SECTION 66. HOLIDAY

5 5 0
                                    

Narendra berjalan agak pelan karena menahan sakit di punggungnya. Bekas cambuk oleh ayahnya terasa sakit dan perih.

Pagi ini; tepatnya setelah kejadian paling menggegerkan sepanjang sejarah berdirinya Akal Bangsa. Narendra datang ke sekolah bersama ayahnya.

Siswa-siswi memandang getir seakan-akan masih menanti kejutan selanjutnya yang akan dilakukan Narendra di sekolah. Narendra hanya bisa menunduk sembari menahan malu.

Tommy dan Prasetya langsung menghampiri Narendra dan ayahnya. Tommy dan Pras berjalan membersamai Narendra mencoba memberikan semangat.

"Tadi gimana, Ndra?"

"Lo dikeluarin?" Tommy langsung meluncurkan kata-kata.

"Enggak," jawab Narendra, "gue gak dikeluarin, Kampret!"

"Kenapa?"

"Lo harusnya dikeluarin, sih." tandas Tommy.

"Emang kayak babi Lo Tom!"

Tommy tertawa sampai terjungkal ke belakang.

"Kepala sekolah gak berani ngeluarin gue."

"Karena bokap Lo kaya?"

"Anjing!" sahut Narendra, "tapi itu salah satunya, Tom. Kepala sekolah gak berani ngeluarin gue karena gak mau reputasi sekolah hancur."

"Emang Lo apain?"

"Ya gue ancam aja gue bakal koar-koar biar bikin malu sekolah." jelas Narendra semangat, "lagi pula bapaknya Alin kan kepala daerah, tuh."

"Bangsat emang Lo ya! Masih SMA udah bisa ngancam kepala sekolah."

Narendra, Tommy, dan Prasetya sampai di depan mobil. Ayah Narendra yang masih emosi tampak berpamitan karena harus pergi kerja. Narendra bisa melanjutkan sekolahnya hari ini dengan beberapa catatan hal-hal yang harus ia lakukan selama di sekolah.

Ketiganya langsung berjalan pergi ke arah kelas. Sejenak; Sylvia melangkah tetapi memalingkan wajah tak mau melihat Narendra.

Siswi Akal Bangsa tampak menggunjing Narendra yang seharusnya dikeluarkan dari sekolah. Begitu juga dengan para guru yang terus menerus membicarakan hal ini. Kepala sekolah tak mau banyak bicara di depan para guru terkait hal ini.

***

Narendra memutuskan untuk mengajak jalan-jalan kedua sahabatnya. Mereka memilih untuk melakukan tur keliling kota kecil-kecilan. Destinasi akhir yang akan mereka kunjungi adalah air terjun yang berada di perbatasan kota.

Tommy bahkan sampai dipinjami motor milik Narendra yang lain. Narendra memboncengi Pras. Kedua motor tampak melaju secara pelan menikmati pemandangan kota ini. Pras tak henti-hentinya mengucapkan syukur atas apa yang ada dihadapannya.

"Yang kalah cium pantat ayam!" teriak Narendra yang semakin kebut melintasi jalanan sepi. Jalanan tersebut adalah jalanan panjang yang berada diantara dua sawah yang begitu lebarnya. Pepohonan nampak rimbun di sepanjang mata memandang. Langit biru yang menawan mampu memberikan gambaran bahwa betapa indahnya dunia ini.

Tommy langsung tancap gas melajukan motor dengan kecepatan lebih; ia berusaha mengejar ketertinggalan. Kedua motor yang sedang melaju kencang itu seolah Valentino Rossi berhadapan dengan Lorenzo di arena balapan motor kelas dunia. Tampak pula petani-petani yang sedang memanen padi di sawah ikut melambaikan tangan.

"Pras," panggil Narendra ke arah belakang, "Gue mau wujudin mimpi lo."

"Ha? Maksudnya?"

"Gue akan melaju dengan kecepatan tinggi ntar lo teriak, ya!" titah Narendra.

SECTIONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang