SECTION 4. INTRODUCING

29 13 0
                                    

Banyak orang bilang kalau jadi anak kedua; sekaligus bungsu adalah anak yang disayang oleh kedua orang tua. Pastinya, kan? Siapa yang dapat menyangkal? Siapa disini yang merupakan anak kedua di keluarganya? Maksudnya anak bungsu?

Sylvia adalah anak kedua dari dua bersaudara; lebih tepatnya anak bungsu. Ia lahir sekitar enam belas tahun yang lalu saat matahari mulai tenggelam untuk meninggalkan belahan bumi menuju belahan bumi yang lain. Kalau itu konsep bumi berbentuk bulat, sih. Tapi, kalau kamu pengagum bumi datar silakan definisikan sendiri. Jangan buat tim, ya!

"Gimana sekolah baru kamu, Sylv?" tanya Sylvella dengan raut wajah yang datar sekaligus peduli. Terkonsep dalam satu waktu. Matanya yang sayu mencoba menelisik ke segala penjuru. Sepagi ini, Tuhan terlalu baik kepada mereka. Keduanya dipertemukan dalam satu meja untuk melakukan sarapan.

"Ya kayak umumnya, Kak," jawab Sylvia agak rancu "Kakak kok pucat?" Sylvia mengimbuhkan dengan nada khawatir meskipun ada setumpuk benci dan dengki.

"Palingan gara-gara tadi malam. Kakak ngelembur karena tugas kuliah, Sylv"

"Yaudah," Sylvia meraih tasnya lalu berdiri memandangi kakaknya dengan haru, "aku berangkat sekolah dulu"

"Papa gak anterin kamu?" tanya Sylvella sembari membenahi kacamata lebarnya. Pertanyaan terakhir pagi itu sirna tanpa jawaban. Sylvia dengan buru-buru meninggalkan meja makan tanpa pamit dan sepatah katapun. Semilir angin dengan tega memasukkan diri melalui ventilasi rumah dengan semangatnya. Penerangan bumi yang memancarkan segala kehidupan berusaha menghidupi keheningan dengan setumpuk aroma semangat.

"Kamu sudah makan, Sylv?" Seorang pria bergaya parlente mendatangi meja makan dengan segera. Sylvella menatap pria itu penuh keheningan tak percaya.

"Sudah, Pa."

"Sylvia udah berangkat tadi, Pa." ujar Sylvella dengan menunjuk ke arah pintu. Pria itu mengangguk saja sembari tersenyum getir.

"Kamu beneran gak berangkat kuliah hari ini?"

"Enggak, Pa. Hari ini lagi jam kosong kok."

"Papa berangkat dulu, ya." Sylvella mengangguk diakhir senyuman tipis. Pria itu mengelus rambut Sylvella.

"Mama berangkat, ya, sayang." Wanita itu mengelus rambut anaknya dengan belain keibuan. Sylvella bisa melihat dengan jelas nama itu.

"Arman"; pria yang hampir mendekati usia kepala lima. Begitu sangat disayangkannya.

"Marina"; wanita yang dengan senang hati memberikan waktu dan hati kepadanya. Dengan sesuka hati; ia bisa bercerita sepanjang waktu. Itupun selagi bisa.

Sylvella; gadis cantik dengan rambut berurai sepanjang bahu memang tak kalah menarik daripada adiknya. Mahasiswi di sebuah universitas langka di kota ini memang memiliki paras yang ayu sekaligus menawan. Bubuhan lingkaran kacamata di wajahnya menambahkan poin-poin kecantikannya. Usianya terpaut lima tahun dengan adiknya. Hari ini; Sylvella hanya mencatatkan agenda 'rebahan' dalam 'catatan agenda harian' . Tak ada yang ingin dilakukannya selain beristirahat.

"Sylv," Sylvella menggigit bibir bawahnya. Dalam benaknya hanya tersimpan wajah adiknya yang lugu itu, "Kamu jangan pernah marah sama kakak, ya, Sylv. Kakak akan bantu kamu untuk mendapatkan kasih sayang papa sama mama." sambung Sylvella dengan nada yakin.

SECTIONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang