Part 11

1.6K 75 17
                                    

Singapura,
Dua hari kemudian..,,

"Miss Corina...."panggil seorang lelaki berusia sekitar setengah abad yang barusan keluar dari bilik ICU.

"Yes, i am....."sahut Corina langsung menghampirinya. Om Elif, mom Ana dan Bryan serentak mengikuti. Keempatnya lalu dengan antusias mengerumini lelaki berpakaian putih dengan taburan uban yang mendominasi rambut lebatnya itu. Dia adalah dokter Lee, dokter spesialis syaraf yang menangani ibunya sejak awal masuk ke Mount Elizabeth Hospital. Sorot mata letih itu mengamati mereka sesaat.

Corina seperti mendapat firasat buruk. Jantungnya berpacu sangat cepat. Tangan dan kakinya bukan kepalang dinginnya. Sejak bangun dari komanya dua hari yang lalu, ibunya kembali tidak sadarkan diri dengan tanda-tanda vital yang semakin melemah. Dan semalam  tekanan darah dan detak jantungnya mencapai titik terendah, mereka semua menunggu diluar dengan cemas dan terjaga semalaman. Membiarkan team dokter bekerja sambil mereka terus berdoa. Dan kini kepala dari team dokter itu memanggilnya dengan tatapan datar.

"Miss Corina....i'm really sorry to you and to all  your family's...which were waited and hoped a good news....we did the best we could to save her....but your mother has past away at 10.10 this morning.....
miss Corina..... we're really sorry for your lost...." ujar dokter bedah itu dengan wajah prihatin.

Terdengar teriakan histeris mom Ana. Makian spontan om Elif yang anehnya seperti suara robot. Bryan yang bergerak slow motion kearahnya....Dan semua suara tiba-tiba menghilang....lalu semuanya gelap.....

😢
🖤

Corina menggeliat lemah. Semuanya terasa berputar-putar...Dia mendengar seseorang bicara dikejauhan....tapi dia begitu lemah untuk membuka kelopak matanya...sampai kemudian sebuah genggaman kuat dijemarinya menariknya ke alam kesadaran.

"Kamu sudah sadar...?"Tanya suara serak yang familiar itu.

"Om Elif...."panggilnya lirih saat melihat wajah orang yang menggenggam tangannya.

"Iya Cori....Om disini. Istirahatlah, kondisimu sangat lemah. Dokter bilang kamu kekurangan gizi dan nutrisi. Itu sangat berbahaya bagi janinmu..."

"J-janin....?"ulang Corina dengan dahi berkerut. Mencoba mencerna makna kata itu ditengah kesadarannya yang datang perlahan.

Om Elif menatapnya bingung "kamu belum tau... kamu hamil ?!"

Corina menggeleng lemah dengan mata menatap sama bingungnya pada Om Elif. Tanpa sadar dia memegang perutnya.

"Cori... om minta maaf, om tidak tau kalau kamu tidak tau sedang hamil. Tadi... om telpon Mike, om minta dia segera menjemputmu karena kondisi kehamilanmu yang lemah....dan...Mike menawarkan agar kita semua naik private jet nya supaya pemakaman mamamu dapat segera dilakukan di Jakarta.... sayang maafin om ya... seharusnya kamu yang kasih tau Mike kabar gembira ini... bukan dari mulut lancang om...mengenai mamamu.... cobalah mengikhlaskannya... sayang kamu anak gadis om yang kuat, kamu jangan lemah.... jaga cucu om baik-baik... kakakku sangat menginginkan cucu darimu..."ujar om Elif sambil mengusap rambut Corina dengan sayang. Mengusap air matanya yang deras mengalir dengan jemari besarnya. Dan memeluknya ketika dia akhirnya menangis tersedu. Seperti itulah om Elifnya...yang selalu ada disaat-saat yang terburuk dalam hidupnya. Menenangkannya dalam dekapannya yang nyaman...

🥺
🖤

Sudah tujuh hari sejak kepergian mamanya namun wajah Corina masih tampak sembab. Diam-diam dia sering menangis bahkan saat melamun pun tanpa sadar air matanya meleleh jika teringat kedua orang tuanya yang telah tiada. Untuk mengobati kerinduannya setiap hari dia mengunjungi makam papa mamanya yang bersebelahan. Berdoa lalu berdiam diri berjam-jam disana. Sebagai pribadi yang pendiam dan tertutup tak banyak kata yang keluar dari mulutnya untuk mewakili perasaannya saat ini tapi semua orang faham bahwa dia sangat berduka dan kehilangan.

TOXIC  (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang