SECTION 49. THINKING OF YOU

10 5 0
                                    

Di pertengahan malam yang sepi; Sylvia termenung dengan beragam pikiran yang terus menjangkitinya. Kebanyakan pikiran-pikiran itu ialah pikiran buruk. Sekali lagi, gadis berambut panjang itu tidak bisa menahan laju pikirnya. Dipandanginya langit-langit kamarnya dan dalam imajinasinya yang liar; tergambar dengan jelas wajah Narendra. Wajah manis, tubuh tegap dan kekar, serta rahang yang runcing.

Dalam satu keheningan; Sylvia mencoba meraba-raba tentang dirinya dan juga Narendra. Dirinya mencoba menelisik ke belakang tentang pertemuannya dengan laki-laki yang telah membuatnya percaya kepada seorang laki-laki. Pertemuan itu dimulai dengan siraman air putih. Sylvia tertawa geli. Tetapi, ia juga harus menerima ketika Narendra juga berbuat sebaliknya.

"Entah apa yang ada di pikirannya?" Sylvia bergumam sendiri sembari meremas-remas bantal gulingnya. "Tapi, kok ada ya laki-laki kayak dia? Tuhan maha misterius."

Sylvia bergeming menjelma menjadi sebuah perasaan yang bercampur aduk. Matanya menelisik ke arah layar gadget-nya. Jam malam sudah menunjukkan pukul sebelas. Sylvia berpamitan kepada dirinya yang kaku dan mencoba menjelma menjadi Sylvia yang baru. Seorang Sylvia yang siap menerima semua dengan percaya diri.

Tangannya mematikan lampu seraya ingin memejamkan mata. Seketika ruangan menjadi gelap gulita. Dalam perjalanan antara batas kesadaran dan letih. Jiwa Sylvia mencoba mengembara jauh ke ujung sana. Ke sebuah tempat yang paling indah. Dalam suatu cerminan diri; Sylvia berhasil menjelma menjadi sosok putri lengkap dengan riasan dan gaun yang semerbak bunga. Matanya tak berhenti melirik dan hatinya berdegup kencang tatkala seorang laki-laki berlari ke arahnya dengan senyum paling manis.

"Gue lupa!" ujar Sylvia seketika tersadar akan suatu hal. Matanya membuka lebar dan langsung menghidupkan lampu. Diraihnya kembali ruhnya yang hampir pergi untuk kembali ke tubuhnya. Dirinya teringat akan piala kejuaraan yang telah ia raih dengan susah payah. Dalam kesigapan dan semangat; Sylvia melangkah keluar kamar dengan lapang hati dan penuh semangat.

Sylvia berjalan hati-hati menuruni anak tangga dalam keheningan gelapnya ruangan rumahnya. Tak ada bunyi-bunyi yang berarti sehingga dirinya bisa menyimpulkan bahwa seisi rumah telah berada di belahan bumi lain secara tidak sadar.

"Semoga kalian mimpi indah!" Sylvia berdoa dengan antusias. Matanya menelisik ke arah sebuah lemari yang berada di ruangan santai keluarga. Ruangan ini sering menjadi tempat berkumpulnya Arman, Marina, dan Sylvella. Sylvia tidak berani mengatakan dirinya sering berada di tempat itu.

"Aku hanya samar-samar," Sylvia bergumam sendiri. Dalam bayangannya yang agak luntur dan menyedihkan, Sylvia masih bisa melihat betapa bahagianya Arman dan Marina saat mengobrol bersama Sylvella. Tetapi, semua seakan berubah tatkala Sylvia datang. Semuanya hilang; senyum itu, bahagia itu, rasa kekeluargaan itu, dan semuanya. Semuanya lenyap.

Sylvia menuju ke lemari tersebut dan membuka satu laci di tempat paling bawah yang menjadi tempat penyimpanan paling strategis. Sembari meyakinkan dirinya bahwa keadaan memang aman, Sylvia membuka laci itu di tengah ruangan yang remang-remang. Hanya sebuah lampu agak redup di atas sana serta cahaya malam yang masuk melalui celah-celah.

Batin Sylvia tersiksa dengan apa yang sedang dilihatnya. Jemarinya dengan sigap menyalakan senter di gadget-nya. Sylvia menyambar sebuah map biru yang terletak di dalam laci tersebut.

"Jadi, Papah gak ambil map ini?" Sylvia membatin dan hatinya benar-benar terluka.

"Papah, aku baru aja juara, Pah. Sertifikat juara Sylvia ada di dalam map ini. Sylvia gak berani ngasih ini semua ke Papah secara langsung. Takut papah marah."

"Sylvia pikir kalau ditaruh di sini, Papah pasti bakal lihat. Ternyata enggak," Sylvia membatin yang kemudian ia tidak melanjutkan batinnya untuk terus memberikan ujaran tentang alasan kesedihan malam ini. Sylvia membuka map itu dengan hati yang hancur dan harapan yang pupus. Sylvia menyambar sebuah kertas berisikan beberapa kalimat cinta dan harapan. Ia membuatnya sendiri dengan penuh harapan bahwa Arman akan melihat dan memberikan satu respon positif terhadap dirinya.

SECTIONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang