Part 6

3.2K 125 205
                                    


It will be nice if U VOTE 🌟





"Besok kau dan mamamu akan diantar Arief supirku ke Bandara. Seperti yang sudah aku katakan sebelumnya, penerbanganmu jam 2 siang, first class. Aku sudah atur orang di bandara untuk membantu mamamu sampai masuk ke pesawat. Soal biaya rumah sakit di Jakarta, sudah aku bereskan. Dan nanti dokter-dokter terbaik di Mount Elizabeth Hospital akan langsung menangani mamamu, aku sudah mengurus semuanya." ujar Mike bangun dari duduknya saat melihat Corina melangkah masuk kedalam apartemen. Dia tampak sudah berpakaian rapi dengan sebuah koper disampingnya.

Corina melirik jam didinding. Pukul 9 malam.

"Aku berangkat malam ini ke vietnam lalu Laos, Kamboja dan philiphine untuk mengurus pabrik sawit keluargaku disana dan penjajakan investasi property tentunya." sambungnya seakan bisa membaca fikiran Corina.

"Dan aku bersama Devina." tandasnya dingin.

Deg.
Seketika hatinya mencelos dan telinganya berdenging. Setelah hampir setiap malam dalam dua minggu terakhir dirinya menjadi tempat pelampiasan syahwat suaminya, seakan dialah satu-satunya yang membuat hasrat liarnya terpuaskan, tiba-tiba kini suaminya mengatakan bahwa dia akan pergi dengan kekasihnya.

Beberapa detik dia melihat bibir yang selalu melukai hatinya itu berkomat kamit tanpa bisa ia mendengar suaranya. Corina mengusap-usap anak telinganya beberapa kali. Ketika pendengarannya kembali normal. Tepat disaat itu pula Mike menutup pidatonya.

"Jadi tolong bicara seperlunya pada mamaku, dia memaksa supaya kau ikut dalam perjalanan kali ini. Tapi kau tau sendiri 'kan, aku lebih membutuhkan Devina disisiku...." tukas Mike sambil menyeret kopernya kearah pintu dibelakang Corina.

Saat akan menutup pintu dia berbalik, menatap tajam pada Corina yang tengah tercenung menatapi lantai keramik apartemen.

"Aku terpaksa menunggumu hanya untuk menyampaikan hal ini karena Hp mu tidak aktif seharian. Aku ingatkan jangan sampai salah bicara dengan mamaku. Dan satu lagi, jangan pernah matikan hp mu lagi!" tandasnya dingin lalu pergi tanpa merasa perlu menunggu jawaban Corina.

Corina semakin tertunduk dalam. Sepasang matanya nanar menatapi jemari kakinya. Satu persatu air mata yang tadi mati-matian ditahannya kini berjatuhan ke pipi putihnya. Menangis dalam diam. Tanpa isakan. Itu adalah keahliannya sedari kecil. Perbuatan yang kerap dia lakukan diam-diam saat kedua orang tuanya lagi-lagi mengingkari janji dan pergi berhari-hari ke tempat yang jauh. Dan kini hal itu terulang lagi. Setiap kali suaminya menyakitinya, remaja 19 tahun itu hanya menyimpannya sendiri dan menangis dalam diam.

Ting tong ...

Suara bell dipintu apartemennya seketika memangkas kesenduannya. Corina buru-buru menyeka air matanya dan membukakan pintu.

"A-anda ... " pekiknya dengan mata melotot kaget.

"Apa kau sakit ?! Bukannya cutimu baru mulai besok? Kenapa hari ini tidak masuk kantor ... ?!" cecar pria tampan itu langsung menerobos masuk kebalik pintu yang hanya dibukakan sedikit oleh si empunya apartemen.

"Em, anu, saya ... " sahut Corina bingung harus menjawab apa. Kedatangan Dimas si Boss magang yang terbiasa menzoliminya ke apartemennya malam-malam sangatlah tak terduga olehnya.

"Handphonemu tidak aktif seharian ! dan sewaktu aku menelponmu pagi tadi, aku mendengar suara keributan dan benda jatuh, aku khawatir kau kenapa-kenapa ... " cicit Dimas mengamati Corina.

"Astaga! Itu, Kepalamu kenapa diperban ? Kau terluka ... ?! Ck, kau ini, selalu ceroboh ! katakan padaku, siapa yang membuat kamu terluka seperti ini, hah ?!" tanyanya dengan amarah menyala dimata.

TOXIC  (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang