Indo dan Timor lalu berhenti. "Sudah sampai kita di Keraton!" Seru Timor dengan antusias.
PFI melihat lekat-lekat tempat yang sangat ia rindukan dari dulu. Tidak disangka ia dapat kembali pulang dan bertemu dengan keluarganya lagi.
"Ayo kita masuk." Indo lalu menarik tangan PFI dan masuk ke dalam keraton.
"Kak PKI!" Teriak Indo dengan suara keras.
"Siapa sih tuh teriak-teriak. Rusuh banget dah." Sahut PKI sambil mencari asal suara.
"Eh ada kalian. Eh tunggu...?" PKI diam terpaku ketika melihat saudara kembarnya yang sudah lama menghilang.
PFI langsung memeluk PKI. "Kau masih ingat aku kan?" PKI tidak yakin dengan apa yang di lihatnya.
"Ini beneran PFI? Eh aku nggak mimpi kan?" PKI mengucek-ngucek matanya.
"Iya, ini aku." Ucap PFI lirih.
"Huwaaa...tidak sangka kau masih hidup..."
"Memangnya kenapa kau bisa mengira aku mati?"
PKI mengusap matanya, "Karena kau ada di hutan, jadi aku pikir kau sudah mati."
Ibunda Zamrud Khatulistiwa dan Ayahnya Nusantara mendengar ada suara tangisan.
"Ayahanda, apa kau mendengar ada yang menangis?" Tanya Zamrud Khatulistiwa kepada suaminya.
"Ya Ayahanda mendengarnya. Bagaimana coba kita periksa."
"Udahlah bang PKI, Jangan nangis terus. Nih Indo kasih Toblerone."
"Toblerone? Eh mau-mau."
"Eh kok Toblerone. Coklat payung maksudnya. Hehehe..."
"Dah lah nggak mau."
"PKI, apa kamu dengar ada suara tangisan?" Ibunda Zamrud mendekati PKI. "Kenapa matamu merah? Apa tadi kamu yang menangis?" Ucap Nusantara yang baru datang.
"Ayahanda, Ibunda, lihatlah siapa yang ada di depan kita."
"PFI?! Apa ini benar PFI?" PFI mulai menangis, "Iya, Ini aku PFI. Aku senang kalian berdua sehat."
Nusantara dan Zamrud Khatulistiwa langsung memeluk PFI. "PFI kangen Ayah dan Ibu..."
"Iya, Ayah dan Ibu juga kangen dengan PFI."
PKI, Indo, dan Timor duduk di lantai sambil makan popcorn dengan asiknya.
"Wah seru juga ya nonton drama di depan mata." Ujar Indo sambil memakan popcorn miliknya. "Tapi ini masih lebih baik di bandingkan sinetron ku menangis." Sahut PKI.
"Oh iya Kak Indosila, Bang TNI dan Bang Petrus kemana ya?" Tanya Timor yang tidak melihat ketiga kakaknya dari tadi.
"Indosila? Apa dia adikku juga?"
Ibunda Zamrud lalu mengusap kepala anaknya, "Iya, Indosila adalah adikmu juga. Mereka bertiga sedang pergi berkemah di gunung Jaya Wijaya. Bilangnya sih pengen main salju."
"Dan aku nggak di ajak." Sahut PKI dengan kesal. Indo lalu berbisik kepada Timor. 'Kalau Bang PKI di ajak, bisa-bisa langsung mencair nanti saljunya.' Timor mengiyakan, 'Bener tu. Hihihi...'
PKI melihat ke arah Indo dan Timor. "Perasaan ku nggak enak nih."
"Akhirnya jadi juga buat tendanya. Fyuuhh..." Tugas TNI adalah membuat tenda, sedangkan tugas selanjutnya diberikan kepada adik-adiknya yaitu membereskan barang-barang mereka.
Papua dan Papua Barat sedang menyiapkan makanan untuk mereka bertiga.
"Semuanya sudah di bereskan?" Tanya TNI agak sedikit berteriak. "Sudah!" Jawab kedua adiknya.
Kedua adiknya lalu keluar dari dalam tenda. "Kerja yang bagus adik-adik!" Mereka bertiga lalu tos bersama.
"Ngomong-ngomong pasti Bang PKI kesepian di Keraton." Kata Indosila. "Kan dia bisa main keluar. Hum...asalkan dia kagak ikut demo atau tawuran lagi." Jawab Petrus.
Beralih ke Keraton lagi.
"Selama kamu di hutan, kamu ngapain aja?" PFI berfikir sejenak, "Ya bekerja untuk bertahan hidup. Kalau kamu sendiri?"
"Oh kalau aku mah ikut demo, tawuran, bikinin minuman buat bang TNI, Mabar bareng MPAJA dan Martial lalu berhasil ngelakuin push rank, rebahan di kamar, mukbang Indomie, di omelin Indosila, ngitungin daun-daun yang ada di pohon, terakhir rokokku disita sama ayahanda dan tidak boleh merokok selama seminggu."
PFI bengong setelah mengetahui kelakuan saudara kembarnya. "Tapi kadang-kadang aku bantuin provinsi-provinsi kita."
"Tapi jarang -_-" Tambah PFI.
"Iya."
PFI hanya dapat menepuk jidatnya. Tiba-tiba Indo dan Timor datang mendekati mereka berdua "Bang...Abang...Indo sama Timor mau main keluar boleh?"
"Boleh...boleh, sekalian ya nggak usah pulang ya :)" Jawab PKI dengan senangnya.
"Hush...sembarangan aja. Ya udah boleh, hati-hati ya." Jawab PFI. "Makasih Bang, Abang baik banget. Nggak seperti bang PKI yang ngeselinnya pakai banget."
"Ih adek ngeselin. Pas kamu di Mansion ASEAN, aku tuh rasanya senengnya pakai banget."
"Udahlah kak Indo, Ayo kita main keluar." Timor menarik-narik tangan Indo supaya bergegas untuk pergi.
"Eh iya...iya." Timor langsung menarik tangan Indo dan segera pergi dari sana. "Eh jangan tarik-tarik."
"Lagian kak Indo kelamaan." Indo langsung menggembungkan pipinya. "Ya udah deh maaf. Kita main ke rumahnya Nugini yuk!"
Timor langsung mengangguk menyetujui. "Let's Go!"
Mereka langsung pergi ke rumahnya Nugini. Rumahnya dekat ini -_-
Di rumahnya Nugini.
"Bosen weh dirumah ae." Nugini lalu mengambil remot televisinya.
"Hari ini Corona Virus Disease 19 (Covid-19), kembali..."
Nittt!
"Terjadinya gempa tektonik di suatu wilayah tepatnya di..."
Nittt!
"Mas, kumohon mas jangan tinggalkan aku disini mas..."
Nittt!
"Nggak ada acara yang bagus apa?" Gerutu Nugini masih sambil memutar-mutar acara siaran televisi yang menarik.
"Huh...Nggak ada yang seru." Dengusnya kesal.
Nittt!
"Jangan panggil aku anak kecil paman..."
Nugini langsung mematikan televisinya dan melempar remot ke sembarang arah.
"Ck...males ah nonton televisi. Kagak ada acara yang menarik. Bosen aku nonton berita covid mulu. Apalagi sinetronnya Indo yang ku menangis. Dari pagi sampai malam itu mulu." Decaknya kesal sambil rebahan di kursinya.
"Nugini, main yuk!" Teriak Indo dan Timor yang sudah sampai.
"Kek suaranya Indo sama Timor deh." Nugini langsung beranjak dari kursinya dan langsung membukakan pintu.
"Tuh kan benar. Sudah ku duga itu suara kalian. Ayo silahkan masuk!"
Indo dan Timor langsung duduk di kursi. "Mau aku buatkan minuman dulu?" Tawar Nugini.
"Wah boleh tuh. Aku mau sirop Marjan yang coco pandan ya." Jawab Indo yang langsung mesan.
"Timor mau sirop ABC yang jeruk."
"Ya udah tunggu bentar ya." Nugini lalu pergi ke dapur untuk membuatkan minuman untuk kedua temannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ᴛʜᴇ ᴅᴀɪʟʏ: ᴋɪᴍɪʟꜱᴜɴɢɪᴀ ꜰʟᴏᴡᴇʀ
Fanfiction••• 'Aku sudah lama menyukainya...Semenjak aku datang ke negaranya, Aku di sambut dengan baik.' "Sesampainya di sana, Aku di beri sebagai hadiah sekaligus kenang-kenangan dan sampai sekarang bunga itu bahkan menjadi bunga nasional negaraku..." "Bis...