SECTION 58. HOSPITAL

6 4 0
                                    

Terdengar derap sepatu sepanjang lorong sebuah rumah sakit yang terletak di pusat kota; 'Rumah Sakit Harapan Bersama' dengan moto 'Rumah Sakit Harapan Bersama dengan Harapan Pasien Sembuh Semua'. Suara derap sepatu itu seperti sedang berlari. Pengunjung rumah sakit tampak memusatkan perhatian ke arah sumber suara.

"Kayaknya gadis itu sekolah di Akal Bangsa." ujar salah seorang.

"Kok lo bisa tau?" tanya lawan bicaranya yang berada di samping.

"Itu seragamnya, Nyet. Gue kan alumni Akal Bangsa."

Sylvia berlari sekencang-kencangnya lalu berbelok ke arah kiri menuju ruangan melati sesuai petunjuk dari wali kelasnya tadi saat di sekolah. Marina menelpon pihak sekolah untuk memberitahu karena saat ditelepon melalui nomor tidak ada jawaban sama sekali.

"Mah," sapa Sylvia dengan nafas tersengal-sengal, "Pah."

"Sylvia," ujar Arman lalu mendekat ke arah Sylvia, "Kamu darimana aja, ha?" tanya Arman yang langsung menjewer putri bungsunya.

"Aduh.. sakit, Pah." rintih Sylvia memegangi telinganya yang sedang dijewer.

"Sudah, Pah." Marina mencoba menenangkan Arman. Sylvia lalu duduk di kursi memperhatikan kedua orangtuanya.

"Sylvia, ya?" tanya Caca yang duduk tepat di sebelah Sylvia. Sylvia mengangguk.

"Kakak kamu cuma demam aja mungkin. Abis keujanan tadi malam. Tadi pagi dia agak ngeluh sakit gitu yaudah kita bawa ke rumah sakit."

"Makasih, Kak."

Caca dan Aksana tersenyum lebar. Sylvia kemudian memperhatikan kedua orangtuanya dan tergambar jelas bahwa ada sebongkah kekhawatiran di raut wajah Arman dan Marina. Sylvia belum pernah melihat ekspresi itu bahkan ketika dirinya sakit dahulu sepertinya tak ada ekspresi khawatir seperti itu. Sedetik kemudian, Sylvia merasakan bahwa ada sedikit perbedaan antara dirinya dan Sylvella; kakaknya.

"Mah, duduk dulu!" titah Sylvia. Marina tak menggubris omongan Sylvia begitu juga dengan Arman yang tampak mondar-mandir di depan pintu ruangan.

"Dokter lagi di dalem, ya, Kak?"

"Iya. Kita tunggu aja, ya!"

Sylvia kemudian melihat kembali raut wajah kedua orangtuanya. Ia seakan-akan benar ingin sakit sekarang lalu memperhatikan apakah Arman dan Marina akan khawatir juga seperti sekarang ini. Padahal sakit sangat dihindari oleh setiap orang tetapi Sylvia justru sebaliknya.

"Sylvia," Arman mengeluarkan suara, "Kamu tau gak sih? Ini semua penyebab kamu!" jelas Arman yang kemudian menyalahkan Sylvia. "Dari mana kamu semalem, ha? Kakak kamu itu pamitan untuk cari kamu karena khawatir. Kamu tau gak?"

Sejenak, Caca dan Aksana agak merasa tak enak hati. Caca juga sudah menjelaskan perihal apa yang sebenarnya terjadi kepada Sylvella. Ia tidak tahu pasti jika Sylvella sedang mencari adiknya; Sylvella pun tidak mengatakan hal demikian.

Sylvia hanya diam mendengarkan saja.

"Kamu ini perempuan, Sylv." jelas Arman dengan nada khawatir. Mengkhawatirkan Sylvella yang sedang terbaring di dalam ruangan. "Kamu ngapain keluar malam-malam. Coba kalau gak keluar malam, pastinya kakak kamu tetap di rumah gak keluyuran nyari kamu!"

"Kamu ini emang, ya! Pembawa sial!" jelas Arman yang habis-habisan memarahi putri bungsunya. Arman lalu berlanjut ke arah pintu ruangan yang belum juga terbuka. Sylvia agak terpukul mendengar ujaran amukan dari Arman.

Sylvia menerima sebuah pesan masuk dan mengetahui bahwa si pengirim adalah Alex; pacar Sylvella.

"Rumah sakit mana, Sylv?"

Sylvia langsung mengirimkan lokasi rumah sakit untuk membalas pesan dari pacar kakaknya itu.

Sylvia malas melihat Arman dan Marina yang sedari tadi mondar-mandir tak karuan. Sylvia berjalan perlahan agak menjauh namun langkahnya kemudian terhenti saat dokter keluar dari ruangan. Sylvia melihat bahwa dokter tersebut menjelaskan sesuatu kepada kedua orangtuanya namun tiba-tiba Arman dan Marina kompak melihat Sylvia dengan tatapan agak kecut.

"Ada apa?" tanya Sylvia getir sembari melihat dokter laki-laki itu yang juga melihat dirinya dengan tatapan yang aneh.

"Anda yang bernama Sylvia?" tanya dokter laki-laki itu dengan santun. Sylvia mengangguk dengan ekspresi agak takut dan khawatir. "Pasien meminta anda untuk masuk. Ia juga meminta agar tidak ada yang masuk selain anda."

Sylvia tampak getir melihat kedua orangtuanya. Caca dan Aksana melirik senyum ke arah Sylvia lalu kembali ke tempat duduk. Sylvia memasuki ruangan dan dokter laki-laki itu pergi menjauh. Saat Sylvia sudah memasuki ruangan, terdengar bunyi derap langkah sepatu agak terburu-buru.

"Om," sapa Caca saat ia mengetahui siapa yang akan datang dari ujung sana. Caca mengisyaratkan dengan menunjukkan jari telunjuknya ke ujung sana. Arman langsung menghampiri Alex yang sedang berjalan. Ayah kandung Sylvella itu dengan sigap mencengkram kemeja yang dikenakan Alex lalu menyeretnya kuat-kuat menuju luar rumah sakit. Dokter, suster, maupun petugas kesehatan lainnya tampak gegap dan pengunjung atau keluarga pasien hanya bisa menatap.

Saat diluar rumah sakit; Arman langsung menghajar Alex. Ia meninju dengan kepalan kuat ke arah pipi kanan Alex. Alex langsung jatuh tersungkur dan Alex tidak membalasnya. Arman langsung menyeret Alex kembali lalu menendangnya cukup kuat. Beberapa pria dan dua satpam yang melihat langsung mencoba melerai perkelahian yang sedang terjadi.

"Kamu apain anak saya, ha?" teriak Arman sembari dipegangi oleh seorang satpam dan beberapa pria. Alex tak bisa menjawab dan hanya bisa pasrah karena ia tahu apa salah darinya. Alex langsung diminta pergi oleh satpam rumah sakit.

"Bapak bisa tenang dulu, Pak." pinta sang satpam memegangi Arman agar tidak mengejar Alex. "keluarga bapak sedang sakit, Pak. Jangan buat dia khawatir."

Arman langsung tertegun saat mendengarnya tetapi ia agak sedikit aneh karena bagaimana satpam ini tahu kalau keluarganya sedang sakit. Arman langsung melepaskan diri lalu menuju ke dalam ruangan.

"Untung aja dia bisa gue lerai. Kacau tuh orang!"

"Kok dia bisa masuk? Lo apain?" tanya pria bertubuh tambun.

"Ya keluarganya lagi sakit, jangan buat khawatir."

"Kok lo tau, Pak?"

"Ini kan rumah sakit! Orang ngapain kesini, ha? Tamasya?"

Pria bertubuh tambun itu tertawa geli saat mendengarnya. Sang satpam dan temannya langsung menuju ke pos penjagaan dan beberapa orang yang melihat langsung bubar menuju tempatnya masing-masing.

***

Tuan yang sedang jatuh cinta!

-Prayoga R-

SECTIONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang