6: Like Father, Like Daughter

357 26 0
                                    

Hari Sabtu seperti ini, jam mata kuliah Elsa kosong. Tidak ada kabar dari Dava sampai jam 9 pagi. Rumah terasa lenggang lantaran Viona sekolah, mama nya pergi ke supermarket dan papa nya sedang bertanam di belakang. Hobi Doni sejak dulu memang bertanam bunga jika ia ada di rumah.

Elsa menaruh ponselnya di atas meja lalu menyusul papa nya di taman belakang, dari pada harus berdiam dan tidak tau apa yang akan dilakukannya.

"Pa" sapa Elsa lebih dulu. Doni sedang menanam bunga mawar merah muda saat ini

Doni menoleh dan tersenyum melihat putri sulungnya "nyari mama kamu sayang?" Tanya Doni

Elsa berjongkok di dekat papa nya dengan wajah tersenyum "bukan Pa. Elsa lagi nggak tau aja mau ngapain. Mau Elsa bantu?" Tanya nya

"Nggak usah sayang. Nanti tangan kamu kotor. Ingat kan terakhir kali kamu bantuin papa apa yang terjadi?" Tanya Doni. Elsa malah tertawa sendiri mengingat kejadian beberapa tahun yang lalu saat Elsa masih ada di bangku SMP. Elsa berniat membantu Doni untuk menanam bunga, yang di dapatnya malah gerombolan cacing di gundukan tanah, lalu Elsa lari dan berakhir jatuh dari anak tangga kedua.

"Itu kan udah lama pa" ucap Elsa saat dirinya sudah berhenti tertawa

"Bisa aja ada cacing lagi. Udah paling bener kamu itu diem lihatin papa" ucap Doni

"Ya udah Pa, iya" jawab Elsa.

"Oh iya Sa, Dava orangnya makin kesini makin baik ya" ucap Doni tiba-tiba. Elsa tidak mengerti kenapa papa nya tiba-tiba bisa membahas mengenai Dava

"Baik Pa. Dari dulu, sebelum badai menyerang Dava juga baik" jawab Elsa.

"Papa lihat semakin sayang sama kamu" ucap Doni

Elsa mengangguk setuju dengan pendapat papa nya kali ini. Kata quotes dan banyak orang, jika dalam sebuah sudah begitu lama, rasa sayang seorang cowok lama kelamaan akan memudar dan tidak mau memperjuangkan hubungan kembali. Tapi pada prakteknya, Dava justru begitu menghargai Elsa, semakin menyayangi Elsa dan begitu bersyukur atas hadirnya Elsa dalam kehidupan Dava.

"Kamu ingat kan calon menantu kriteria papa?" Tanya Doni sembari menaruh pot di rak bersama dengan jajaran pot yang lainnya kemudian mencuci tangannya dengan air di kran.

"Ingat Pa. Papa selalu bilang, papa tidak menginginkan menantu yang kaya, menantu yang tampan, menantu yang memiliki jabatan atau pun menantu yang status sosialnya tinggi. Tapi papa menginginkan menantu yang bisa menyayangi anak-anak papa dengan tulus, yang bisa menghargai anak papa, yang bisa bertanggung jawab dan yang bisa membahagiakan anak papa. Sesederhana itu keinginan papa" ucap Elsa. Elsa mengingat benar ucapan papa nya saat wisuda kelulusan SMA Elsa. Mungkin sebentar lagi giliran Viona yang mendengarkan kata-kata menyentuh tersebut dari mulut papa nya.

"Kamu kan belum tau alasan, kenapa papa menginginkan semua itu?" Tanya Doni sembari menarik putri nya duduk di bangku yang ada di bagian tengah taman.

"Alasannya pasti karena papa ingin melihat anak-anak papa bahagia. Elsa tau, setiap orang tua pasti menginginkan hal terbaik untuk anak-anak nya" tebak Elsa dengan wajah tersenyum

Doni merangkul bahu Elsa sembari mengangguk. Elsa menyandarkan kepalanya di bahu papa nya.

"Kamu benar Sa. Tapi ada alasan yang lebih konkrit lagi. Alasan yang memang melatar belakangi semua itu" ucap Doni. Wajahnya tersenyum melihat anaknya juga ikut tersenyum

"Alasannya lainnya apa pa?" Tanya Elsa. Setahu Elsa, Doni memang selalu mengutamakan kebahagiaan anaknya di atas segalanya. Jangankan membentak Elsa atau Viona, bernada sedikit meninggi saja Doni belum pernah selama ini.

"Saat suatu saat papa udah nggak ada, maka papa bisa menitipkan kamu dan Viona kepada laki-laki yang benar-benar tepat. Laki-laki yang akan menggantikan papa sebagai cinta kamu dan Vio. Menggantikan tanggung jawab papa terhadap kamu dan juga Vio. Papa ingin kalian bahagia bersama dengan laki-laki yang tepat" ucap Doni dengan suara yang begitu lembut.

"Papa jangan bilang seperti itu, Papa tetap cinta pertama untuk Elsa dan Viona" ucap Elsa. Rasa merinding tiba-tiba masuk dalam setiap relung hatinya, ucapan papa nya benar-benar tepat mengenai sasaran.

Doni justru tersenyum "Papa akan tetap menjadi cinta pertama kalian, tapi untuk cinta terakhir kalian, bukanlah papa. Cinta terakhir kalian akan ada dalam pasangan kalian masing-masing. Makanya kenapa papa bilang, pilih laki-laki yang bisa tanggung jawab dan membahagiakan kalian. Papa tidak memerlukan laki-laki yang kaya raya dan tampan. Karena kekayaan, ketampanan dan laki-laki mapan belum tentu bisa membahagiakan kalian. Yang bisa membahagiakan kalian adalah laki-laki yang tepat" ucap Doni. Meskipun ucapan itu terdengar biasa di ucapkan, tapi apa yang Doni katakan adalah penuturan yang serat makna.

"Love papa sekebun" ucap Elsa lalu memeluk papa nya dengan erat. Elsa menginginkan, jika kelak anaknya akan memiliki papa seperti Doni. Elsa ingin anaknya akan mendapatkan cinta sebanyak cinta yang Elsa dapatkan dari papa nya.

"Cuma sekebun aja?" Protes Arya

Elsa malah terkekeh "kebun 90 hektare" jawabnya.

"Lagi pula, Papa tetap menyayangi kalian apapun keadaannya. Kamu dan Vio tetap jadi anak kebanggaan papa. Putri papa tersayang" ucap Arya sembari mengelus lembut kepala putri sulungnya.

"Sebanyak cinta papa, sebanyak kasih sayang papa ke Elsa dan Vio. Seperti itu yang Elsa inginkan untuk menjadi pendamping Elsa, menjadi cinta pertama untuk putri-putri Elsa nantinya" ucap Elsa sembari melepaskan pelukannya. Sudah lama ia tidak berbincang panjang dengan papa nya semenjak papa nya jarang pulang lantaran dinas.

"Dan entah kenapa, papa percaya jika Dava adalah orang yang tepat untuk kamu. Dari sekian banyak laki-laki yang pernah papa temui. Dari junior papa di TNI sampai anak-anak teman papa, yang paling papa sukai adalah Dava" ucap Doni pelan.

Bukan tanpa alasan Doni bisa berkata seperti itu, tentu karena tanggung jawab Dava terhadap Elsa yang ditunjukkan melalui hal-hal kecil. Dan bisa membahagiakan Elsa dengan begitu benar. Doni melihat itu semua dari tatapan Elsa.

Tidak ada yang pernah Doni sesali dari semua anggota keluarganya. Ia memiliki istri yang begitu baik dan anak-anak yang begitu menyayanginya. Dan anak-anak yang begitu mudah untuk di atur meskipun dari jarak jauh.

"Papa nggak lanjut menanam bunga nya?" Tanya Elsa. Beberapa mawar tanpa media tanam masih ada beberapa di dalam tas plastik

"Lanjut. Nanti" jawab Doni

"Kalau gitu papa lanjut menanam. Elsa ke dalam dulu. Sepertinya mama udah pulang pa" pamit Elsa

"Iya sayang" ucap Doni.

Elsa beranjak meninggalkan taman belakang, berjalan ke arah dapur dan mama nya sedang menata belanjaannya di dalam kulkas. Sayuran dan beberapa buah-buahan.

"Mama" sapa Elsa

"Kamu udah selesai ngobrol sama papa?" Tanya Rosa sembari menata susu kotak berukuran 1 liter di pintu kulkas

"Sudah ma. Mama dengar?" Tanya Elsa

Rosa tersenyum hangat ke arah putri sulungnya "perbincangan papa dan anaknya. Mama pasti tau arah pembicaraan kalian meskipun mama nggak mendengarnya. Mama juga perempuan sayang" ucap Rosa. Rosa tidak menguping atau mengintip suami dan anaknya. Tapi Rosa sudah tau kemana arah pembicaraan jika papa dan anak perempuan berbicara empat mata. Ia pernah ada di posisi Elsa juga dulu.

"Mama pasti sayang sekali dengan kakek" ucap Elsa dan Rosa mengangguk setuju.

"Cinta pertama mama. Tapi cinta terakhir mama, ada di belakang sedang menanam bunga" ucap Rosa dengan wajah bahagia seperti biasanya.

"Tapi tidak semua anak perempuan seberuntung kamu. Tidak semua anak perempuan itu memiliki first love seorang papa. Jadi kamu harus bersyukur sayang" sambung Rosa. Elsa mengangguk mengiyakan

Yang dikatakan quotes memang ada benarnya, cinta pertama anak perempuan ada pada papa nya, (meskipun tidak semuanya). Sementara cinta terakhir terletak pada siapa suaminya kelak.

Dava & ElsaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang