8: Third Person

331 29 1
                                    

Pagi ini kantin di gedung fakultas kedokteran benar-benar hampir penuh, tapi beruntungnya Elsa bisa mendapatkan meja di sisi kantin. Elsa bukanlah orang terkenal di fakultas ini, bukan juga orang yang populer karena wajah seperti Dava di fakultas hukum. Wajah Elsa terlalu biasa untuk menjadi terkenal.

"Sa pinjem hp nya" ucap Dava yang sudah menyelesaikan makannya lebih dulu. Elsa langsung memberikan ponselnya.

Tangan lincah Dava yang begitu hafal dengan list menu aplikasi di ponsel Elsa, Dava bisa dengan mudah menemukan aplikasi ritel belanja online langganan Elsa. Dava melihat seisi fitur keranjang yang ada di pojok kanan. Mata Dava melihat selebihnya 10 benda yang ada di dalam keranjang tanpa pernah di check out oleh Elsa, kecuali jika otak Elsa sedang waras dan tidak menginginkan beli cokelat.

Dava memilih beberapa barang yang sekiranya memang benar-benar Elsa perlukan, kemudian Dava langsung menekan check out dari keranjang. Dava membuka aplikasi m-banking di ponselnya, menransfer sejumlah uang sebagai bentuk pembayaran.

Dava mengembalikan ponsel itu ke meja, dekat dengan susu kotak rasa cokelat kesukaan Elsa. Elsa tidak tau jika Dava melakukan hal itu. Lagi pula ini bukan kali pertama, tapi sudah ke lima kalinya Dava memberikan surprise semacam itu.

"Sa nanti kamu selesai mata kuliah ini jam berapa?" Tanya Dava. Elsa yang tadinya sibuk dengan melihat orang berlalu-lalang kini menatap Dava

"Sekitar jam 10 Dav. Ada apa?" Tanya Elsa balik setelah menelan sesendok nasi pecel.

"Ikut aku kelompok dulu bisa? Atau kamu ada kerjaan?" Tanya Dava

"Bisa. Sama Mita?" Tanya Elsa. Dava mengangguk ragu, takut jika Elsa menolaknya.

"Oke" jawab Elsa. Dava tersenyum senang. Dava malas jika sampai Mita menjadikannya sebagai sopirnya lagi karena Dava di kira pergi sendiri.

"Kayak bocah kan makannya belepotan" ucap Dava sembari menghapus bekas makanan di ujung bibir Elsa.

Beberapa pasang mata memperhatikan hal tersebut, berbisik-bisik dan Elsa yakin jika mereka mengatai bahwa Dava tidak pantas dengan Elsa, atau setidaknya membicarakan mengenai Elsa yang beruntung mendapatkan Dava. Tapi beruntungnya, Elsa tidak peduli lagi dengan pendapat itu.

Elsa tersenyum menatap Dava lalu meletakkan sendok nya di atas piring, meminum susu cokelat nya sampai tandas tak bersisa. Perut kenyang, hati pun akan ikut senang, itulah pepatah Elsa.

"Dav, aku mau ke kelas dulu. Kamu ikut atau mau nunggu?" Tanya Elsa sembari memasukkan ponselnya ke dalam tas.

"Aku disini dulu. Nanti kalau udah selesai, kamu kabari aku ya. Nanti kita ketemu" ucap Dava.

"Ya udah. Dah Dava" ucap Elsa sembari melambaikan tangan kemudian beranjak pergi. Dava masih mematung di kantin dengan menatap punggung Elsa yang semakin menjauh. Rambut yang bergerak ke kanan dan ke kiri menjadi candu untuk Dava.

Dava beralih ke chat yang baru saja masuk ke ponselnya. Chat dari Mita.

Mita: Dav nanti mampir rumah gue dulu ya. Gue nggak ada kendaraan

"Bullshit" gumam Dava. Sebelum-sebelumnya saat mereka ada projects kelompok bersama, Mita selalu berkata seperti itu. Tanpa pikir panjang dan dengan berbekal izin Elsa. Dava akhirnya datang ke rumah Mita. Tapi motor dan mobil berjejer rapi di garasi padahal sebelumnya Mita juga mengatakan hal yang sama, tidak ada kendaraan.

Dava mengetikkan balasannya sedikit panjang, dengan sorot mata datar

Dava: hari ini gue sama Elsa. Dia bareng. Lo bisa kan naik taksi atau Ojek online. Kalau emang bener-bener nggak bisa, nggak usah datang aja nggak papa kok Mit. Bilang aja sama yang lain, pasti pada ngertiin kalau lo Nggak Ada Kendaraan. Atau mungkin Galang, Yusi bisa barengin.

Dava & ElsaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang