Elsa sudah terbiasa datang ke rumah Dava dan langsung mengetuk pintu. Meskipun mama Dava selalu mengatakan jika Elsa bisa langsung masuk tanpa permisi, menyuruh Elsa agar menganggap rumah tinggal keluarga Dava juga seperti rumah tinggalnya sendiri. Tapi tetap saja tidak etis bagi Elsa jika masuk nyelonong seolah dirinya adalah bagian dari rumah ini.
Perihal orang tua Dava yang pernah menyatakan keseriusan untuk menjadikan Elsa menantunya. Tapi Elsa tetap bukanlah bagian dari keluarga ini, dan masih bukan. Belum tau suatu hari nantinya.
"Hai kak Elsa. Nyari kak Dava ya pasti. Langsung masuk aja kak. Mama lagi arisan di rumah Bu RT. Kak Dava lagi keluar kak, katanya setengah jam lagi pulang. Kak Elsa tunggu aja sebentar" ucap Diva sembari membukakan pintu lebar-lebar. Elsa menurut masuk lalu duduk di ruang tengah, menaruh paper bag yang di bawanya ke meja lalu mengelilingi pandangan disekitarnya.
"Mau minum apa kak? Biar Diva buatin" ucap Diva
"Nggak usah repot-repot Div. Kak Elsa belum haus kok" jawab Elsa.
"Diva nggak repot sama sekali kak. Tapi kalau kak Elsa haus, kak Elsa bisa cari minuman di kulkas. Ada minuman kaleng, susu sama air mineral. Kalau mau camilan di pantry seperti biasanya ya kak" ucap Diva lembut kemudian duduk di sebelah Elsa. Ini bukan termasuk dari perintah yang Dava berikan, tapi Diva menginginkan memperlakukan Elsa dengan baik. Seperti halnya Dava yang memperlakukan Elsa.
"Iya santai aja Div. Dava bilang nggak mau kemana gitu?" Tanya Elsa. Sore-sore seperti ini Elsa tidak tau keperluan apa yang Dava lakukan.
Diva menggeleng "kak Dava cuma pesan, kak Dava keluar bentar dan kalau kak Elsa datang langsung suruh masuk dan nunggu bentaran aja kak. Gitu" ucap Diva
"Ya udah, aku tunggu sini ya" ucap Elsa sembari menyambar remote yang tergeletak di atas meja.
"Kak ikut Diva yuk" ucap Diva saat telunjuk Elsa hendak menekan tombol power di remote
"Kemana?" Tanya Elsa sembari menaruh remote di atas meja kembali
"Diva kasih tunjuk kamarnya kak Dava. Kak Elsa kan belum tau. Pasti kalaupun tau, juga cuma lewat video call, sebagain aja yang tau dan nggak keseluruhan. Emang bukan perintah kak Dava sih ini. Tapi tenang kak, kak Dava nggak pernah marah kalau Diva ke kamarnya" cerca Diva kemudian menarik lengan Elsa.
Elsa menghela nafasnya panjang lalu menurut kemana Diva menariknya. Naik ke lantai 2 yang dihubungkan dengan tangga. Elsa memang belum pernah menjamahkan kakinya di kamar Dava. Baru kali ini, dan itu Diva yang mengajaknya, bukan atas kemauan Elsa sendiri.
Tangan Diva mendorong pintu warna cokelat lebar-lebar. Aroma parfum Dava langsung tercium wangi beriringan dengan angin dalam kamar yang keluar. Elsa tersenyum tipis dan ikut memasuki ruangan yang di dominasi warna abu-abu tersebut. Lemari tertata sesuai tempatnya, beberapa rak dan meja belajar juga ada disana. Kamar Dava begitu rapi untuk seukuran laki-laki berumur 20 tahun.
Elsa duduk di tepi ranjang berdekatan dengan nakas sembari mengedarkan pandangan ke seluruh area kamar dan dihafalkan nya dengan begitu baik. Furniture yang tertata, kursi kayu yang ada di sudut ruangan, beberapa pajangan dan juga foto-foto Dava bersama dengan Elsa yang sudah dicetak lalu di masukkan ke dalam frame foto.
"Oh iya kak, Diva ambil hp dulu ya di bawah. Bentar aja. Kak Elsa butuh sesuatu untuk Diva ambilkan?" Tanya Diva
Elsa menggeleng "jangan di tutup ya pintunya" ucap Elsa
"Iya kak. Bentar ya" ucap Diva kemudian melenggang pergi.
Ringtone ponsel Elsa berbunyi saat Diva sudah meninggalkan ruang kamar milik Dava. Elsa melihat siapa yang menelponnya sore-sore seperti ini, ada nama Dava yang terpampang disana beserta display picture yang begitu terlihat sangat tampan.
"Halo Dav. Aku udah di rumah kamu" ucap Elsa saat Dava hendak angkat bicara
"Iya sayang. Palingan 20 menit lagi aku udah sampai rumah. Kamu mau cokelat berapa biji?" Tanya Dava.
Elsa tersenyum lebar meskipun Dava tidak dapat melihat senyum itu. Elsa merebahkan tubuhnya di atas ranjang dengan kaki yang dibiarkan menggantung seolah ini adalah kamarnya sendiri. Begitu santai dengan angin yang berhembus cukup kencang melalui jendela.
"Iya Dav. Hati-hati ya. Nggak usah cokelat. Persediaan aku masih banyak. Cepetan pulang" ucap Elsa
"Mie ayam?"
"Nggak usah Dav"
"Bakso?"
"No Dav"
"Seblak?"
"Not like Dava"
"Cha time?"
"Nggak perlu banget Dav"
"Snack gimana sayang?"
"Nggak mau"
"Kamu maunya apa Elsa?" Tanya Dava dengan gemas, semua yang Elsa sukai sudah Dava sebutkan dengan lengkap, tapi Elsa tidak menginginkan semua hal tersebut meskipun Dava ingin membelikannya
"Nggak mau apa-apa Dav"
"Ice cream gimana sayang?" Tanya Dava lagi. Barangkali Elsa berubah pikiran dan ingin menitipkan sesuatu tapi lupa
"Nggak usah Dav. Kamu cepetan pulang aja deh daripada bacot" ucap Elsa kesal
"Ya ampun baterai nya low lagi. Dan pinternya, gue nggak bawa power bank atau charge" gumam Elsa pada dirinya sendiri dengan suara melas khas perempuan itu.
"Sayang, di kamar ada charge, kamu cari aja. Aku lupa dimana naruhnya" ucap Dava dari seberang sana yang ternyata mendengar apa yang Elsa katakan pada dirinya sendiri
"Ya udah aku matiin. Buruan pulang deh sebelum aku bete dan pulang" ucap Elsa lalu memutuskan sambungan telepon secara sepihak.
Elsa beranjak dari duduknya, mencari kabel charge milik Dava. Setiap laci Elsa buka dan hanya ada buku-buku, album foto dan benda-benda tidak penting lainnya. Elsa juga membuka tumpukan buku serta tas kuliah Dava, tidak ada yang terlewat. Tapi tidak ada benda yang sedang di carinya tersebut.
"Nakas kali ya" ucap Elsa kemudian melangkahkan kakinya ke arah nakas, Elsa lebih dulu duduk di sisi ranjang. Benda yang di carinya ketemu, tapi charge itu tersambung ke ponsel lain berwarna hitam. Ponsel lama Dava yang ternyata masih disimpan.
Seingatnya, Dava pernah mengatakan jika ponsel tersebut sudah rusak dan tidak lagi di service karena Dava sudah membeli ponsel baru. Elsa mengambil alih ponsel keluaran 4 tahunan lalu dan masih menyala tanpa ada passcode yang terpasang.
Beberapa kali Elsa membuka galery yang berisi dengan foto-foto bersama Elsa dan Dava pada beberapa tahun kemarin dan sebelumnya, mungkin ini alasan kenapa Dava tidak menjualnya sampai detik ini, terlalu banyak momen yang mereka abadikan melalui kamera ponsel lama Dava, dan beberapa foto animasi Frozen yang pernah Dava kirimkan untuknya dulu. Dava tidak pernah berubah sama sekali sejak 4 tahun yang lalu.
Tangan yang tidak bisa diam sampai disitu terus membuka berbagai aplikasi yang ada, tidak seperti biasanya Elsa menaruh curiga pada Dava seperti ini, seolah ada yang aneh dengan keberadaan ponsel tersebut, meskipun Elsa tidak yakin itu apa. Mata Elsa sempat terbelalak saat melihat ada aplikasi chat yang masih nangkring disana dengan akun yang berbeda, akun yang tidak pernah Elsa ketahui atau sekedar Dava bicarakan sebelumnya. Dava bungkam tentang hal ini kepada Elsa. Elsa terus menggulir layar, melihat chat dari Darwin, Martin, Kemal dan juga Nino yang terpampang disana. Sampai jemari Elsa berhenti di satu nomor yang benar-benar akrab dengannya, Elsa langsung membuka chat tersebut. Tenggorokannya seperti tercekat, nafasnya memburu seolah mencari oksigen yang tiba-tiba menghilang dari bumi, tanpa di sadari, Elsa malah meremas ponsel tersebut sampai kuku-kukunya memutih.
"Dav, bukan begini caranya" ucap Elsa lirih sembari mengembalikan ponsel beserta charge itu ke dalam nakas kembali.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dava & Elsa
Chick-Lit(Sekuel Backstreet) Mencintaimu bukan lah cara menciptakan sebuah pelangi, tapi tentang cara terkuat untuk menghadapi badai. (Dava) Langit tak selalu biru, mendung tidak selalu datang hujan, sore tidak selalu akan jingga, dan hidup tidak selamanya a...