Tanya Elsa

Dava mengangkat bahu tanda tidak tau, pasalnya sejak tadi yang lewat di depan halte hanyalah taksi dan kendaraan pribadi. Sedangkan angkot dan bus sama sekali Dava tidak melihatnya.

"Maaf ya Sa bikin kamu nunggu sampai ketiduran disini" ucap Dava. Elsa memijit pelipisnya dan mengangguk mengiyakan.

"Kamu nggak balas chat aku?" Tanya Elsa seusai mengecek layar ponselnya yang kosong. Tidak ada notifikasi dari Dava.

"Enggak. Hp aku ketinggalan, terus aku kena macet dijalan. Maaf ya"

Elsa mengangguk lemah, nyawanya belum sepenuhnya berkumpul dan masuk dalam raganya.

Dava & ElsaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang