Maaf untuk typo & kekurang sempurnaan tanda baca 🙏😘Semangati aku dengan Follow, Vote Comment kalian🥀
•
•
•Kedua bola mata Corina membelalak syok dengan keberadaan Bi Halimah yang sangat tak terduga di tempat itu, tepat disarang penculiknya dan datang bersama penculiknya pula ! Otaknya yang masih lemot dipaksa berfikir nyinyir dengan segala kemungkinan tentang kejanggalan itu. Apakah Bi Halimah dipaksa Jacub untuk merawatnya sebagaimana dulu Jouvan juga memintanya merawat dirinya pasca insiden penembakan oleh Mike ? Ataukah justru Bi Halimah mengikuti perintah Jouvan ? Mengingat bahwa Bi Halimah adalah nanny nya Jouvan dan ia menyayangi Jouvan seperti anaknya sendiri.
Corina memejamkan kedua kelopak matanya dengan keras, ia sungguh tidak ingin menodai kepercayaannya pada Jouvan dengan praduga-praduga jahat hanya karena orang kepercayaan Jouvan menampakkan diri dengan penculik yang hampir membuatnya diperkosa !
Tanpa sadar, Corina menggigit-gigit bibir bagian dalamnya dengan resah, dia membuang pandangannya dari sosok Bi Halimah yang telah membuat seluruh syarafnya menegang tetapi tanpa sengaja matanya beradu pandang dengan Jacub, calon adik ipar yang entah dengan motivasi apa menculiknya itu dengan tanpa sungkan menatap tubuhnya yang nyaris telanjang tanpa berkedip dari jarak hanya beberapa langkah. Corina merasa benar-benar dikuliti dan tidak punya harga diri lagi. Tetapi dengan ketidak berdayaan fisiknya dan statusnya yang kini sebagai tawanan Jacub, Corina hanya bisa menitikkan air mata dalam diam.
Corina menatap hampa dengan fikiran yang masih berkecamuk berat saat Bi Halimah berjalan lebih mendekat kearahnya. Wanita bertubuh gempal itu meliriknya kikuk dan tersenyum tipis padanya. Sebuah nampan berisi makanan diletakkannya diatas nakas yang terletak disamping tempat tidur Corina dengan sedikit tergesa.
"Maaf non Cori, saya akan merapikan pakaian non ... " ujar Bi Halimah sebelum menurunkan bagian bawah lingerie Corina yang tersingkap hingga kepangkal pahanya dan menaikkan kembali G-String Corina yang hampir putus dan melorot hingga ke pahanya, lalu dengan hati-hati Bi Halimah menarik tali lingerienya ke pundak Corina hingga payudara bulat montok miliknya kembali tersanggah dengan elegant. Terakhir, Bi Halimah menyandarkan punggung Corina ke headboard tempat tidur setelah menumpuk beberapa bantal dipunggungnya. Semua itu dilakukan Bi Halimah dengan cepat dan mata yang berkaca-kaca tanpa berani menatap Corina.
"Minum ini non," ujar Bi Halimah mendekatkan sekaleng susu beruang ke bibir Corina. Dia meminumnya dengan tatapan kosong dan tanpa bertanya apapun.
"Non Cori ... " panggil Bi Halimah menyentuh lembut punggung tangan Corina, wanita cantik itu menoleh padanya dengan tatapan datar.
"Saya suapin non Cori ya." Ujar Bi Halimah mengambil semangkuk bubur ayam dari nampan di atas nakas. Corina mengangguk.
"Aaa ... " ujar Bi Halimah kocak saat menyuapkan sesendok bubur ayam. Corina membuka mulutnya dan menelan bubur itu sambil melamun.
"Aku ingat, dulu Bibi menyuapi aku dan Jouvan makan sambil bercerita tentang kampung halaman Bibi ..." celetuk Corina tiba-tiba. Pandangannya menerawang jauh. Air mukanya datar. Tangan Bi Halimah yang sudah terulur ke mulut Corina mendadak terhenti.
"Apa ... non Cori sudah mengingat semuanya ?" tanyanya balik, raut wajahnya terlihat tegang. Tanpa diduga, Corina balas menatapnya lekat. Bi Halimah tercekat dan terserang kegugupan berat hingga tanpa sadar menjatuhkan sendok ditangannya.
"Ya. Um, tidak. Hanya potongan memori. Akhir-akhir ini aku semakin sering mendapatkan penglihatan ..." sahut Corina tersenyum kecil. Pandangan mereka bertemu sekian detik tetapi Bi Halimah buru-buru melengos dan mengalihkan pandangannya pada Jacub yang terlihat tak acuh dengan pembicaraan mereka dan memilih menjawab panggilan telponnya. Dia terlihat tegang saat bicara.
KAMU SEDANG MEMBACA
TOXIC (END)
RomanceWARNING! 21+ [konten dewasa] DARK ROMANCE.ACTION.THRILLER Corina baru saja memulai karir memasak profesionalnya sebagai assistant chef disebuah restoran ternama di Singapura ketika mamanya memintanya kembali ke Jakarta. Sebuah pilihan berat yang me...