SECTION 55. RAIN

5 6 0
                                    

Aksana melajukan mobil menuju belokan kanan. Gaya mengemudi perempuan dengan rambut pendek dan agak tomboy itu memang patut diacungi jempol. Seorang mahasiswi jurusan Sastra Jepang itu memang sudah tidak diragukan lagi.

"Lo jago banget, Ak!" Sylvella memuji keterampilan kawannya. Aksana hanya diam dengan senyum tipis yang menawan. Caca dan Sylvella harus mengakui bahwa Aksana memang paling menawan diantara mereka. Meski tidak ada yang menyalahkan gayanya yang cukup nyentrik dan lebih menonjolkan sisi maskulin ketimbang feminim, nyatanya Aksana tetaplah seorang perempuan.

"Cowoklu udah dapet yang baru lagi, Ak?" tanya Caca tiba-tiba. Matanya padahal masih memandang layat gadget. Sylvella ikut menengok ke arah Aksana.

"Gak usah bahas bajingan itu lagi," jawab Aksana ketus. "Inget mukanya aja udah mau muntah. Emang dasar bajingan tuh laki!" lanjut Aksana yang wajahnya hampir mengeras karena menahan amarah.

"Abis lampu merah itu kita belok ke kiri, ya!" Sylvella menunjukkan arah jalan menuju lokasi perbukitan yang dimaksud. Beberapa saat kemudian, mobil akhirnya berhenti karena berpapasan saat lampu merah. Beberapa mobil terlihat cukup banyak dan dalam sekejap seperti sebuah hadiah dari alam. Alam memberikan percikan air dari atas sana. Rintikan hujan menghujani bumi dan dengan cepat mulai beriak-riak cukup kuat.

"Hujan lagi!"

"Tempatnya indoor, kan?"

"Outdoor, Ca" jawab Sylvella. Caca langsung menghadapkan wajahnya ke arah kaca jendela mobil memperhatikan rintikan hujan yang begitu deras. Wajahnya membeku dan seakan tidak menerima akan kejadian alam yang begitu tiba-tiba. Mahasiswi jurusan teater dan film ini nampaknya amat menyukai dunia malam.

"Gue gak mau pulang!" isak Caca sembari wajahnya bergelayut di kaca jendela mobil. "Lo orang kan tau sendiri kalau di rumah itu gue bakal gimana?"

"Orang tua lo masih suka berantem?" tanya Sylvella sembari menengok ke belakang. Caca hanya menjawab dengan anggukan yang bermakna kesedihan.

"Kita cari tempat lain aja, ya?" tanya Aksana mencoba mencari solusi. "Kita ke kafe tempat temen gue. Tempatnya nyaman dan indoor juga. Temen baik gue di jurusan. Anaknya Wibu gitu."

"Si Haykal?" tanya Sylvella. Aksana mengangguk.

"Yah.. si banci itu." Caca mendengus, "Yaudah, deh." sambung Caca. Sudah hampir cukup lama lampu merah tak padam. Aksana sedikit mengomel.

Caca memandang sekitar dan mulai merintih kesal. Matanya yang lancip dan berkilau menembak salah satu titik fokus yang menarik perhatiannya. Pemandangan itu sungguh luar biasa dan dalam sekejap ia bisa menerka tentang siapakah orang di ujung sana yang begitu ia kenali.

"Sylv," Caca heboh sendiri sembari menyenggol pundak Sylvella. "Itu Alex! Beneran itu Alex. Tapi, siapa cewek yang didepannya?"

Sylvella langsung sigap dan melihat ke arah titik fokus yang ditujukan oleh Caca. Tampak Alex sedang duduk bersama seorang perempuan dengan pakaian minim. Tanpa pikir panjang, Sylvella langsung melepaskan sabuk pengaman mobil lalu turun dari mobil.

"Sylv, mau kemana?" teriak Aksana dan ia langsung menyadari bahwa lampu lalu lintas sudah berubah menjadi lampu hijau. "Haduh buat repot aja tuh anak!" Aksana langsung melajukan mobil ke arah belokan kiri lalu menepi. Sylvella tampak berlari cukup kencang menembus rintikan hujan yang begitu derasnya. Ia langsung memasuki tempat makan yang menjadi tempat persembunyian Alex dan wanita berpakaian minim itu. Semua mata pengunjung langsung tertuju kepada gadis yang basah kuyup itu.

"Ini maksudnya apa, Lex?" tanya Sylvella dihadapan Alex yang begitu terkejut akan kehadiran pacarnya. "Ini maksudnya apa, ha?" teriak Sylvella mengibaskan rambutnya yang basah ke belakang.

SECTIONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang