SECTION 40. LIBRARY

14 8 0
                                    

Sylvia berjalan santai saat bel pelajaran selanjutnya berbunyi cukup keras. Ia berusaha diri untuk sembunyi diantara tiang-tiang. Menyelinap seperti seorang pencuri agar dirinya tak dilihat oleh orang lain.

Beberapa langkah lagi gue bakal berhasil. Gue harus bisa masuk ke perpustakaan dan ngobrol aja di kelas sama Bu Vera.

Dalam hitungan detik; Sylvia sudah berada di depan pintu perpustakaan. Sebuah gedung berwarna hijau dan lebih mirip rumahan biasa. Sylvia melangkah masuk lalu menutup pintu sebelum melihat sekeliling memastikan bahwa tak ada yang melihatnya.

"Bu Vera," teriak Sylvia dengan lantang. Tetapi, ia berusaha semaksimal mungkin agar suaranya tak terdengar hingga luar. "Ini Sylvia, Bu."

Sylvia menyusuri ruangan dalam perpustakaan. Rak-rak buku berwarna coklat yang sangat megah tampak berdiri dengan rapih. Di dalamnya terdapat berbagai literatur bidang ilmu.

Pembagian rak buku berdasarkan objek kajian ilmu; semua buku runut sesuai peraturan; Biologi, Fisika, Kimia, Ekonomi, Sejarah, Matematika, Geologi, Geofisika, Novel, Pengetahuan Umum, Sejarah Dunia, Biografi, Esai, dan lain-lain.

Emang gak salah, deng gue ini ke perpustakaan. Lumayan ada AC-nya. Dingin banget.

Di samping rak-rak buku terdapat barisan kursi yang digunakan sebagai tempat membaca siswa Akal Bangsa.

Bu Vera; Sylvia membatin

Sylvia mendengar suara bising yang bersumber dari pintu sebuah ruangan. Terdengar seorang wanita kelelahan dan bunyi tumpukan buku-buku yang dipindahkan.

"Bu Vera?" Sylvia melangkah pelan menuju ke ruangan yang menggugah rasa penasaran nya itu. Sylvia melihat sedikit ke arah dalam.

"Bu Vera ngapain?" tanya Sylvia saat berhasil mendapati wanita berjilbab segiempat itu. Bu Vera sedang memindahkan beberapa buku serta melakukan pemilihan terhadap buku-buku yang ada.

"Lagi sortir buku, Sylv." jawab Bu Vera dengan suara dan nada yang khas mencirikan dirinya. Suaranya lembut dan bersahaja. Dibalik kelembutan suaranya terdapat sikap tegas yang membuat siapapun akan sungkan dengannya.

"Ibu gak capek?" tanya Sylvia lagi melihat wanita itu tampak kelelahan. "Sini biar aku bantuin." sambung Sylvia menawarkan diri.

Belum sempat Sylvia melangkah masuk ke dalam ruangan, Bu Vera sudah menahan Sylvia.

"Gakpapa, Sylv. Kamu baca aja buku-buku. Ibu sudah ada yang bantu, kok." ujar Bu Vera memonyongkan bibir ke arah belakang. Sylvia tidak bisa tahu siapa yang dimaksud karena terhalang pintu berwarna hitam itu.

Sylvia melangkah maju dan membuka sedikit pintu hitam. Seorang laki-laki yang mengenakan seragam sekolah dan tampak berkeringat karena kelelahan.

"Narendra?" ujar Sylvia dengan nada terbata-bata dan terkejut saat mendapati seorang laki-laki yang kemarin telah ia berikan satu kecupan mesra di pipi kanan.

Narendra tersenyum lebar ke arah Sylvia. Senyumannya yang khas membuat Sylvia berdegup kencang. Ada satu momen yang tak bisa ia hindarkan. Semuanya menyelinap dengan sengaja dan tanpa permisi.

"Kamu tunggu dulu, ya. Ini sebentar lagi selesai, kok." ujar Narendra begitu saja. Bagi Sylvia; ujaran Narendra tersebut menunjukkan bahwa seolah-olah dirinya sedang menunggui Narendra. Nyatanya tidak demikian. Tetapi, itu semua membuatnya mengubah arah tujuan. Dari yang semula menghindari pelajaran kelas kini ingin bertemu Narendra.

Bunyi-bunyi tumpukan buku tampak masih mendengung di telinga Sylvia. Suara itu memberikan satu kesan romantis tentang sebuah penantian yang tidak disengaja. Sylvia mencoba memahami semuanya bahwa saat ini; keduanya berada dalam sebuah penantian.

SECTIONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang