SECTION 7. ORDINARY THING

26 13 0
                                    

Narendra mengernyitkan dahi tatkala rindang pohon menggema. Ada teriakan kecil dari kumpulan manusia yang enggan menunjukkan diri. Berlari secepat kilat tanpa jeda. Narendra mampu menelisik bahwa ia sedang diawasi oleh seorang.

"Iya. Ada apa? Putus gimana?" tanya Narendra sembari membenahi jaket denim-nya. Sudah menunjukkan pukul sembilan malam. Komplek perumahan yang syarat akan kengerian mampu meninabobokan semuanya.

Enggak. Lupakan. Kamu yakin?

"Ya yakinlah. Cuma kamu yang tahu." jawab Narendra pasti dan kembali ia merasakan ada sekelompok orang yang menyelinap dibalik semak belukar yang semilir bergerak tak beraturan.

Besok kita ketemu dimana?

"Secepat itu? Aku belum bisa cerita semua. Terlalu rumit."

Kamu cowok. Yang rumit itu harusnya cewek. Kamu bisa mengemasnya menjadi beberapa kalimat aja. Intinya to the point', kan?

"Enggak segampang itu. Aku perlu mendaur ulang imajinasi-ku. Gak mudah untuk mereka-reka tanpa tau sebabnya." depak Narendra menggebu-gebu. Ia mulai agak merinding ketika sebatang ranting jatuh. Jatuhnya ranting itu membuatnya semakin yakin akan opininya tentang dunia ini.

Cuma kamu yang bisa ngidupin aku. Tanpa kamu, aku itu cuma goresan semata. Kamu harus berbuat lebih. Aku yakin kamu bisa.

"Aku mau masuk ke dalam rumah dulu."

Kamu bahkan belum kasih tau kalau kamu lagi ada di luar rumah. Tapi, itu gak penting. Besok aku tunggu di tempat biasa.

Tak ada jawaban dari Narendra. Ia mendiamkan dirinya sendiri lalu mengunci seribu memorinya.

Selamat malam, Siswa baru. Sampai jumpa besok. Semoga aku tidak sekadar apa yang kamu pikirkan, lebih dari itu.

"Iya. Selamat malam."

Tak ada suara lagi setelahnya. Narendra melangkah masuk ke dalam rumah. Ada satu bunyi yang berdentang sesaat dirinya merasakan ada dua pasang mata yang sedang memperhatikannya dari kejauhan.

Palingan dua satpam komplek berkeliling atau pasangan tua yang merindukan malam pertama.

Narendra mengunci pintu. Melangkahkan kaki menuju dapur. Sebagian besar rumah Narendra bernafaskan warna hitam dan putih. Dua tiang besar dengan corak unik berdiri tegak menopang atap. Atau lukisan-lukisan abstrak menggantung. Tak ada wajahnya ataupun anggota keluarga lainnya. Demikian. Pintu kaca yang bening menjadi perbatasan antara ruang tamu dan ruang keluarga.

Remaja berambut lurus dan memiliki tubuh ideal itu menjumput beberapa Snack dari ranjang makanan. Menyerahkan semuanya untuk Tommy.

"Ya-elah udah tidur."

Tommy merebahkan tubuhnya di kasur Narendra tanpa takut. Baginya; Narendra adalah teman dari segala teman. Narendra sang baik hati juga paling misterius. Ada ide-ide abstrak yang mengalir di otaknya. Tetapi, baru kali ini ia menyadari bahwa temannya itu mengoceh serius tentang seorang perempuan; Sylvia.

"Ngorok lagi."

Tommy semakin mengencangkan dengkurannya. Narendra menyadari bahwa temannya itu hanya berpura-pura.

"Sialan!" Narendra bersumpah serapah. "Bangun, woy!"

"Hahahah. Siap, Bosku!"

***
Jarum jam berdetak sangat cepat. Rasa-rasanya benar bahwa waktu adalah satu hal yang tidak bisa diajak berdiskusi. Hamparan cahaya matahari memasuki ruang kamar Narendra melalui ventilasi. Sekilas wajahnya dan wajah Tommy membisu terkena sinar. Semuanya berubah. Posisi kaki dan kepala Tommy sudah membalik bahkan tidak sama seperti sediakala. Itupun diperparah dengan kaki Narendra yang bertengger tanpa dosa di perut Tommy. Sebuah pulau tampak tercerai berai di atas bantal biru berwajah Thor.

SECTIONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang